Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap empat saksi terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel tahun 2011.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan untuk melengkapi pemberkasan dalam peerkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Senin (21/3/2022).
Baca Juga
Adapun keempat saksi adalah WH selaku Karyawan PT Krakatau Steel, TM selaku Mantan Staf Divisi Perencanaan Teknologi PT Krakatau Steel, RAS selaku pihak swasta yang juga mantan Ketua Panitia Pengadaan Blast Furnace, dan WS selaku pihak swasta yang juga mantan Ketua Tim Proyek Blast Furnace.
Advertisement
"Mereka diperiksa terkait Dugaan Tindak Pidana Korupsi pada Proyek Pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011," kata Ketut.
Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung segera menaikkan status perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan pabrik "blast furnace" PT Krakatau Steel ke tahap penyidikan.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Supardi mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menentukan potensi kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut.
"Yang jelas kami sudah ke BPKP, semacam sudah ada kesepakatan clear akan naik ke penyidikan. Jadi kami sudah ada diskusi, sudah clear," kata Supardi seperti dilansir Antara.
Saat ini proses hukum terhadap perkara tersebut masih dalam tahap penyidikan. Penyidik telah menemukan adanya peristiwa pidana, sehingga dalam waktu dekat akan ditingkatkan ke tahap penyidikan umum.
Sementara itu, koordinasi yang telah dilakukan penyidik Jampidsus dengan BPKP, sehingga dalam waktu dekat Jampidsus Kejagung akan mengumumkan kerugian rill terkait perkara tersebut.
Kronologi
Sebelumnya dalam konferensi pers pada Kamis (24/2/2022) lalu, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan pada awalnya proyek pembangunan pabrik Blast Furnace (BFC) tersebut dilaksanakan oleh Konsorsium MCC CERI (asal China) dan PT Krakatau Engineering sesuai hasil lelang tanggal 31 Maret 2011 dengan nilai kontrak setelah mengalami perubahan adalah Rp 6,92 triliun.
Kontrak tersebut telah dibayarkan ke pihak pemenang lelang senilai Rp 5,3 triliun, namun demikian pekerjaan kemudian dihentikan pada tanggal 19 Desember 2019 padahal pekerjaan belum 100 persen dan setelah dilakukan uji coba operasi biaya produksi lebih besar dari harga baja di pasar. Selain itu, pekerjaan sampai saat ini belum diserahterimakan dengan kondisi tidak dapat beroperasi lagi.
PT Krakatau Steel membangun Pabrik Blast Furnace (BFC) dengan menggunakan bahan bakar batubara agar biaya produksi lebih murah. Pembangunan proyek tersebut menggunakan bahan bakar gas sehingga memerlukan biaya yang lebih mahal.
Menurut Supardi, pabrik peleburan tersebut tidak bisa dioperasikan, karena akan mengeluarkan biaya tinggi. "Tidak bisa beroperasi, kalau dipakai high cost tidak bisa bersaing," ujarnya.
Advertisement