Kejagung Naikkan Status Kasus Dugaan Korupsi Anak Perusahaan Adhi Karya ke Penyidikan

Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menaikkan status penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi pembelian bidang tanah yang dilakukan oleh PT Adhi Persada Realti, anak perusahaan PT Adhi Karya.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 16 Jun 2022, 02:19 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2022, 02:19 WIB
Adhi Karya
Ilustrasi Adhi Karya (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menaikkan status penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi pembelian bidang tanah yang dilakukan oleh PT Adhi Persada Realti, anak perusahaan PT Adhi Karya pada 2012 sampai dengan 2013 dari penyelidikan ke tahap penyidikan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum atau Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, penetapan status penyidikan itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-35/F.2/Fd.2/06/2022 tanggal 6 Juni 2022.

"Dari hasil kegiatan penyelidikan, maka peristiwa pidana dapat diuraikan kasus posisi singkat sebagai berikut, pada tahun 2012, PT Adhi Persada Realti (APR) yang merupakan anak perusahaan PT Adhi Karya (BUMN) melakukan pembelian tanah dari PT Cahaya Inti Cemerlang di daerah Limo dan Cinere, Kota Depok dengan luas tanah kurang lebih 200 ribu meter persegi atau 20 hektare untuk membangun perumahan atau apartment," ujar Ketut di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (15/6/2022).

Menurut Ketut, PT Adhi Persada Realti membeli bidang tanah yang tidak memiliki akses ke jalan umum, yakni harus melewati tanah milik PT Megapolitan dan dalam penguasaan fisik dari masyarakat setempat.

Selain itu, kata dia, berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, terdapat bagian tanah yang tercatat dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama PT Megapolitan, yaitu SHM nomor 46 dan 47 atas nama Sujono Barak Rimba.

"PT Adhi Persada Realti telah melakukan pembayaran kepada PT Cahaya Inti Cemerlang melalui rekening notaris dan diteruskan ke rekening pribadi Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Cahaya Inti Cemerlang dan dana operasional," ucap Ketut.

 

Penyelidikan Telah Dilakukan

Melihat Progres Pembangunan LRT yang Mundur Hingga Juni 2022
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek di ruas Jalan Rasuna Said, Jakarta, Jumat (7/8/2020). Salah satu proyek PT Adhi Karya, LRT Jabodebek, ditargetkan selesai pada Juni 2022 di tengah pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Terhadap pembayaran tersebut, lanjut Ketut, PT Adhi Persada Realti baru memperoleh tanah sebagaimana dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 5316 atas nama PT Adhi Persada Realti seluas kurang lebih 12.595 meter persegi atau sekitar 1,2 hektare dari 20 hektar yang diperjanjikan.

Sementara, tanah sekitar 18,8 hektar masih dalam penguasaan orang lain atau masih status sengketa, sehingga sampai saat ini tidak bisa dilakukan pengalihan hak kepemilikan.

Atas dasar itu, lanjut Ketut, terdapat indikasi kerugian keuangan negara dari pembelian tanah oleh PT Adhi Persada Realti dari PT Cahaya Inti Cemerlang.

"Sebelumnya telah dilaksanakan kegiatan penyelidikan dan telah dilakukan pemeriksaan saksi terhadap sekitar 30 orang yang terkait dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembelian bidang tanah yang dilakukan oleh PT Adhi Persada Realti pada tahun 2012 sampai dengan 2013," Ketut menandaskan.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima pengembalian kerugian keuangan negara sebesar Rp 22 miliar dalam perkara tindak pidana korupsi proyek pembangunan gedung IPDN di Kemendagri Tahun Anggara 2011.

Pengembalian kerugian keuangan negara diterima KPK dari tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT Hutama Karya, PT Waskita Karya, dan PT Adhi Karya.

"KPK menerima cicilan pengembalian kerugian keuangan negara dari proyek pembangunan IPDN dari 3 BUMN," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis 12 Mei 2022.

 

Hutama Karya, Waskita Karya, dan Adhi Karya Kembali Uang ke KPK

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Untuk proyek pembangunan gedung IPDN di Gowa, Sulawesi Selatan, KPK menerima Rp 7 miliar dari PT Waskita Karya. Menurut Ali, Rp 7 miliar itu dari nilai kerugian keuangan negara sekitar sebesar Rp 27,2 miliar.

Sementara untuk proyek pembangunan gedung IPDN di Minahasa, Sulawesi Utara, KPK menerima Rp 5 miliar dari PT Adhi Karya. Menurut Ali, jumlah tersebut dari nilai kerugian keuangan negara sekitar sebesar Rp 19,7 miliar.

"KPK mengapresiasi sikap kooperatif dari pihak BUMN tersebut yang secara bertahap melakukan pembayaran kerugian keuangan negara. Saat ini KPK masih menunggu pelunasan pembayaran atas kerugian keuangan negara dimaksud," kata Ali.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan berkas Kepala Divisi Gedung atau Kepala Divisi I PT Waskita Karya Adi Wibowo. Adi bakal segera diadili dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan gedung IPDN Minahasa pada 2011.

"Tim jaksa telah menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti atau tahap dua untuk tersangka AW (Adi Wibowo) dari tim penyidik karena telah terpenuhinya seluruh kelengkapan isi berkas perkara," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (11/5/2022).

Dengan pelimpahan dari tim penyidik kepada tim penuntut umum, maka penahanan Adi Wibowo menjadi kewenangan tim jaksa KPK. Adi Wibowo masih akan ditahan selama 20 hari ke depan sampai 29 Mei 2022.

"Ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur," kata Ali.

Tim jaksa KPK bakal menyusun surat dakwaan Adi dalam 14 hari kerja. Setelah rampung, surat dakwaan itu nantinya akan diserahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakspus).

"Persidangan diagendakan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," kata Ali.

 

Tersangka Korporasi

KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). KPK merilis Indeks Penilaian Integritas 2017. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menjerat PT Waskita Karya sebagai tersangka korporasi dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Gedung IPDN di Gowa, Sulawesi Selatan.

"Itu nanti akan didalami, kalau bukti-bukti dalam proses penyidikan cukup kuat ada keterlibatan korporasi, dan ada persetujuan dari pihak manajemen atau jajaran direksi di perusahaan, tentu akan kita kenakan terhadap korporasi," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangannya, Kamis 17 Februari 2022.

Alex mengatakan, status PT Waskita Karya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak menyurutkan langkah tim lembaga antirasuah untuk mencari bukti keterlibatan korporasi dalam kasus korupsi.

"Bagaimana ini BUMN? Enggak ada urusannya. KPK sudah beberapa kali mempidanakan korporasi ya," ujar Alex.

Alex memastikam, jika pihaknya menemukan minimal dua alat bukti, maka tak ragu menjerat perusahaan pelat merah itu. Menurut Alex, KPK bakal mencari bukti dan memeriksa saksi untuk mendalami keterlibatan PT Waskita Karya dalam kasus ini.

"Artinya, kita tidak menghalangi BUMN menjadi tersangka korporasi. Nanti di proses penyidikan pasti akan kita dalami sejauh mana keterlibatan manajemen atau korporasi dalam proses pemberian suap," tutur Alex.

 

Mantan Direksi Jadi Tersangka

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Diketahui, KPK menetapkan mantan direksi PT Waskita Karya Adi Wibowo sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Gowa, Sulawesi Selatan, tahun anggaran 2011.

Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat mantan Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kemendagri Dudy Jocom (DJ) dan Kepala Divisi Konstuksi VI PT Adhi Karya (AK) Dono Purwoko (DP).

Adi diduga melakukan pengaturan bagi calon pemenang lelang proyek Gedung Kampus IPDN Gowa, Sulawesi Selatan, dengan nilai kontrak sebesar Rp 125 miliar. Pengaturan dilakukan dengan meminta pihak kontraktor lain mengajukan penawaran di atas nilai proyek PT Waskita Karya.

Adi diduga juga menyusun dokumen kontraktor lain sedemikian rupa sehingga tidak memenuhi persyaratan dan mempermudah PT Waskita Karya dimenangkan atas lelang proyek tersebut.

Agar pembayaran bisa dilakukan 100 persen, Adi diduga memalsukan progres pekerjaan hingga mencapai 100 persen. Padahal fakta di lapangan hanya mencapai progres 70 persen serta adanya pencantuman perubahan besaran denda yang lebih ringan dalam kontrak pekerjaan.

Adi juga diduga menyetujui pemberian sejumlah uang maupun barang bagi PPK maupun pihak-pihak lain di Kemendagri. Akibat perbuatan Adi dan kawan-kawan, negara diduga mengalami kerugian sejumlah Rp 27 miliar dari nilai kontrak sebesar Rp 125 miliar.

Infografis Jaksa Agung dan Wacana Kajian Hukuman Mati Koruptor. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Jaksa Agung dan Wacana Kajian Hukuman Mati Koruptor. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya