Rumah Lawan Covid di Kota Tangsel Sudah Sebulan Tak Lagi Rawat Pasien

Meski begitu, Pemkot Tangsel akan tetap menyiagakan Rumah Lawan Covid sebagai lokasi isolasi dan perawatan pasien Covid-19.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 17 Jun 2022, 10:26 WIB
Diterbitkan 17 Jun 2022, 10:26 WIB
Ilustrasi Covid-19, virus corona
Ilustrasi Covid-19, virus corona. Kredit: Miroslava Chrienova via Pixabay

 

Liputan6.com, Tangerang - - Meski kasus harian Covid-19 meningkat lagi, ternyata Rumah Lawan Covid-19 (RLC) di kawasan Tandon Ciater, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), sudah tak lagi merawat pasien Covid-19.

"Iya, sudah satu bulan ini tidak ada pasien Covid-19 yang ditangani di sana," ungkap Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie, Jumat (17/6/2022).

Meski begitu, Benyamin memastikan, bila Pemkot Tangsel akan tetap menyiagakan RLC sebagai lokasi isolasi dan perawatan pasien Covid-19. Namun, kapasitas tempat tidur pasien yang semula 300 tempat tidur, dikurangi menjadi 150 tempat tidur.

"RLC tetap disiagakan untuk penanganan Covid, terutama yang zona 2 dengan tempat tidur," kata Benyamin.

Lalu, petugas medis yang semula siaga penuh di lokasi RLC, kini dikurangi dengan sistem piket. Para petugas medis pun bertugas di fasilitas kesehatan yang sewaktu-waktu siap untuk kembali bertugas kembali ke RLC.

"Karena di RLC belum ada yang ditangani, maka tenaga medis tersebut dikembalikan dulu ke OPD nya. Dan mereka selalu siap setiap saat dipanggil ke RLC bila dibutuhkan," katanya.

Seperti diketahui, Rumah Lawan Covid kedua ini dibangun menyerupai glamping. Terdiri dari 15 rumah cluster yang bisa menampung sekitar 300 orang, dilengkapi dengan fasilitas sangat lengkap mulai dari toilet yang bersih, ruang makan, ruang sholat, ruang rileks, fasilitas olah raga, dan lainnya.

Selain televisi untuk melihat berita atau acara lainnya, petugas juga memasang akses wifi bagi pasien yang ingin melihat berita secara online atau daring. Juga ada tempat untuk menyetrika pakaian, mesin cuci, dispenser air minum, dan musholla.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Diprediksi Naik 20 Ribu per Hari

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin memprediksi kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia akibat subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 menyentuh angka 20.000 per hari. Adapun kasus Covid-19 di tanah air bertambah 1.000 pada Rabu, 15 Juni 2022.

"Kira-kira nanti ya estimasi berdasarkan data di Afrika Selatan, mungkin puncaknya kita di 20.000 per hari," kata Budi Gunadi di Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Kamis (16/6/2022).

Menurut dia, lonjakan kasus akibat BA.4 dan BA.5 hanya sepertiga dari puncak varian Delta dan Omicron. Saat itu, kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 60.000 per hari.

"Kami mempelajari polanya BA.4, BA.5 di negara lain seperti apa. Jadi, kita amati di Afrika Selatan sebagai negara pertama yang BA.4, BA.5 masuk, puncaknya itu sepertiga dari puncaknya Omicron atau Delta sebelumnya," jelasnya.

Kendati ada lonjakan kasus Covid-19, kata Budi, tingkat fatalitas atau kematian akibat BA.4 dan BA.5 jauh lebih rendah dibandingkan varian Delta dan Omicron. Sehingga, dia memperkirakan kenaikan kasus paling tinggi akibat subvarian ini berada di angka 20.000 per hari.

"Yang kita perlu lihat adalah bahwa fatality ratenya atau kematiannya itu jauh lebih rendah mungkin 1/12 atau 1/10 dari Delta dan Omicron. Jadi, kita percaya bahwa nanti akan ada kenaikan kira-kira maksimalnya mungkin 20.000 per hari gitu," ujar Budi.

Dia memprediksi puncak gelombang BA.4 dan BA.5 diprediksi akan terjadi pada minggu ketiga Juli 2022. Namun, Budi meyakini kasus Covid-19 di Indonesia akan kembali menurun.

"(Puncak) 1 bulan sesudah (kasus) diidentifikasi. Jadi sekitar minggu ketiga, minggu ke-4 Juli dan kemudian nanti akan turun kembali," tutur dia.

Perkiraan Minggu Ketiga Juli

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan puncak kasus subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 akan terjadi pada minggu ketiga Juli. Menurut dia, puncak gelombang varian baru biasanya terjadi 1 bulan usai penemuan kasus pertama.

"Jadi seharusnya di minggu kedua Juli, minggu ketiga Juli kita akan melihat puncak kasus dari BA.4 dan BA.5A ini," kata Budi Gunadi dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Senin (13/6/2022).

Dia menyebut beberapa negara saat ini mengalami kenaikan kasus Covid-19 akibat subvarian Omicron BA.4 dan BA.5. Budi menuturkan puncak dari penularan varian BA.4 dan BA.5 sekitar sepertiga dari puncak Delta dan Omicron.

Selain itu, kata dia, kasus BA.4 dan BA.5 yang dirawat di rumah sakit juga hanya sepertiga dari kasus varian Delta dan Omicron. Sementara itu, kasus kematian akibat BA.4 dan BA.5 sepersepuluh dari Delta dan Omicron.

"Jadi walaupun memang BA.4 dan BA.5 ini menyebabkan kenaikan kasus di beberapa negara di dunia tetapi puncak dari kenaikan kasusnya maupun hospitalisasinya maupun kematiannya jauh lebih rendah dibandingkan Omicron yang awal," jelasnya.

Budi melaporkan ada delapan kasus subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Indonesia. Sebanyak lima kasus merupakan transmisi lokal dimana empat diantaranya terdeteksi di DKI Jakarta.

Adapun tiga kasus lainnya merupakan imported case atau berasal dari pelaku perjalanan luar negeri (PPLN). Mereka datang dari Mauritius Afrika, Amerika, dan Brazil saat acara Global Platform for Disaster Risk Reduction di Bali.

"Nah, sisanya yang 5 adalah kasus transmisi lokal. 4 terdeteksi di Jakarta, 1 terdeteksi di Bali, yang bersangkutan adalah tenaga media juga yang datang dari Jakarta," tutur Budi Gunadi.

 

Infografis Boleh Lepas Masker Kode Keras Pandemi ke Endemi Covid-19
Infografis Boleh Lepas Masker Kode Keras Pandemi ke Endemi Covid-19 (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya