KPK Dalami Proses Pencairan Suap dari PT Summarecon Agung ke Eks Walkot Yogyakarta

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami proses pencairan suap oleh PT. Summarecon Agung untuk diberikan kepada mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 13 Jul 2022, 12:48 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2022, 12:14 WIB
FOTO: Masa Penahanan Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti Diperpanjang
Mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/6/2022). KPK memperpanjang masa penahanan Haryadi Suyuti sebagai tersangka terkait dugaan suap izin pembangunan Apartemen di Pemkot Yogyakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami proses pencairan suap oleh PT. Summarecon Agung untuk diberikan kepada mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

Suap diberikan PT. Summarecon Agung untuk memuluskan perizinan pembangunan apartemen Royal Kedhaton di kawasan Malioboro, Yogyakarta.

Hal tersebut didalami tim penyidik KPK saat memeriksa staf Akunting PT. Sumarecon Agung Yudith, karyawan PT. Grahacipta Hadiprana Firduase Santiaji, dan staf Finance PT Summarecon Marcella Devita. Mereka diperiksa di Gedung KPK pada Selasa, 12 Juni 2022 kemarin.

"Ketiga saksi hadir dan didalami antara lain terkait dengan proses pencairan keuangan di PT SA (Summarecin Agung) Tbk untuk pengajuan izin apartemen ke Pemkot Yogyakarta," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (13/7/2022).

Selain itu, tim penyidik juga menduga bukan hanya Haryadi Suyuti yang menerima suap dari PT. Summarecon Agung. KPK menduga ada pihak lain yang turut menerima uang haram PT. Summarecon Agung.

"Dikonfirmasi juga dugaan adanya aliran uang untuk HS (Haryadi) dan beberapa pihak lainnya dalam proses pengajuan izin apartemen dimaksud," kata Ali.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yakni eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana, dan sekretaris pribadi Haryadi bernama Triyanto Budi Yuwono sebagai penerima suap.

Lalu tersangka pemberi suap yakni Vice President Real Estate Summarecon Agung Oon Nusihono.

Sebelumnya, Direktur Proyek PT. Sumarecon Agung Jason Lim dicecar tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait aliran suap yang masuk ke mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

Jason Lim dicecar hal itu saat diperiksa terkait kasus dugaan suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta. Jason Lim diperiksa di Gedung KPK pada Senin, 11 Juli 2022.

"Dikonfirmasi lebih lanjut terkait dugaan aliran uang untuk tersangka HS (Haryadi Suyuti)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (12/7/2022).

Kronologi Kasus Penyuapan

FOTO: Masa Penahanan Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti Diperpanjang
Mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/6/2022). KPK memperpanjang masa penahanan Haryadi Suyuti sebagai tersangka terkait dugaan suap izin pembangunan Apartemen di Pemkot Yogyakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan konstruksi kasus dugaan suap Wali Kota Yogyakarta (2017-2022) Haryadi Suyuti (HS).

Menurut dia, kasus dimulai pada sekitar 2019. Saat itu, tersangka Oon Nusihono (ON) selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk melalui Dandan Jaya selaku Dirut PT JOP (Java Orient Property), mengajukan permohonan IMB (izin mendirikan bangunan). PT JOP adalah anak usaha dari PT. Summarecon Agung Tbk.

"Mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta," kata Alex saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat 8 Juli 2022.

Kemudian, kata Alex, proses permohonan izin berlanjut pada 2021 dan untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi Suyuti yang saat itu menjabat selaku Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022.

"Diduga ada kesepakatan antara ON (Oon) dan HS (Haryadi) antara lain HS berkomitmen akan selalu 'mengawal' permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung," kata Alex.

Dia mengungkap, dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuh, yaitu terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.

Diterbitkan Surat Rekomendasi

Alex memastikan, Haryadi mengetahui terjadi kendala di lapangan. Dia pun menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodasi permohonan Oon dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan.

“Selama proses penerbitan izin IMB ini, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp 50 juta dari ON untuk HS melalui NWH (Nurwidhihartana), Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, dan TBY (Triyanto Budi Yuwono), Sekretaris Pribadi merangkap ajudan HS,” bongkar Alex.

Atas skema tersebut, akhirnya pada 2022, IMB pembangunan Apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP bisa terbit dan pada 2 Juni 2022. ON pun datang ke Yogyakarta untuk menemui HS di rumah dinas jabatan wali kota dan menyerahkan uang sejumlah sekitar USD 27.258.

“Uang itu dikemas dalam tas goodiebag melalui TBY sebagai orang kepercayaan HS dan sebagian uang tersebut juga diperuntukkan bagi NWH,” tutur Alex.

Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya