Simak! 5 Penjelasan Kemendikbudristek Guna Luruskan Miskonsepsi Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka ditujukan untuk mengatasi krisis pembelajaran yang terjadi saat ini, salah satunya akibat dampak dari pandemi Covid-19.

oleh Gilar Ramdhani pada 05 Agu 2022, 15:23 WIB
Diperbarui 05 Agu 2022, 15:25 WIB
Simak! 5 Penjelasan Kemendikbudristek Guna Luruskan Miskonsepsi Kurikulum Merdeka
Kepala BSKAP Kemendikbudristek, Anindito Aditomo pada Silaturahmi Merdeka Belajar (SMB) bertajuk “Meluruskan Miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka”, secara daring, Kamis (21/7).

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka tahun ajaran 2022/2023. Kurikulum Merdeka ini ditujukan untuk mengatasi krisis pembelajaran yang terjadi, salah satunya akibat dampak dari pandemi Covid-19.

Hingga sekarang, sudah banyak satuan pendidikan yang mulai mencoba mengimplementasikan Kurikulum Merdeka lewat jalur mandiri. Namun, banyak miskonsepsi terkait implementasi Kurikulum Merdeka ini.

Untuk meluruskan miskonsepsi tersebut, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (Kepala BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Anindito Aditomo, memberikan 5 penjelasan terkait miskonsepsi tersebut.

5 Penjelasan Kemendikbudristek

Pertama, Kurikulum Merdeka sebagai alat perbaikan di sekolah dan kelas. Kedua, bahwa ada penerapan  Kurikulum Merdeka yang benar atau salah secara absolut.

“Kurikulum  diterapkan sekolah A berbeda dengan sekolah B. Kriteria benar atau salah penerapan Kurikulum Merdeka adalah apakah penerapan menstimulasi tumbuh kembang karakter dan kompetensi anak didik. Yang bisa tahu terjadi atau tidak adalah bapak/ibu guru yang di kelas,” terang Anindito, pada Silaturahmi Merdeka Belajar (SMB) bertajuk “Meluruskan Miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka”, secara daring, Kamis (21/7).

Meluruskan Miskonsepsi Kurikulum Merdeka

Meluruskan Miskonsepsi Kurikulum Merdeka
Silaturahmi Merdeka Belajar (SMB) bertajuk “Meluruskan Miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka”, secara daring, Kamis (21/7).

Selanjutnya, hal ketiga yang perlu diperhatikan adalah adanya miskonsepsi yang menyatakan harus menunggu pelatihan dari pusat sebelum menerapkan Kurikulum Merdeka. 

“Jangan menunggu dari pusat, guru dapat  mengambil inisiatif untuk mengembangkan kapasitas secara mandiri. Peran Kemendikbudristek adalah menyediakan sumber daya atau perangkat untuk digunakan sekolah secara mandiri sesuai konteksnya sendiri,” terang Anindito. 

Keempat adalah miskonsepsi terkait proses belajar menerapkan Kurikulum Merdeka bisa instan, sekali belajar dan pelatihan langsung bisa dan tuntas. Penting untuk diperhatikan agar terus melakukan penerapan siklus  belajar dan direfleksikan. Kelima, adanya miskonsepsi bahwa Kurikulum Merdeka hanya bisa diterapkan di sekolah fasilitas lengkap. 

“Justru Kurikulum Merdeka fleksibel sehingga bisa diterjemahkan dan diturunkan serta diterapkan di manapun, dioperasionalkan menjadi kurikulum yang dibutuhkan sekolah-sekolah yang ada di pelosok dengan fasilitas minim,” jelas Anindito. 

“Prinsip utamanya adalah berorientasi pada murid dengan memprioritaskan tumbuh kembang anak secara utuh, mementingkan pengembangan kompetensi dan karakter murid. Kurikulum Merdeka memudahkan dan mendorong guru untuk berorientasi pada murid, misalnya berfokus pada materi esensial, jadi materi tiap mata  pelajaran lebih sedikit sehingga guru tidak perlu terburu-buru dalam mengajar. Guru bisa menggunakan metode yang lebih interaktif, lebih mendalam, dan lebih menyenangkan,” tambahnya.

Memusatkan Pembelajaran pada Siswa

Memusatkan Pembelajaran pada Siswa
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, Suparmin Setto pada Silaturahmi Merdeka Belajar (SMB) bertajuk “Meluruskan Miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka”, secara daring, Kamis (21/7).

Senada dengan Anindito, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, Suparmin Setto, mengatakan kata kunci dari penerapan Kurikulum Merdeka adalah memusatkan pembelajaran pada siswa dan berdasarkan pada kebutuhan siswa, tidak bisa disamaratakan, dan harus berbasis pada asesmen diagnosis. 

“Untuk implementasi Kurikulum Merdeka pada jenjang sekolah dasar ruhnya sudah dapat dengan berorientasi  pada siswa. Siswa jangan berorientasi pada guru, ataupun kepentingan guru. Guru jangan sampai terbelenggu kepada tataran administrasi, tetapi orientasi materi esensial,” terang Suparmin.

“Ada guru yang mengajar mengatakan bahwa materi sudah habis. Sebetulnya jangan berbicara materi sudah habis, tetapi bagaimana cara guru itu sendiri mengembangkan target untuk siswa berkembang secara holistik,” tambahnya.

Pada kesempatan yang berbeda Anindito mengatakan bahwa tidak ada pembatalan implementasi Kurikulum Merdeka. Surat Keputusan (SK) Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Nomor 044/H/KR/2022 yang ditandatangani 12 Juli 2022 adalah untuk menetapkan lebih dari 140 ribu satuan pendidikan yang menerapkan Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran 2022/2023. 

“SK tersebut merevisi SK sebelumnya karena terdapat perubahan beberapa satuan pendidikan yang melakukan refleksi dan mengubah level implementasinya, misalnya dari level mandiri belajar ke mandiri berubah atau sebaliknya,” terang Anindito.

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya