Imigrasi Bandara Soetta Ringkus Tiga Pembisnis Kelapa Sawit Malaysia karena Visa Palsu

Saat tiga pengusaha ini tiba dan dilakukan pemeriksaan keimigrasian di tempat pemeriksaan Imigrasi, petugas menemukan bahwa visa C314 (Investor) yang dipergunakan oleh OB dan SZ tidak tercatat dalam sistem penerbitan visa Direktorat Jenderal Imigrasi.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 18 Agu 2022, 17:07 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2022, 17:04 WIB
Imigrasi Bandara Soetta meringkus tiga pengusaha kelapa sawit asal Malaysia, yang tiba di Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta, dengan menggunakan visa palsu. (Liputan6.com/Pramita Tristiawati)
Imigrasi Bandara Soetta meringkus tiga pengusaha kelapa sawit asal Malaysia, yang tiba di Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta, dengan menggunakan visa palsu. (Liputan6.com/Pramita Tristiawati)

Liputan6.com, Jakarta Imigrasi Bandara Soekarno Hatta (Soetta) meringkus tiga pengusaha kelapa sawit asal Malaysia, yang tiba di Indonesia melalui Bandara Soetta dengan menggunakan visa palsu. 

Ketiganya adalah berinisial AMK (45), OB (44), dan SZ (30). Mereka mengaku memiliki jabatan penting di perusahaan pengelola kelapa sawit di Malaysia, yang biasa impor ke Afganistan. Namun, meski lama di Malaysia, ketiganya diketahui berwarnanegara Pakistan.

"Dari keterangan awal, ketiganya ini memiliki jabatan penting di perusahaan. Seperti OB, dia adalah pemilik sekaligus Direktur PT AGSB, lalu SZ bekerja sebangai General Manager di perusahaan yang sama. Sementara AMK mengaku sebagai CEO di PT MOI, yang kedua perusahaan tersebut berlokasi di Malaysia," ungkap Kepala Kantor Imigrasi Soekarno Hatta, Muhammad Tito Adrianto, Kamis (18/8/2022).

Ketiganya mencoba masuk ke Indonesia melalui bandara Soetta dari Kuala Lumpur pada 15 Agustus 2022 lalu, dengan menggunakan dua penerbangan berbeda, yakni Malindo Air dan Batik Air. Namun, saat dipertemukan dan diinterogasi, ketiganya mengaku saling kenal.

Pada saat yang bersangkutan tiba dan dilakukan pemeriksaan keimigrasian di tempat pemeriksaan Imigrasi, petugas menemukan bahwa visa C314 (Investor) yang dipergunakan oleh OB dan SZ tidak tercatat dalam sistem penerbitan visa Direktorat Jenderal Imigrasi.

Sementara visa C314 yang dimiliki oleh AMK tercatat dalam sistem penerbitan visa ternyata milik orang asing atas nama ANU dengan sponsor SIJ.

Curiga dengan hal tersebut, ketiganya kemudian diserahkan kepada Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

"Ternyata di Malaysia sebelum berangkat ke Indonesia, ketiga pelaku mengakui tidak pernah mengajukan permohonan Visa Republik Indonesia melalui Aplikasi Visa Online Ditjen Imigrasi, mereka menggunakan agen pengurus visa berinisial RM dan RH, yang keduanya juga WN Pakistan. Bahkan OB merogoh kocek hingga 15.000 Ringgit," tutur Tito.

 

 

Dalami Unsur Kesengajaan

Imigrasi Bandara Soetta meringkus tiga pengusaha kelapa sawit asal Malaysia, yang tiba di Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta, dengan menggunakan visa palsu. (Liputan6.com/Pramita Tristiawati)
Imigrasi Bandara Soetta meringkus tiga pengusaha kelapa sawit asal Malaysia, yang tiba di Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta, dengan menggunakan visa palsu. (Liputan6.com/Pramita Tristiawati)

Sementara, Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Kabid Gakim) Bandara Soekarno-Hatta, Andhika Pandu Kurniawan mengatakan, bila kedatangan ketiga pengusaha kelapa sawit ke Indonesia itu untuk urusan bisnis. 

"Jadi, kedua perusahaan yang dipimpin ketiganya, memiliki kerjasama dalam ekspor minyak sawit dari Malaysia ke Afghanistan. Berdasarkan pengakuan ketiganya, mereka akan melakukan kunjungan bisnis ke tiga perusahaan sawit di Indonesia dengan inisial GA, GPO, dan APO yang ketiganya berlokasi di Jakarta," tutur Pandu.

Namun, Kantor Imigrasi Bandara Soetta masih akan mendalami kasus pemalsuan visa ini. Apakah benar, ketiganya sama sekali tidak mengetahui menggunakan visa palsu, atau ketiganya mengetahui namun masih tetap nekat melakukan perjalanan masuk ke Indonesia.

"Jika mereka tidak mengetahui, berarti ketiganya adalah korban dan akan dideportasi atau pengusiran. Kalaupun tahu, mereka akan didakwa dan dapat dijerat dengan Pasal 121 huruf (b) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000," ujarnya.

Pandu mengatakan hingga saat ini pihaknya masih melakukan penahanan kepada tiga WN Pakistan terdebut di ruang detensi Kanim Imigrasi Soetta. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya