KPK: Rotasi Pegawai Bisa Putus Mata Rantai Suap Penanganan Perkara di MA

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyarankan Mahkamah Agung (MA) segera memutus mata rantai suap penanganan perkara di MA.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 25 Sep 2022, 12:15 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2022, 12:15 WIB
Menko Polhukam Bersama Wakil Ketua KPK Jelaskan Kondisi Papua Pasca Lukas Enembe Jadi Tersangka Korupsi
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (tengah) didampingi Menko Polhukam Mahfud MD (kiri) dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana (kanan) menyampaikan keterangan terkait situasi Papua usai penetapan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus korupsi di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (19/9/2022). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyarankan Mahkamah Agung (MA) segera memutus mata rantai suap penanganan perkara di MA. Salah satu cara terbaik memutus mata rantai tersebut dengan memutasi para pegawai.

"Itu harus diputus mata rantainya dengan mutasi dan rotasi pegawai, dan harus secara rutin. Mungkin setiap dua atau tiga tahun sekali, kan," ujar Alex dalam keterangannya, Minggu (25/9/2022).

Dengan seringnya memutasi dan merotasi para pegawai MA, menurut Alex hal itu akan memutus jaringan para pegawai. Alex menyarankan tidak hanya hakim saja yang dirotasi, namun pegawai-pegawai lainnya.

"Sehingga dia tidak sempat membangun jaringan di dalam, ini mungkin perlu dipertimbangkan oleh MA untuk memutar pegawai-pegawai, jangan hanya hakim saja, termasuk panitera," kata Alex.

Menurut Alex, jika tak ada rotasi dan mutasi di kalangan pegawai di MA, maka jaringan sang pegawai akan semakin kuat dan memungkinkan adanya kongkalikong antara pegawai MA dengan pihak luar.

"Saya membayangkan pegawai-pegawai tersebut sudah lama di MA. Bisa jadi, karena mereka sudah lama, mereka sudah begitu mengenal modus-modus atau mengenal pengacara-pengacara dan lain sebagainya," kata Alex.

"Karena umumnya para pengacara itu lewat panitera kedekatannya, dari beberapa kasus yang ditangani KPK, dan seperti itu," Alex menandaskan.

KPK membuka peluang memeriksa Ketua Mahkamah Agung (MA) HM Syarifuddin dan hakim agung lainnya dalam kasus dugaan suap penanganan perkara perdata yang menjerat Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati.

"Jadi sepanjang diduga tahu perbuatan para tersangka, tentu pasti siapa pun akan dipanggil sebagai saksi dalam perkara ini," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Minggu (25/9/2022).

Periksa Saksi untuk Kebutuhan Penyidikan

KPK Tahan Hakim Agung Sudrajad Dimyati
Hakim Agung, Sudrajad Dimyati (rompi oranye) saat dihadirkan saat rilis penetapan penahanan di Gedung KPK Jakarta, Jumat (23/9/2022). Hakim Agung Sudrajad Dimyati ditahan KPK usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ali menyebut, pemeriksaan saksi dilakukan lantaran kebutuhan penyidikan. Menurut Ali, siapa yang diduga mendengar, mengetahui, atau melihat kejadian suatu pidana maka akan dimintai keterangan untuk membuat perkara lebih terang.

"Penyidik memanggil saksi karena ada keperluan agar lebih jelas dan terang perbuatan para tersangka," kata Ali.

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud Md menyebut, terdapat hakim agung lain yang diduga terlibat dalam kasus yang menjerat Sudrajad Dimyati. Mahfud menduga hakim agung lain yang terlibat yakni dua orang.

"Ada hakim agung yang katanya terlibat, kalau enggak salah dua, itu juga harus diusut, dan hukumannya harus berat juga, karena ini hakim. Hakim itu kan benteng keadilan ya," ucap Mahfud dalam kanal YouTube, Sabtu, 24 September 2022.

Mahfud mewanti-wanti jangan sampai ada yang berusaha melindungi hakim yang terlibat kasus korupsi. Menurut Mahfud, hanya kerugian yang didapat dari melindungi hakim yang korup.

"Jangan sampai ada yang melindungi, karena sekarang zaman transparan, zaman digital. Kalau Anda melindungi, Anda akan ketahuan bahwa Anda yang melindungi dan anda dapat apa," kata Mahfud.

Sudrajat Dimyati Temui Pimpinan MA

KPK Tahan Hakim Agung Sudrajad Dimyati
Hakim Agung, Sudrajad Dimyati (rompi oranye) saat dihadirkan saat rilis penetapan penahanan di Gedung KPK Jakarta, Jumat (23/9/2022). KPK resmi menahan Hakim Agung, Sudrajad Dimyati sebagai tersangka suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sementara, Ketua Kamar Pengawasan MA Zahrul Rabain menyebut bila Sudrajad Dimyati sempat menemui Ketua MA Syarifuddin pada Jumat, 23 September 2022. Zahrul menyebut, Dimyati menemui Syarifuddin untuk menjelaskan kasus yang menyeretnya menjadi tersangka KPK.

"Pagi tadi Pak SD (Sudrajad Dimyati) masuk ke kantor, dan sempat mendatangi pimpinan MA," ujar Zahrul Rabain dalam jumpe pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 23 September 2022.

Zahrul menyebut Dimyati menemui Syarifuddin untuk menyampaikan soal pemanggilan KPK. Dalam pertemuan itu, kata Zahrul, Ketua MA menanyakan mengenai perkara yang membuat Dimyati menjadi tersangka.

Syarifuddin, kata dia, juga menanyakan siapa saja yang terlibat dalam perkara itu. Menurut Zahrul, pertemuan yang terjadi merupakan hal wajar. Sebab, sebagai hakim agung, Dimyati ingin melaporkan kepada atasannya.

"Dia cuma sowan," kata Zahrul.

Menurut Zahrul, dalam pertemuan itu Syarifuddin menyarankan kepada Dimyati untuk kooperatif dan memenuhi panggilan KPK. Dimyati pun merespons dengan baik dan menyerahkan diri ke KPK.

10 Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka

KPK Tahan Hakim Agung Sudrajad Dimyati
Hakim Agung, Sudrajad Dimyati (rompi oranye) sesaat sebelum dihadirkan saat rilis penetapan penahanan di Gedung KPK Jakarta, Jumat (23/9/2022). Hakim Agung Sudrajad Dimyati ditahan KPK usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Dalam kasus ini, KPK menetapkan 10 orang sebagai tersangka. Sebagai penerima suap, Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati, panitera pengganti MA Elly Tri Pangestu, PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria, dan Muhajir Habibie serta dua PNS MA Nurmanto Akmal serta Albasri.

Sementara, yang diduga sebagai pemberi suap yakni dua orang pengacara bernama Yosep Parera dan Eko Suparno, serta dua pengurus koperasi Intidana, yakni Heryanto Tanaka, serta Ivan Dwi Kusuma Sujanto.

Dimyati disangka menerima suap terkait dengan kasasi pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Dimyati diduga menerima Rp800 juta untuk memutus koperasi tersebut telah bangkrut.

Kasus kepailitan Koperasi Simpan Pinjam Intidana ini sendiri telah diputus oleh Mahkamah Agung. Dimyati yang menjadi hakim ketua dalam perkara itu menyatakan koperasi yang beroperasi di Jawa Tengah tersebut pailit.

Padahal dalam tingkat pertama dan kedua, gugatan yang diajukan oleh Ivan dan Heryanto itu ditolak.

Hasil OTT KPK di Jakarta dan Semarang

Tumpukan Uang Barang Bukti Suap Pengurusan Perkara di Mahkamah Agung
Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) bersama Petugas KPK menunjukkan barang bukti saat konferensi pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) perkara suap di Mahkamah Agung di gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/9/2022). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Penetapan tersangka ini merupakan hasil gelar perkara pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta dan Semarang pada Rabu, 21 September 2022 hingga Kamis, 22 September 2022.

Dalam OTT itu, KPK mengamankan delapan orang, yakni Desy Yustria, Muhajir Habibie, Edi Wibowo, Albasri, Elly Tri, Nurmanto Akmal (PNS MA), Yosep Parera, dan Eko Suparno. Dalam OTT itu, tim KPK juga mengamankan uang yang diduga suap senilai SGD205.000 dan Rp50 juta.

Uang SGD205.000 diamankan saat tim KPK menangkap Desy Yustria dikediamannya. Sementara uang Rp50 juta diamankan dari Albasri yang menyerahkan diri ke Gedung KPK.

Atas perbuatannya, Heryanto Tanaka, Ivan Dwi Kusuma Sujanto, Yosep, dan Eko Suparno yang diduga sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara Dimyati, Elly Tri Pangestu, Desy Yustria, Nurmanto Akmal, Albasri, dan Muhajir Habibie yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya