Liputan6.com, Jakarta - Satu per satu kebobrokan di internal Polri terungkap. Belum juga tuntas kasus pembunuhan berencana yang diduga didalangi mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo dan Tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan ratusan orang, wajah institusi Polri kembali tercoreng.
Irjen Teddy Minahasa yang sebentar lagi akan dilantik menjadi Kapolda Jawa Timur (Jatim) menggantikan Irjen Nico Afinta justru ditangkap jajaran Divisi Propam Polri diduga terkait kasus narkoba.
Ironisnya, penangkapan dilakukan kurang dari seminggu setelah Surat Telegram pengangkatan Teddy Minahasa menjadi Kapolda Jatim keluar. Bahkan rencananya, acara serah terima jabatan (Sertijab) Kapolda baru akan dilaksanakan pekan depan.
Advertisement
Kabar penangkapan jenderal bintang dua ini pertama kali diungkap oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Dugaan ini semakin menguat setelah Teddy Minahasa menjadi satu-satunya kapolda yang tidak menghadiri pengarahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/10/2022) siang.
Baca Juga
Penangkapan Teddy Minahasa alias Irjen TM terkait kasus narkoba pun akhirnya dikonfirmasi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo setelah selesai mengikuti pengarahan Presiden Jokowi di Istana. Kapolri kemudian menggelar konferensi pers khusus di Mabes Polri pada Jumat sore.
Listyo mengatakan, penangkapan Teddy merupakan pengembangan kasus peredaran narkoba yang ditangani penyidik Polda Metro Jaya. Dari tiga masyarakat sipil yang ditangkap, terungkap bahwa ada keterlibatan sejumlah anggota polisi dalam bisnis gelap narkoba tersebut.
"Dilakukan pengembangan dan ternyata mengarah melibatkan anggota polisi berpangkat Bripka dan Kompol jabatan Kapolsek," kata Listyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/10/2022).
Kapolri terus meminta jajaran Polda Metro Jaya mengembangkan temuan tersebut hingga didapati keterlibatan polisi berpangkat AKBP yang merupakan mantan Kapolres Bukit Tinggi, Sumatera Barat.Â
"Dari situ kita melihat ada keterlibatan Irjen TM. Atas dasar hal tesebut kemarin saya minta Kadiv Propam menjemput dan melakukan pemeriksaan terhadap Irjen TM," ujar Listyo.
Setelah dilakukan gelar perkara, Propam Polri menetapkan Irjen Teddy Minahasa sebagai terduga pelanggar kode etik berat. Saat ini, mantan ajudan Wapres Jusuf Kalla tersebut telah ditempatkan di tempat khusus (patsus) untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Atas kasus ini, Irjen Teddy Minahasa pun terancam sanksi Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) alias pemecatan. Selain itu, Kapolri juga memerintahkan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran untuk mengurus perkara pidananya.
Lebih lanjut, Listyo menyatakan bahwa penangkapan Irjen Teddy Minahasa ini merupakan bagian komitmen Polri dalam menindak tegas kejahatan narkoba tanpa pandang bulu. Ini juga sekaligus komitmen dirinya melakukan bersih-bersih Korps Bhayangkara.
"Sudah berkali-kali saya sampaikan kepada seluruh jajaran bahwa tidak ada yang bermain-main dengan masalah narkoba. Saya sudah sering sampaikan, siapapun yang terlibat tak peduli pangkatnya apa, jabatannya apa pasti kita tindak tegas. Ini bagian komitmen kami untuk melakukan bersih-bersih di institusi Polri," ucap Kapolri.
Karena kasus ini, Kapolri terpaksa menerbitkan Surat Telegram baru untuk membatalkan penunjukan Irjen Teddy Minahasa sebagai Kapolda Jatim. Dalam Surat Telegram nomor ST/2223/X/KEP./2022 tertanggal 14 Oktober 2022, Kapolri memutasi Teddy menjadi Pati Yanma Polri.
Sementara Kapolda Jatim kini diamanahkan kepada Irjen Toni Harmanto yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan.
Sementara itu, Polda Metro Jaya menetapkan Irjen Teddy Minahasa sebagai tersangka atas kasus kejahatan narkoba. Penetapan tersangka ini berdasarkan hasil gelar pekara yang dilakukan Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya pada Jumat (14/10/2022) siang.
Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Mukti Juharsa, menerangkan, Irjen Teddy Minahasa sebelumnya telah diperiksa secara maraton sejak Kamis (13/10) malam sebagai saksi.
"Tadi siang kita sudah gelar pekara dihadiri Dir Bareskrim Polri, Irswada, Kabid Propam dan Bidkum yang mana sudah menetapkan TM sebagai tersangka untuk per siang tadi hasil gelar perkara," katanya dalam konferensi pers, Jumat (14/10/2022) malam.
Jenderal bintang dua yang batal didapuk menjadi Kapolda Jatim ini pun terancam hukuman mati atas kasus kejahatan narkoba yang menjeratnya.
"Untuk pasal yang kami terapkan adalah Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 juncto Pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun," ujar Mukti.
Dia mengatakan bahwa Teddy Minahasa berperan mengendalikan barang bukti sabu seberat 5 kilogram, dengan rincian 3,3 kilogram sabu yang sudah diamankan dan 1,7 kilogram sabu yang dijual oleh mantan Kapolres Bukit Tinggi AKBP Dody Prawiranegara.
"Kapolda Sumbar sebagai pengendali barang bukti 5 kg sabu dari Sumbar di mana telah menjadi 3,3 kg barang bukti sabu yang kita amankan dan 1,7 kg sabu yang sudah dijual oleh saudara DG yang telah kita tahan dan diedarkan di Kampung Bahari," ungkap Mukti.
Adapun peran Teddy diungkap langsung oleh AKBP Dody yang semula menyimpan barang bukti dari A dan L. Kemudian, kepolisian mengejar AKBP D dan mendalami kasus peredaran narkoba tersebut. Akhirnya, AKBP D mengungkapkan keterlibatan Teddy dalam kasus ini.
"Dari keterangan saudara D, digunakan saudara A sebagai penghubung antara saudara D dan saudara L. Dari keterangan, saudara D dan L menyebutkan adanya keterlibatan Irjen Pol TM selaku Kapolda Sumbar," jelas Mukti.
Â
Penangkapan Teddy Minahasa Terkait Persaingan Faksi-Faksi?
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengapresiasi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menindak tegas anggotanya yang terlibat kasus kejahatan narkoba.Â
Menurut Bambang, penangkapan Irjen Teddy Minahasa dan sejumlah polisi terkait kasus dugaan jual beli narkoba ini justru dapat meningkatkan kepercayaan publik yang sempat tergerus akibat beberapa peristiwa menonjol belakangan ini.
"Kita apresiasi Kapolri dengan penangkapan seorang perwira tinggi. Ini juga sedikit mengobati duka masyarakat yang masih terngiang Tragedi Kanjuruhan. Dengan penangkapan ini, kepercayaan kepada kepolisian bisa cepat pulih," kata Bambang kepada Liputan6.com, Jumat (14/10/2022).
Kendati begitu, dia menilai bahwa indikasi oknum polisi terlibat dalam peredaran atau penyalahgunaan narkoba sangat besar. Sebab, polisi memiliki akses yang besar terhadap barang bukti dan juga jaringan bandar narkoba.
Jika polisi tidak memiliki integritas, maka akan mudah tergiur dengan barang haram tersebut. "Seperti dulu terjadi pada Dirnarkoba kalau tidak salah di Polda Kalimantan. Kemudian di Jawa Barat juga melibatkan personel kepolisian. Jadi jual beli narkoba bukan hal aneh," kata Bambang.
Karena itu, dia meminta supaya Polri lebih memperketat pengawasan di internal Korps Bhayangkara. Cara ini diyakini bisa mencegah oknum polisi yang ingin bermain-main dengan narkoba.
"Memang sudah sering kali terjadi. Tapi kita tidak menggeneralisir 400 ribu anggota polisi melakukan hal sama. Saya yakin masih banyak polisi jujur di luar itu. Tapi terkait penguna narkoba dan terkait distribusi narkoba itu bukan hal yang aneh," ucap Bambang.
Lebih lanjut, Bambang juga tak menutup mata soal adanya faksi-faksi di tubuh Polri. Menurut dia, hal ini tak lepas dari sistem pengawasan di internal Polri yang selama ini tidak berjalan efektif.
"Pengawasan di internal tidak efektif karena tidak jelas siapa mengawasi siapa, karena masing-masing tahu rekam jejak pelanggaran akhirnya muncul saling sandera. Karena saling sandera kepentingan itu akhirnya muncul faksi-faksi, kelompok-kelompok atau ada yang menyebut mafia," katanya.
Faksi-faksi tersebut saling mengorbitkan kelompoknya dalam karir di kepolisian yang memiliki tujuan dasar untuk melindungi kepentingan-kepentingan mereka di luar tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi).
"Terkait penangkapan TM asumsi yang muncul juga terkait persaingan faksi-faksi itu. Faksi-faksi itu punya pegangan perkara, tinggal kapan dikeluarkan atau ditembakkan kepada faksi yang mana. Selama antarfaksi tidak ada gesekan ya akan normal-normal saja, tetapi kalau ada yang tergesek akhirnya muncul efek domino," ujar Bambang.
"Terlepas dari sebuah insiden yang berada di luar rencana manusia, diawali kasus Ferdy Sambo, Kanjuruhan, dan sekarang TM. Percaya enggak percaya, ini kok ya bertepatan dengan hari kelahiran polisi jujur, Jenderal Hoegeng 14 Oktober 2021 atau 101 tahun Hoegeng Iman Santoso," sambung dia.
Bambang Rukminto menilai, Polri kelebihan wewenang dalam sektor keamanan. Menurut dia, penanganan dan pemberantasan narkoba sebaiknya diserahkan seluruhnya kepada Badan Narkotika Nasional (BNN). Selama ini, pemberantasan narkoba tidak efektif karena terjadi tumpang tindih antara BNN dengan Direktorat Tindak Pidana Narkoba Polri.Â
"Tapi problemnya BNN pun diisi polisi-polisi, akibatnya tumpang tindih. Dan ujung-ujungnya bukan efektifitas dan efisiensi, yang didapat malah kolaborasi bagi-bagi 'pelanggaran'," ujar dia.
Karena itu, perbaikan ini tidak bisa hanya dilakukan oleh Kapolri. Menurut dia, harus ada political will dari pemerintah untuk menata kelembagaan keamanan senyampang belum ada payung hukum berupa UU Keamanan.
"Problem keamanan itu sangat kompleks dan tak bisa direduksi hanya pada persoalan kerja-kerja kepolisian saja. Polri tidak bisa serakah untuk masuk ke semua sektor keamanan. Harus ada pembagian kewenangan, dan itu tidak bisa hanya diatur dengan peraturan-peraturan Kapolri," kata Bambang menandaskan.
Â
Indonesia Police Watch (IPW) juga turut mengapresiasi ketegasan Polri yang tidak pandang bulu dalam memberantas narkoba. Namun begitu, IPW menilai bahwa penangkapan Irjen Teddy Minahasa selaku perwira tinggi (Pati) Polri atas kasus narkoba sangat memprihatinkan.
"Penangkapan ini sangat memprihatinkan dan mencoreng wajah institusi Polri yang saat ini sedang disorot publik dengan peristiwa Duren Tiga dan Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan nyawa melayang," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan tertulisnya yang diterima Liputan6.com, Jumat (14/10/2022).
Sugeng menegaskan, IPW mendukung kerja kepolisian memberantas narkoba tanpa pandang bulu terhadap anggotanya. Tak terkecuali di level perwira tinggi dan pejabat strategis Polri.
"Dengan ditangkapnya pati Polri dalam penggunaan narkoba, maka Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus mendalami keterkaitan jaringan narkoba yang ada. Sebab, tidak mungkin seorang jenderal hanya sebagai pemakai tanpa mengetahui jaringan pemasok atau bandar narkoba tersebut," ucap dia.
Di sisi lain, Kapolri juga harus melakukan tes urine secara berkala terhadap para perwira tinggi dan perwira menengah Polri. Hal itu sebagai upaya deteksi dini dan pencegahan penyalahgunaan narkoba di kalangan polisi sebagai aparat penegak hukum.
"Narkoba memang menjadi musuh di institusi Polri sendiri. Banyak anggota yang telah dipecat terkait barang haram tersebut. Beberapa bulan lalu, Kapolres Bandara Soetta Kombes Edwin Hatorangan di-PTDH karena melakukan penyalahgunaan wewenang dalam penanganan kasus narkoba," katanya.
IPW mendukung sanksi berat berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias pemecatan diterapkan kepada Irjen Teddy Minahasa atas dugaan keterlibatannya dalam kasus narkoba.
"Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus tegas dalam penanganan kasus narkoba yang melibatkan Irjen Teddy Minahasa. Dan sesuai Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, maka akan terkena PTDH," ucap Sugeng menandaskan.
Senada dengan IPW, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Saputra Hasibuan mengaku prihatin atas penangkapan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa terkait kasus narkoba.
Namun begitu, ia berharap Teddy Minahasa diberikan sanksi berat berupa pemecatan jika memang terbukti terlibat dalam kejahatan narkoba. Bahkan jenderal bintang dua Polri itu juga harus mendapat ancaman pidana maksimal.
"Segera proses dan jerat ancaman hukumam berat. Bila cukup bukti menjual sabu 5 kg, berikan ancaman hukuman mati," kata Edi saat dihubungi Liputan6.com, Jumat.
Menurut dia, penangkapan ini menjadi bukti keseriusan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan bersih-bersih di internal Polri. Dia yakin, tindakan-tindakan tegas tanpa pandang bulu ini mampu kembali meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri.
"Insya Allah dengan ketegasan dan sanksi tegas akan menjadi pembelajaran bagi jajaran Polri lainnya. Dan tentu dengan tindakan tegas, cepat, dan transparan, publik akan yakin Kapolri tidak melindungi orang yang salah," ujar Edi Hasibuan.
"Saya yakin Kapolri bakal membuat reformasi total di Polri," katanya menandaskan.
Advertisement
Profil Teddy Minahasa si Polisi Tajir
Irjen Teddy Minahasa menjadi perhatian publik setelah ditunjuk Kapolri menjadi Kapolda Jawa Timur menggantikan Irjen Nico Afinta. Hal ini menyusul banyaknya desakan publik agar Kapolri mencopot Nico dari Kapolda Jatim buntut Tragedi Kanjuruhan.
Namun belum juga dilakukan Sertijab Kapolda Jatim, Irjen Teddy Minahasa justru ditangkap Propam Polri terkait kasus dugaan narkoba. Ironisnya, penangkapan terjadi hanya beberapa hari setelah Kapolri memberikan kepercayaan Teddy untuk memimpin Polda Jatim.
Saat ini, Irjen Teddy Minahasa telah ditetapkan Propam Polri sebagai terduga pelanggar dan ditempatkan di tempat khusus.
Jenderal bintang dua ini pun terancam sanksi pemecatan dari Polri. Tak hanya itu, dia juga terancam hukuman pidana. Karir gemilangnya di Polri pun terancam berakhir secara tidak hormat.
Untuk diketahui, Teddy Minahasa merupakan perwira tinggi yang memiliki rekam jejak cukup moncer di Korps Bhayangkara. Pria kelahiran 3 November 1971 di Minahasa, Sulawesi Utara ini merupakan lulusan Akademi Polisi (Akpol) 1993 yang memiliki segudang pengalaman di bidang lalu lintas (lantas).
Kariernya dalam sejumlah jabatan strategis terbilang moncer. Salah satunya menjadi ajudan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sejumlah jabatan Kapolda pernah pula diembannya. Selain menjadi Kapolda Sumatera Barat, Teddy pernah menjabat sebagai Kapolda Banten. Pria yang genap berusia 51 tahun tersebut juga pernah menjabat sebagai Wakapolda Lampung serta Karopaminal Divisi Propam Polri.
Di luar institusi Polri, Irjen Teddy Minahasa juga menjabat sebagai Ketua Umum Harley Davidson Club Indonesia (HDCI) untuk periode 2021-2026.
Yang tak kalah menjadi sorotan, Teddy Minahasa disebut-sebut sebagai polisi paling tajir. Berdasarkan laman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diakses Liputan6.com melalui elhkpn.kpk.go.id pada 11 Oktober 2022, harta Teddy tercatat mencapai Rp29.974.417.203 atau sekitar Rp29,97 miliar.
Harta itu dia laporkan pada Maret 2022 saat menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat.
Harta Teddy Minahasa ini didominasi oleh tanah dan bangunan. Harta tak bergerak miliknya itu tercatat mencapai 53 bidang yang tersebar di Pandeglang, Pasuruan, Pesawaran, dan Malang. Tanah dan bangunan Teddy tercatat senilai Rp 25.813.200.000.
Sementara harta bergerak, Teddy tercatat melaporkan memiliki empat kendaraan. Di antaranya yakni Mobil Jeep Wrangler tahun 2016 senilai Rp 750 juta. Kemudian Toyota FJ 55 tahun 1970 senilai Rp 75 juta, Toyota Land Cruiser HDJ 80R tahun 1996 senilai Rp 600 juta, dan Motor Harley Davidson Solo 2014 senilai Rp 650 juta.
Harta bergerak lainnya yang dimiliki oleh Teddy yakni senilai Rp 500 juta. Surat berharga sebesar Rp 62.500.000. Kas dan setara kas lainnya sebesar Rp 1.523.717.203. Teddy tak tercatat memiliki utang. Jadi total harta kekayaannya mencapai Rp 29.974.417.203.
Â