PKS: Perppu Cipta Kerja Inkonsisten dengan Putusan MK

PKS mengkritik Presiden Jokowi menerbitkan Perppu Cipta Kerja. Menurutnya, yang harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki UU Cipta Kerja yang inkonstitusional bersyarat sesuai arahan MK, bukan justru menerbitkan Perppu.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 01 Jan 2023, 10:10 WIB
Diterbitkan 01 Jan 2023, 10:10 WIB
Aksi Simbolik Aktivis Terkait Minerba di MK
Sejumlah aktivis yang tergabung dalam #BersihkanIndonesia menggelar aksi damai di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (3/6/2022). Aksi tersebut untuk menyoroti serta menolak pengesahan revisi UU Minerba dan Omnibus Law UU Cipta Kerja. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Pemerintah mengklaim Perppu tersebut menggantikan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati menyebut Perppu Cipta Kerja inkonsisten dengan hasil putusan MK. Menurutnya, yang harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki UU No 11 Tahun 2020 yang inkonstitusional bersyarat sesuai dengan arahan Mahkamah Konstitusi.

“Bukan dengan jalan pintas menerbitkan Perppu,” kata Kurniasih dalam keterangannya, Minggu (1/1/2023).

Dalam pertimbangan putusan MK, UU Cipta Kerja cacat formil karena tata cara pembentukan UU tersebut tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan standar, serta sistematika pembentukan undang-undang.

Kemudian, dalam pembentukan UU Cipta Kerja, terjadi perubahan penulisan beberapa substansi pascapersetujuan bersama DPR dan Presiden.

Ia menegaskan, pembentukan UU Cipta Kerja yang dibahas dengan DPR meski Fraksi PKS tegas menolak dinyatakan cacat formil oleh MK karena prosedurnya bermasalah. Sekarang pemerintah justru mengeluarkan Perppu yang menghilangkan fungsi legislasi DPR sama sekali.

"MK berpendapat proses pembentukan UU 11/2020 adalah tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945, sehingga harus dinyatakan cacat formil. Ini malah membuat Perppu untuk menggantikan dengan menghilangkan peran DPR sama sekali," ujar Kurniasih.

 

Proses dan Substansinya Bermasalah

FOTO: Aksi Mahasiswa Bakar Naskah UU Cipta Kerja di Depan Gedung MK
Seorang mahasiswa dari Mahasiswa Independen secara simbolis membakar salinan naskah UU Cipta Kerja di depan Gedung MK, Jakarta, Selasa (27/10/2020). Mahasiswa menyatakan aksi tersebut bentuk ketidakpercayaan kepada MK bila proses uji materi UU Cipta Kerja dilakukan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kurniasih mengingatkan, selain pada sisi subtansi, pembentukan UU Cipta Kerja juga bermasalah pada sisi prosesnya. MK juga mempertimbangkan sulitnya draf RUU Cipta Kerja diakses oleh masyarakat dan kerap berubah-ubah.

"Prosesnya bermasalah, subtansinya juga bermasalah. MK memutuskan inkonstitusional bersyarat dengan jangka dua tahun harus diperbaiki. Jika tidak maka resmi keseluruhan UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional. Ini mengeluarkan Perppu sama sekali tidak memperbaiki baik dari sisi proses maupun subtansi," kata dia.

Kurniasih juga mempertanyakan penerbitan Perppu Cipta Kerja dan menyebut pernerbitannya terkesan mendadak. Ia mengingatkan bahwa penerbitan sebuah Perppu harus pada kondisi kegentingan yang memaksa.

“Kegentingan apa yang sifatnya memaksa sehingga pemerintah harus mengeluarkan Perppu. Jika terkait kondisi global ada inkonsistensi. Jika soal capaian Presiden Jokowi baru saja membanggakan pertum6 ekonomi Indonesia paling tinggi diantara negara G20. Tapi jika jadi alasan penerbitan Perppu seolah-olah kondisi Indonesia darurat dan underperform,” pungkasnya.

Infografis Optimisme Revisi UU Cipta Kerja
Infografis Optimisme Revisi UU Cipta Kerja (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya