Putusan PN Jakpus soal Penundaan Pemilu, PDIP: Bertentangan dengan UUD 1945

Ketua DPP PDIP menilai, upaya hukum banding oleh KPU atas putusan PN Jakarta Pusat merupakan langkah yang tepat dan beralasan menurut hukum.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 02 Mar 2023, 21:02 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2023, 21:01 WIB
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar simulasi pemungutan suara Pemilu 2024 dengan menyederhanakan surat suara.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar simulasi pemungutan suara Pemilu 2024 dengan menyederhanakan surat suara. (Ditto)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). PN Jakarta Pusat memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu. 

Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah menyatakan, gugatan ke PN oleh Partai PRIMA diajukan dengan menggunakan hukum umum yaitu hukum perdata berupa Perbuatan Melawan Hukum. Padahal permasalahannya adalah terkait pemilu yang seharusnya tunduk pada UU Pemilu.  

"UU Administrasi Pemerintahan telah menyatakan bahwa sejak berlakunya UU Administrasi Pemerintahan, maka gugatan perbuatan melawan hukum oleh pejabat pemerintahan merupakan kewenangan dari PTUN," kata Basarah saat dikonfirmasi, Kamis (2/3/2023). 

Basarah menilai, putusan PN yang menunda Pemilu 2024 bertentangan dengan UU 1945 yang secara jelas menyebutkan pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.  

"Jelas bertentangan dengan UU 1945. Padahal hakim dalam memutus perkara harus berpedoman kepada UUD NRI 1945 sebagai hukum dasar tertinggi," kata dia. 

Wakil Ketua MPR itu menilai, upaya hukum banding oleh KPU atas putusan PN ini merupakan langkah yang tepat dan beralasan menurut hukum.  

"Karena ada upaya banding oleh KPU, maka putusan PN Jakarta Pusat tersebut belum berkekuatan hukum tetap. Artinya tahapan Pemilu 2024 harus tetap berjalan sebagaimana mestinya," pungkasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Putusan PN Jakpus Bertentangan dengan Konstitusi

Sebelumnya, anggota Fraksi PKB DPR Luqman Hakim menyatakan putusan tersebut bertentangan dengan konstitusi. 

"Menurut saya, Putusan PN Jakpus yang memerintahkan KPU agar menunda pelaksanaan tahapan pemilu 2024 hingga 2025, bertentangan dengan konstitusi negara, yakni Pasal 22E UUD 1945 yang memerintahkan Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun," kata Luqman saat dikonfirmasi, Kamis (2/3/2023). 

Menurutnya, putusan PN tidak memiliki kekuatan hukum tetap karena bertentangan dengan UUD 1945. 

"Maka putusan PN Jakpus itu tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan oleh karenanya wajib diabaikan," kata dia.


PN Jakarta Pusat Sebut Putusan Bukan Menunda Pemilu 2024

KPU Gelar Simulasi Pemilu 2024
Petugas menunjukkan surat suara saat simulasi Pemilu 2024 di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (22/3/2022). Simulasi digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara pemilu serentak yang akan dilaksanakan tahun 2024. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menegaskan, putusan majelis hakim terkait gugatan dari Partai Rakyat Adil dan Makmur atau Partai Prima terhadap tergugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) bukan sebagai putusan menunda Pemilu 2024.

Pejabat Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo menjelaskan, perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang diadili ketua majelis hakim T Oyong dengan hakim anggota H Bakri dan Dominggus Silaban berkaitan agar KPU mengulang dan tidak melanjutkan tahapan pemilu.

"Jadi pada prinsipnya putusan itu dikabulkan adalah bunyinya itu menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024 sejak putusan diucapkan. Dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari," kata Zulkifli saat dikonfirmasi, Kamis (2/3/2023).

"Tidak mengatakan menunda pemilu ya, tidak. Cuma itu bunyi putusannya seperti itu. Menurut saya, itu menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024," tambah dia.

Zulkifli menegaskan, soal pengunduran maupun penundaan masih belum final atau berkekuatan hukum tetap. Karena, gugatan yang dilayangkan Partai Prima adalah gugatan biasa yang nyatanya telah dibanding oleh pihak Tergugat KPU.


Putusan PN Jakarta Pusat

Partai Prima menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), imbas tidak lolosnya parpol tersebut maju dalam Pemilu 2024. Hasilnya, majelis hakim memutus agar KPU menunda pelaksanaan Pemilu 2024.

"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," tulis salinan Putusan Nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst seperti dikutip Liputan6.com, Kamis (2/3/2023).

Secara rinci hasil dari putusan tersebut adalah sebagai berikut:

Tanggal Putusan: Kamis, 02 Maret 2023

Amar Putusan: Mengadili

Dalam Eksepsi

Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas (Obscuur Libel);

Dalam Pokok Perkara

1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;

3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;

4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat;

5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;

6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);

7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp 410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).

 

Infografis Nomor Urut 18 Parpol Peserta Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Nomor Urut 18 Parpol Peserta Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya