Liputan6.com, Jakarta Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Harnoto maju sebagai salah satu kandidat hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA). Dia mengaku masa baktinya di kepolisian sudah habis pada akhir bulan ini dan ingin melanjutkan baktinya untuk bangsa melalui MA dalam bidang hak asasi manusia (HAM).
Namun saat uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), AKBP Harnoto dicecar oleh sejumlah anggota dewan tentang pengetahuannya seputar peradilan HAM hingga pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi sepanjang sejarah di Indonesia.
Baca Juga
Salah satunya oleh Santoso, anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat yang menyinggung soal Keppres nomor 17 tahun 2022 yang dinilai kontroversial, sebab berkaitan dengan korban yang tercederai akibat munculnya beleid tersebut.
Advertisement
"Apa pendapat bapak? Bapak setuju atau tidak dengan keppres itu?" ujar Santoso di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).
Santoso menilai, Harnoto berdasarkan rekam jejak oleh panitia seleksi di Komisi Yudisial (KY) banyak menjawab tentang hal yang tidak sama dengan pertanyaan, bahkan cenderung mengaku tidak tahu.
"Saya lihat bapak ini hanya semangatnya saja, sisanya tidak lebih dari skor 50," sindir Santoso.
Santoso kemudian menyinggung jawaban Harnoto soal political will saat menyelesaikan masalah HAM berat di Indonesia.
Sebab, hal itu menjadi jawaban yang bersangkutan saat mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan selaku panitia seleksi di Komisi Yudisial bertanya tentang apa masalah dari tidak terselesaikannya masalah HAM Berat di Indonesia.
"Jadi apakah menurut bapak masalah hukum bisa kalah dengan politik?" tanya Santoso.
Belum sempat Harnoto menjawab, Desmond Mahesa dari Partai Gerindra ikut mencecar dengan pertanyaan mautnya.
"Politcal will saya paham, tapi pelanggaran HAM berat itu individual atau institusional?" tanya Desmond kepada Harnoto.
Harnoto secara singkat menjawab individual. Jawaban tersebut langsung disanggah Desmond. Karena menurut dia, yang tepat adalah institusional. Harnoto terlihat terkejut dan melepas kacamatanya sembari mengusap dahi dan wajah.
"Institusional dong, individual itu jadi kriminal pak. Institusional inilah yang tidak bisa, kenapa? Karena pelanggaran HAM itu kewajiban negara melindungi warga negaranya," kata Desmond.
"Mengapa ada proses peradilan HAM berat? Agar di kemudian hari negara melindungi warga negaranya. Jadi itu insitutusional, kenapa tidak individual? Kalau individual kriminal biasa," jelas Desmond.
Desmond pun terlihat kecewa dan enggan melanjutkan pertanyaan kepada Harnoto.
"Yah cukup deh, tidak paham saya, tidak memilih, terima kasih," ucap Desmond.
Termasuk Harnoto, Ini Daftar 9 Calon Hakim Agung dan Ad Hoc MA yang Ikut Fit And Proper Test di DPR
Komisi III DPR menggelar uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap calon hakim agung dan hakim ad hoc pada Mahkamah Agung (MA). Terdapat sembilan calon hakim agung dan hakim ad hoc yang mengikuti fit and proper test.
Berdasarkan informasi yang diterima, jadwal uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon hakim agung dan hakim ad hoc MA ini dilakukan Komisi III DPR selama dua hari, yakni Senin-Selasa, 27-28 Maret 2023.
Sementara tahap pengambilan keputusan pemberian persetujuan atas calon hakim agung dan hakim ad hoc dilakukan pada Selasa besok.
Berikut nama-nama calon hakim agung dan hakim ad hoc MA yang mengikuti fit and proper test di Komisi III DPR RI:
1. Calon Hakim Agung Kamar Perdata Lucas Prakoso
2. Calon Hakim Ad Hoc HAM Harnoto
3. Calon Hakim Ad Hoc HAM Fathan Riyadhi
4. Calon Hakim Agung Kamar Pidana Sukri Sulumin
5. Calon Hakim Ad Hoc HAM Happy Wajongkere
6. Calon Hakim Agung Kamar TUN Lulik Tri Cahyaningrum
7. Calon Hakim Agung Kamar Pidana Annas Mustaqim
8. Calon Hakim Agung Kamar Agama Imron Rosyadi
9. Calon Hakim Agung Kamar TUN Khusus Pajak Triyono Martanto
Advertisement