Masinton PDIP: Putusan MK Bagian Skenario Politik Pelanggengan Kekuasaan

Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat calon presiden dan calon wakil presiden jauh dari batas nalar.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Okt 2023, 06:30 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2023, 06:30 WIB
20150902- Fraksi PDIP Tak Setuju Budi Waseso Dicopot-Jakarta- Masinton Pasaribu
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu saat memberikan keterangan pers di Ruang Fraksi PDIP, Senayan, Jakarta. (2/9/2015). Fraksi PDIP tak setuju Komjen Budi Waseso dicopot. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat calon presiden dan calon wakil presiden jauh dari batas nalar.

Putusan yang dibacakan MK hari ini dinilai tidak konsisten, lantaran MK pada sejumlah gugatan terkait batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden justru ditolak.

"Maka kalau kita lihat persidangan MK hari ini ada 6 pengujian Judicial Review dengan materi gugatan yang hampir sama, namun Putusan MK tidak konsisten dalam putusannya," kata Masinton dalam keterangannya, Senin (16/10/2023).

Masinton mengatakan, hakim konstitusi yang menyampaikan perbedaan pendapat seperti Saldi Isra mengaku bingung ada perubahan keputusan MK yang cepat. Sehingga putusan MK tersebut jauh dari batas nalar.

"Bahkan Hakim-hakim MK yang menyampaikan dissenting opinion seperti Saldi Isra, yang juga Wakil Ketua MK, mengaku bingung soal adanya penentuan perubahan keputusan MK dengan cepat. Menurutnya, hal tersebut jauh dari batas penalaran yang wajar," katanya.

Menurut Masinton, putusan MK hari ini tidak dapat dilihat murni berdiri sendiri. Anggota DPR ini menduga ada skenario politik besar berkaitan dengan upaya pelanggengan kekuasaan.

"Putusan MK hari ini adalah bagian dari desain skenario besar atau grand skenario “politik pelanggengan kekuasaan”. Pertama memunculkan isu penundaan pemilu, Kedua utak-atik penambahan masa periode jabatan Presiden. Dan yang ketiga adalah menggunakan lembaga negara yang bernama Mahkamah Konstitusi," ujarnya.

Gelar Putusan Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan penarikan kembali atau pencabutan gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan penarikan kembali atau pencabutan gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. (Nanda Perdana Putra/Liputan6.com).

Diketahui, Mahkamah Konsitutusi (MK) telah menggelar sidang putusan gugatan batas usia capres dan cawapres dalam UU Pemilu. Hasilnya, MK menolak permohonan tersebut karena dianggap tidak berdasar.

MK juga menolak permohonan dengan dalil capres/cawapres minimal pengalaman sebagai penyelenggara negara.

Namun, dalam dalil penambahan syarat capres cawapres minimal punya pengalaman kepala daerah, dikabulkan oleh MK.

MK menguji ketentuan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu). Dalam pasal tersebut, diatur usia capres cawapres minimal 40 tahun.

Gugatan Dinilai Tidak Saling Berkaitan

MK menilai gugatan Almas ini tidak berkaitan dengan gugatan sebelumnya. Alias berbeda dengan permohonan gugatan yang lain.

Pemohon meminta persyaratan berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota.

MK menilai kepala daerah sudah teruji berpengalaman sehingga dianggap layak maju sebagai capres dan cawapres.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

Infografis Ragam Tanggapan Klaim Bocoran Putusan MK Ubah Sistem Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ragam Tanggapan Klaim Bocoran Putusan MK Ubah Sistem Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya