Puan Bicara Soal Isu Perdagangan di Forum Internasional MIKTA

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani menyatakan bahwa isu perdagangan tidak dapat dilepaskan dari dinamika geopolitik global.

oleh Fachri pada 07 Mei 2024, 19:05 WIB
Diperbarui 07 Mei 2024, 19:03 WIB
Puan Maharani.
Ketua DPR RI, Puan Maharani dalam MIKTA Speakers’ Consultation di Meksiko, Senin (6/5/2024). (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani menyatakan bahwa isu perdagangan tidak dapat dilepaskan dari dinamika geopolitik global. Ia menyebut, rivalitas kekuatan besar pun menyebabkan beberapa negara menjalankan kebijakan decoupling, friend-shoring, dan de-risking. 

“Kebijakan ini telah menyebabkan timbulnya fragmentasi perdagangan internasional. Perang dan ketegangan di Timur Tengah dan Ukraina juga mendisrupsi rantai pasok global, termasuk untuk produk pangan dan pertanian, dan pasokan minyak,” ujarnya dalam MIKTA Speakers’ Consultation di Meksiko, Senin (6/5/2024).

Puan mengungkapkan, berbagai tantangan ekonomi global mulai dari bentuk baru globalisasi tidak terlepas dari perkembangan geopolitik global. Menurutnya, hal itu terjadi karena perubahan pola perdagangan antar-negara hingga desentralisasi perdagangan internasional.

“Perubahan pola perdagangan internasional yang baru ini membuka peluang negara anggota MIKTA untuk lebih meningkatkan arus perdagangannya. Namun semua ini harus dilakukan sejalan dengan aturan pada WTO,” ungkapnya.

“Dari perspektif MIKTA, kita berharap aturan WTO dapat memfasilitasi peningkatan arus perdagangan middle power, seperti MIKTA yang ekonominya masih terus berkembang,” jelas Puan.

Menurutnya, dengan jumlah populasi lebih dari 500 juta orang, kelima negara MIKTA harus mampu berkontribusi positif bagi perekonomian global.

“Sebagai kemitraan lintas kawasan, MIKTA harus menjadi jembatan antara negara maju dan negara berkembang pada proses perundingan di WTO. Masing-masing negara MIKTA memiliki potensi ekonomi tersendiri dan dapat saling melengkapi,” ujar Puan.

Kukuhkan Komitmen Bersama

Puan Maharani.
Puan Maharani dalam MIKTA Speakers’ Consultation ke-10 di Meksiko, Senin (6/5/2024). (Foto: Istimewa)

Puan juga menyuarakan perspektif Indonesia yang berharap upaya mencapai tujuan perlindungan lingkungan melalui kebijakan perdagangan harus mempertimbangkan tingkat pembangunan negara yang berbeda-beda. 

“Jangan sampai upaya perlindungan lingkungan dijadikan alasan melakukan tindakan proteksionisme perdagangan terselubung,” ujarnya.

“Saya mengajak parlemen anggota MIKTA untuk mengukuhkan komitmen bersama terhadap sistem perdagangan multilateral yang non-diskriminatif, adil, terbuka, dan inklusif,” jelas Puan.

Di sisi lain, Puan mengutarakan perlunya solusi dan langkah konkret dalam mengatasi permasalahan arus migrasi internasional. Ia menyebut, perlu adanya upaya berbagi beban dan tanggung jawab dengan negara-negara yang paling terkena dampak dari arus migrasi.

"Sebagai kerja sama antar kawasan, MIKTA disebut memiliki posisi penting dalam memperkuat tata kelola migrasi melalui implementasi Global Migration Compact untuk memastikan migrasi yang aman, teratur, dan berkala,” ujarnya.

“Sebagai bagian dari komunitas internasional, kita semua harus mencari solusi dan langkah kolektif dalam melindungi hak asasi manusia,” imbuh Puan.

Dirinya pun mengungkapkan, langkah yang dilakukan Indonesia secara konsisten mengedepankan pendekatan kemanusiaan dan menerapkan prinsip hak asasi manusia. 

“Hal ini telah ditunjukkan salah satunya dalam pemberian bantuan kemanusiaan dan fasilitasi penampungan sementara bagi 1.900 pengungsi Rohingya, serta penanganan atas lebih dari 12.000 pengungsi lainnya di Indonesia,” ungkap Puan.

“Yakni mewajibkan keselamatan dan pemenuhan hak-hak PMI beserta keluarganya di seluruh siklus migrasi,” imbuhnya.

Perlu Tindakan Kolektif

Puan Maharani.
Puan Maharani dalam MIKTA Speakers’ Consultation ke-10 di Meksiko, Senin (6/5/2024). (Foto: Istimewa)

Hingga tahun 2023, lebih dari 110 juta orang terpaksa mengungsi dari kampung halamannya. Sebanyak 40% atau sekitar 43 juta di antaranya adalah anak-anak serta 48% adalah perempuan.

Sebagian dari migran pun mencari peluang ekonomi untuk bertahan hidup dan banyak yang lari dari negaranya menghindari dampak perubahan iklim yang kian berbahaya. Selama 10 tahun terakhir, setidaknya lebih dari 63 ribu orang kehilangan nyawa saat bermigrasi. 

“Kondisi ini menuntut tindakan kolektif kita semua untuk mengelola aliran migrasi berupa perpindahan orang dan melindungi hak asasi manusia,” kata Puan.

“Hal ini dilakukan dengan pembagian tanggung jawab secara adil dan efektif dengan memperkuat kerja sama antara negara asal, negara transit, dan negara tujuan,” imbuhnya.

Secara paralel, MIKTA dinilai dapat berkontribusi mengatasi akar masalah pendorong migrasi yang tidak teratur.

“Di kawasan Asia Tenggara, khususnya dalam kerangka ASEAN, kami memastikan jalur resmi pergerakan migran yang aman. Hal ini sesuai dengan Deklarasi ASEAN tentang Perlindungan dan Penguatan Hak-Hak Pekerja Migran,” ungkap Puan.

Ia pun mendorong produk legislasi yang berfokus pada perlindungan migran melalui UU atau ratifikasi kerangka internasional terkait.

“Diskusi multilateral tentang tata kelola migrasi banyak berfokus pada dampaknya terhadap pembangunan. Namun, pentingnya perspektif HAM dalam diskusi ini juga tidak boleh kita abaikan,” ujar Puan.

“Melalui diplomasi parlemen, saya mengajak kita semua untuk berkontribusi dalam perumusan kebijakan migrasi dan mewujudkan tata kelola migrasi yang berdimensi hak asasi manusia,” jelasnya.

Untuk mendapatkan berita terkini terkait DPR RI, bisa dilihat di sini.

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya