Tegaskan Tak Ada Kaitannya dengan Kaesang, PSI: Tanyakan ke MA Alasan Putusan Itu

Apalagi, kata Andi, yang mengajukan gugatan itu adalah Partai Garuda dan tak ada kaitan sama sekali dengan PSI dan Kaesang Pangarep.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 01 Jun 2024, 16:32 WIB
Diterbitkan 01 Jun 2024, 16:32 WIB
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep saat Kampanye Akbar PSI di Lapangan Lasitarda Lasiana Kupang NTT, Rabu (31/1/2024). (Foto: Istimewa).

Liputan6.com, Jakarta - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) membantah putusan Mahkamah Agung soal batas usia calon kepala daerah tidak ada kaitannya dengan ketua umumnya, Kaesang Pangarep.

"Putusan mahkamah agung tidak ada kaitannya dengan PSI maupun Mas Kaesang," kata Wakil Ketua Umum PSI Andy Budiman, dalam video yang diunggah diakun instagram pribadinya, Sabtu, (1/6/2024).

Apalagi, kata Andi, yang mengajukan gugatan itu adalah Partai Garuda dan tak ada kaitan sama sekali dengan PSI dan Kaesang. 

"Yang mengajukan gugatan ke MA adalah Partai Garuda. Tidak ada komunikasi sama sekali dengan PSI terkait dengan masalah ini," tegas dia.

Ia pun meminta publik untuk menanyakan langsung ke Hakim Mahkamah Agung yang memutuskan hal tersebut. 

"Silahkan tanyakan kepada MA apa alasan dibalik keputusan itu semoga ini menjadi jelas dan jika masih ada pernyataan lebih lanjut silahkan tanyakan kepada kawan-kawan Partai Garuda dan MA terkait masalah ini," ujar Andy.

Kendati demikian, dia meyakini bahwa hakim MA memiliki pertimbangan tersendiri atas putusan tersebut. Sehingga, Andy meminta kepada seluruh pihak untuk menghormati keputusan MA.

"Kami berharap semua pihak bisa bersikap proposional dalam menanggapi masalah ini," imbuhnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


KPU Dinilai Tak Bisa Patuhi Putusan MA Soal Batas Usia Calon Kepala Daerah, Mengapa?

Ilustrasi Kantor KPU, Pemilu, Pilpres, Pileg
Ilustrasi Kantor Komisi Pemilihan Umum atau KPU. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Perludem mengkritik putusan Mahkamah Agung (MA) yang meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencabut aturan batas usia pencalonan kepala daerah. Menurut Perludem, usaha yang dilakukan Partai Garuda untuk menguji Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU 9/2020 memiliki kemiripan dan cenderung sama dengan apa yang pernah dilakukan dalam pengujian Pasal 169 huruf q UU No. 7/2017 tentang syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden melalui putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

“Pengujian ini mencoba mengotak-atik dan mencari celah peraturan perundang-undangan terkait pemilu/pilkada untuk kebutuhan kelompok tertentu. Terlebih lagi, Partai Garuda sebagai pemohon terlihat “memaksakan” dalil-dalilnya terutama terkait cara memaknai status “Calon Kepala Daerah”, kata Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati  melalui siaran pers diterima, Jumat (31/5/2024).

Khoirunnisa mengingatkan, di dalam Pasal 1 angka 18 dan angka 19 PKPU 1/2020 sesungguhnya sudah terang dan jelas sejak kapan terjadinya perubahan status dari Bakal Calon Kepala Daerah menjadi Calon Kepala Daerah. 

Sehingga ketentuan Pasal 7 huruf e UU 10/2016 seharusnya dimaknai sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk mendapatkan status Calon Kepala Daerah dan harus dipenuhi pada saat yang bersangkutan ditetapkan sebagai Calon Kepala Daerah.

“Perludem melihat MA telah mencampuradukkan antara syarat calon untuk menjadi kepala daerah dan syarat pelantikan calon kepala daerah. MA mencoba melandasi pertimbangannya dengan mencontohkan penerapan ketentuan persyaratan umur yang diatur terhadap jabatan-jabatan di dalam pemerintahan,” kritik Khoirunnisa.


Soal Persyaratan Calon Kepala Daerah

Jika ditelisik, lanjut Khoirunnisa, sejumlah ketentuan persyaratan untuk menjadi calon kepala daerah secara tegas diatur pada bab III UU 10/2016 tentang Pilkada. Maka seharusnya, hal itu tidak ditafsirkan berbeda makna Pasal 7 huruf e yang termasuk dalam syarat calon. 

“Jadi kami menilai MA telah gagal dalam menafsirkan ketentuan Pasal 7 huruf e yang mengatur syarat calon, bukannya syarat pelantikan calon terpilih,” tegas Khoirunnisa.

Khoirunnisa mengingatkan, akibat kegagalan MA menafsirkan poin tersebut maka terdapat konsekuensi hukum berbeda dan tidak dapat dicampur. Terlebih, UU Pilkada tidak mengenal adanya persyaratan pelantikan bagi calon terpilih setelah penetapan hasil oleh KPU.

“Sebab status calon terpilih hanya didapatkan oleh calon kepala daerah yang mendapatkan suara terbanyak setelah proses pemungutan suara, dan sudah ditetapkan KPU menjadi calon terpilih,” jelas Khoirunnisa.

“Atas dasar itu, kami menilai KPU tidak dapat menindaklanjuti putusan MA terkait sebab sifatnya yang menyebabkan perubahan frasa pasal a quo menjadi bertentangan dengan ketentuan UU Pilkada,” Khoirunnisa menandasi. 

 

Reporter: Alma Fikhasari/Merdeka

Infografis KPU Siap Hadapi Sengketa Pemilu 2024 di MK. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis KPU Siap Hadapi Sengketa Pemilu 2024 di MK. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya