Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco menyatakan DPR akan mempelajari keputusan tersebut untuk memasukkan revisi UU Pemilu. “Kita akan pelajari dengan secermatnya dalam memasukkan revisi UU MK itu ke UU pemilu,” kata Dasco saat dikonfirmasi, Kamis (3/1/2025).
Advertisement
Baca Juga
Ketua Harian DPP Gerindra itu memastikan pihaknya akan mematuhi keputusan MK. “Kita sama-sama tahu keputusan MK adalah final dan mengikat, oleh karena itu sebagai warga negara baik kita harus mematuhi keputusan MK,” kata dia.
Advertisement
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Sarmuji mengaku kaget dengan keputusan MK tersebut. Pasalnya, itu sudah ditolak beberapa kali.
"Keputusan MK sangat mengejutkan, mengingat putusan MK terhadap 27 sebelumnya selalu menolak," kata Sarmuji kepada wartawan, Kamis (2/1/2024).
Menurut dia, selama ini catatan pandang MK dan pembuat Undang-Undang selalu sama terkait tujuan penerapan treshold. Sehingga, ia heran kini ambang batas menjadi dihapus.
"Dalam 27 kali putusannya cara pandang MK dan pembuat UU selalu sama yaitu maksud diterapkannya presidensial treshold itu untuk mendukung sistem presidensial bisa berjalan secara efektif," ucapnya.
"Sementara itu dulu. Kalau sudah hilang rasa kagetnya nanti saya respon lagi," tutup Sarmuji.
Putusan MK
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk seluruhnya.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
MK berpendapat, jelas Suhartoyo, Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Advertisement
Pemerintah Kaji Putusan MK Soal Penghapusan Presidential Threshold
Pemerintah sedang mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghapusan ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold.
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan pembelajaran diperlukan lantaran MK belum menyatakan waktu pemberlakuan putusan tersebut.
"Di lain sisi nanti pemerintah tentu juga akan berkoordinasi terkait hal tersebut, karena saya belum membaca lengkap," kata Supratman di Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Kendati demikian, dirinya menegaskan bahwa pemerintah tetap berpandangan putusan MK bersifat final dan mengikat.
Menurut dia, biasanya MK menentukan waktu berlaku putusan. Namun pada putusan mengenai presidential threshold tersebut, ia menuturkan MK belum menentukan.
Menkum menegaskan pihaknya tidak mempersoalkan isi putusan tersebut, tetapi hanya melihat bahwa saat ini MK benar-benar menghapus presidential threshold, berbeda dengan putusan sebelumnya yang menurunkan ambang batas.
"Tapi apa pun putusan MK karena sifatnya final dan mengikat, kami akan mengkaji, melakukan kajian kapan mulai berlakunya. Nah MK saya lihat belum memutuskan itu," tuturnya yang dikutip dari Antara.
Oleh karena itu, Supratman menyampaikan bahwa Kementerian Hukum (Kemenkum) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mengomunikasikan putusan MK itu dengan penyelenggara pemilihan umum (pemilu).
Selain itu, sambung dia, pemerintah dan parlemen juga akan membahas putusan tersebut dalam perubahan Undang-Undang (UU) Pemilu.
Pasalnya, kata dia, pada akhirnya apabila putusan tersebut terkait dengan pelaksanaan pemilu maka akan ada suatu perubahan terkait UU maupun Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), sehingga semuanya akan diselaraskan.
Pemerintah Hargai Keputusan MK
Saat ditanya mengenai dampak putusan MK itu, dia mengaku belum bisa menyatakan bahwa putusan tersebut akan berdampak positif atau tidak lantaran setiap keputusan yang diambil pasti akan memiliki dampak terhadap proses demokratisasi.
"Tetapi secara umum pemerintah terutama Kemenkum menganggap putusan itu harus kami hormati, Pemerintah dalam posisi menghargai putusan tersebut," ucap mantan Ketua Badan Legislasi DPR tersebut.
Adapun MK telah memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Dalam pertimbangan putusan, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan bahwa merujuk risalah pembahasan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu merupakan hak konstitusional partai politik.
Dalam konteks tersebut, Mahkamah menilai gagasan penyederhanaan partai politik dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR pada pemilu sebelumnya sebagai dasar penentuan hak partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan bentuk ketidakadilan.
Advertisement