P2G Minta Pemerintah Kaji Lebih Dalam soal Rencana Libur Sekolah Sebulan Saat Ramadan

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) merespons soal wacana pemerintah yang ingin ada libur sekolah selama bulan Ramadan. Disebut hal ini perlu kajian yang mendalam.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 04 Jan 2025, 09:00 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2025, 09:00 WIB
Hari Pertama Masuk Sekolah, SDN Menteng 01 Baru Bagi Rapor
Sejumlah murid didampingi orang tuanya menerima rapor di SDN Menteng 01, Jakarta, Senin (5/1/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) merespons soal wacana pemerintah  yang ingin ada libur sekolah selama bulan Ramadan. Disebut hal ini perlu kajian yang mendalam.

"Harus dikaji secara holistik, jika libur ini hanya mengakomodir siswa beragama Islam, bagaimana siswa non muslim? Jika mereka libur, mereka tidak mendapat layanan pembelajaran. Jika mereka tetap sekolah, ini juga mendiskriminasi layanan belajar siswa muslim yang libur," kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, dalam keterangannya, Sabtu (4/1/2025).

Dia juga melihat, jika wacana ini terjadi, maka terjadi kekhawatirakn di guru sekolah maupun madrasah swasta karena gaji mereka akan berkurang signifikan jika siswa libur sebulan penuh, lantaran orang tua pun keberatan membayar iuran SPP karena anaknya libur sekolah.

"Guru-guru swasta di daerah khawatir, kalau liburnya full selama puasa, nanti yayasan akan memotong gajinya signifikan. Padahal kebutuhan belanja saat bulan puasa ditambah idul fitri keluarga meningkat," ungkap Satriwan.

Selain itu, dia juga melihat setiap ramadan jam belajar memang berkurang atau mendapatkan penyesuaian. Jadi sebenarnya bisa tetap masuk sekolah, namun jadwal pembelajaran dimodifikasi, diatur ulang, lalu dikombinasikan dengan kegiatan sekolah bernuasa pendidikan nilai kerohanian.

"Misal saja, dengan mengurangi jam pelajaran di SMA/MA/SMK dari 45 menjadi 30-35 menit. Kemudian mengubah jam masuk sekolah lebih siang dan lebih cepat pulang. Atau juga belajar aktif hanya dua minggu pada pertengahan ramadan. Sisanya sekolah mengadakan program pesantren pamadan. Jadi opsinya ada banyak," jelas Satriwan.

Menurut dia, ramadan bisa jadi momentum siswa dan guru meningkatkan literasi, baik literasi agama seperti membaca dan mempelajari kitab suci, sejarah Islam, kajian karakter tokoh, atau literasi umum.

Proses pembelajaran intrakurikuler tetap dibutuhkan meskipun bulan ramadan. Sebab sekolah dan guru sudah merancang perencanaan pembelajaran di awal tahun ajaran baru.

"Jika siswa libur selama puasa, akan berdampak negatif terhadap capaian pembelajaran mereka. Kurikulum dan materi pembelajaran akan banyak tertinggal," kata Satriwan menjelaskan.

Satriwan juga melihat, lemahnya pemantauan dan pengawasan siswa oleh guru dan orang tua jika sekolah diliburkan. Jika siswa dan guru sepenuhnya libur, fungsi pengawasan dan kontrol belajar di rumah sepenuhnya di orang tua.

"Tapi faktanya orang tua yang bekerja atau punya aktivitas lain, tidak dapat mengawasi dan membimbing anak selama libur. Orang tuanya tidak libur, tetap mencari nafkah di luar rumah," jelas dia.

 

Banyak Hal Negatif

 

Satriwan juga berharap, pemerintah mempertimbangkan dampak negatif libur berkepanjangan, di mana akan terjadi learning loss, di mana jarak terlalu lama tidak belajar di beberapa negara subtropis yang memiliki musim panas, mereka juga meliburkan siswanya, namun dibarengi dengan kegiatan perkemahan atau kursus intensif di luar sekolah. 

Selain itu, adiksi remaja terhadap gawai perlu diperhatikan. Alih-alih mengisi Ramadan di rumah, yang terjadi anak asyik bermain media sosial internet seharian penuh.

"Jangan sampai libur selama Ramadan menjadi ajang anak lama-lama berselancar di dunia maya, mengakses konten negatif kekerasan, game online, bahkan pornografi," ucap Satriwan.

Selain itu, kata dia, siklus kekerasan yang dilakukan remaja pada musim liburan. Ini akan menemukan momentumnya saat libur Ramadan, karena memang banyak kasus tawuran dan kekerasan lainnya terjadi pada musim libur.

Di beberapa wilayah Indoenesia, sudah dilarang kegiatan Sahur on The Road, karena seringkali menimbulkan perkelahian dan tindak pidana lainnya.

"Apalagi ramadan itu anak-anak remaja berkesempatan keluar malam lebih lama. Bahkan sampai sahur. Ini perlu pengawasan dan pengaturan yang ketat," kata dia.

 

Wamenag Soal Libur Sekolah Sebulan saat Ramadan: Ada Wacana, tapi Belum Dibahas

Wakil Menteri Agama Romo Muhammad Syafi'i menanggapi isu terkait libur sekolah satu bulan penuh saat ramadan 2025. Romo mengaku sudah mendengar wacana itu meski belum dibahas oleh pemerintah.

"Kami belum bahas, tapi wacananya kayaknya ada, tapi saya belum bahas itu," kata Romo ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/12/2024).

Politisi Gerindra ini pun mempertegas memang ada wacana libur sekolah satu bulan saat ramadan.

"Sudah ada wacana," tukas Romo Syafi'i.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya