Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak angkat bicara usai Sukatani Band merilis permintaan maaf terkait lagu Bayar Bayar Bayar yang ditujukan untuk oknum Polri.
Lagu Bayar Bayar Bayar bercerita tentang 'pungutan' ketika berurusan dengan polisi harus mereka tarik dari platform musik.
Advertisement
Baca Juga
Namun, usai mereka melakukan 'klarifikasi', lagu-lagunya justru makin dikenal dan diputar di berbagai tempat sebagai respons masyarakat atas tindakan kepolisian.
Advertisement
Salah satunya yang angkat bicara adalah Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md.
Menurut Mahfud, band Sukatani tersebut seharusnya tidak perlu meminta maaf kepada institusi Polri hanya karena lagunya dinyanyikan oleh pengunjuk rasa dalam aksi demonstrasi. Melalui unggahannya di platform X, Mahfud menegaskan, Sukatani Band tidak perlu menarik lagu tersebut.
"Mestinya grup band SUKATANI tak perlu minta maaf dan menarik lagu Bayar Bayar Bayar dari peredaran krn alasan pengunjuk rasa menyanyikannya saat demo (2025)," tulis Mahfud, Sabtu 22 Februari 2025.
Ia menekankan, lagu tersebut sudah diunggah di Spotify sebelum aksi unjuk rasa terjadi. Mahfud juga menyoroti pentingnya kebebasan berekspresi dalam dunia seni, termasuk dalam bentuk kritik sosial melalui lagu.
Wakil Bupati Purbalingga Dimas Prasetyahani pun mendukung grup band Sukatani untuk berkreasi di bidang seni musik. Dimas juga mendukung band punk asal Purbalingga itu untuk menyampaikan kritik dalam setiap liriknya, asalkan kritik yang membangun.
"Kalau kami pribadi untuk berseniannya, untuk di bidang seninya, tentunya kami mendukung. Tapi kalau terkait kritik dan lain-lainnya, kami tidak bisa sedalam itu ya, karena itu hak masing-masing orang untuk mengkritisi instansi ataupun lembaga pemerintahan yang ada," kata Dimas.
Terkait dengan persoalan yang dihadapi band Sukatani atas lagunya yang berjudul Bayar Bayar Bayar, menurut Dimas, sebenarnya kritik boleh saja disampaikan. Namun tetap harus dengan tata krama.
Selain itu, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Choirul Anam mengapresiasi langkah Polri yang telah memeriksa sejumlah oknum personelnya lantaran diduga mengintimidasi personel Band Sukatani.
Berikut sederet respons sejumlah pihak usai viral video permintaan maaf Sukatani Band terkait lagu Bayar Bayar Bayar Bayar dihimpun Tim News Liputan6.com:
1. Pakar Sebut Ekspresi Sukatani Kritik Terhadap Institusi, Bukan Tindak Pidana dan Tak Bisa Dilarang
Sebelum video klarifikasi band Sukatani beredar, terdapat berita jika mereka hilang kontak dan dicegat di Banyuwangi sepulangnya dari Bali. Juga terdapat informasi kalau mereka sudah lama diincar, sejak tampil di acara Hellprint Bandung, hingga kabar pemecatan salah satu personelnya sebagai guru. Belum ada kronologi resmi dari Sukatani, tetapi dalam video klarifikasi, mereka meminta maaf dan menyebut tidak ada 'paksaan' dari siapa pun.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Nur Ansar menilai, lagu Bayar Bayar Bayar Bayar ini merupakan kritik sosial.
"Bagi kami, lirik lagu Sukatani yang mereka tarik dari platform musik ini, adalah kritik sosial yang dilindungi oleh hukum. Mereka tidak melanggar peraturan apa pun ketika mengkritik suatu fenomena sosial," ujar Nur Ansar kepada Liputan6.com.
"Sebagai karya seni, ini harus dihargai. Jika memang ada ketersinggungan, seharusnya hal ini dimaknai sebagai masukan yang dapat menjadi bahan bakar untuk perbaikan institusi," sambung dia.
Sebagai kritik maupun pernyataan kebenaran, lanjut Nur Ansar, isi lagu Sukatani bahkan tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk penghinaan secara personal maupun institusi polisi.
"Lembaga penegak hukum kita, seperti pengadilan telah mengakui hal ini dalam berbagai putusan perkaranya. Sebagai contoh, putusan Fatia dan Haris Azhar, serta terakhir kasus Septia yang mana majelis hakim beranggapan bahwa pernyataan mereka mengandung kebenaran atau benar adanya, sehingga tindak pidananya tidak terbukti," kata dia.
"Pedoman yang menyatakan bahwa kritik maupun pernyataan kebenaran bukan merupakan pencemaran nama baik, dapat kita jumpai dalam SKB UU ITE," sambung Nur Ansar.
Menurut dia, kandungan kebenaran dalam lirik lagu Sukatani itu pun dapat ditemui dalam berbagai laporan. Sudah sering dilaporkan dan diberitakan oknum polisi yang melakukan pungli.
"Praktik suap atau membayar oknum juga dilaporkan di media. Ada pula yang tertipu ratusan juta dengan janji anaknya bisa diterima jadi polisi jalur orang dalam. Pada akhirnya, lirik Sukatani tentang bayar-bayar ini ada benarnya," terang Nur Ansar.
Lagi pula, lanjut dia, kritik sosial melalui seni entah seni rupa ataupun musik, adalah bagian dari hak untuk berekspresi di negara yang demokratis. Lirik lagu dengan kritik sosial banyak kita jumpai dalam berbagai genre misalnya punk, metal, atau aliran musik lainnya.
"Beberapa contoh band dengan lagu berisi kritik sosial misalnya dari Kaluman berjudul “Membusuk Seperti Sampah”, Betrayer dengan lagu “habis gelap tak terbit terang”, SWAMI dalam lagu “Robot Bernyawa”, lirik-lirik lagu Iwan Fals, dan masih banyak lagi. Terlepas mungkin akan menimbulkan ketersinggungan, ini adalah bentuk hak konstitusional dan bukanlah bentuk pelanggaran hukum," papar Nur Ansar.
Poin lanjutannya, pihaknya juga menyoroti praktik dimana orang yang dianggap terjerat pidana UU ITE atau ekspresi kritik tertentu, didorong untuk membuat video atau konten klarifikasi minta maaf.
"Hal ini kami temukan dalam aturan Perpol No 8 tahun 2021 tentang Keadilan Restoratif. Aturan ini menjelaskan penyelesaian kasus seperti ini dengan yang tertuduh membuat video klarifikasi," terang dia.
"Ini adalah bentuk ketidakpastian hukum dan masalah akuntabilitas polisi dalam proses penyelidikan. Seharusnya upaya-upaya menyuruh orang tertentu melakukan hal tertentu apalagi dengan intimidasi atau paksaan tidak dapat dilakukan dalam masa penyelidikan, apalagi untuk hal yang bukan tindak pidana," sambung Nur Ansar.
Oleh karena itu dia menilai, Sukatani tidak perlu minta maaf. Ini adalah bentuk keresahan yang justru menjadi keresahan banyak orang ketika lagunya justru semakin diputar di mana-mana.
"Penegak hukum harusnya menghormati konstitusi dengan tidak melarang atau mengintimidasi para pekerja seni yang mengkritik kondisi sosial kita. Kerja-kerja seni menjadi salah satu instrumen yang mengantarkan Indonesia keluar dari Orde Baru menuju reformasi," ucap Nur Ansar.
"Membungkam karya seni seperti ini justru hanya mempertontonkan kepada masyarakat kalau kita mungkin akan kembali ke era gelap sebelum reformasi," tutup dia.
Advertisement
2. Pengamat Kepolisian Minta Kapolri Periksa Kapolda Jateng
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dinilai perlu memerintahkan Divisi Propam Polri untuk melakukan pemeriksaan terhadap Kapolda Jawa Tengah (Jateng) Irjen Ribut Hari Wibowo, buntut kasus dugaan intimidasi terhadap grup band Sukatani.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menyampaikan, pemeriksaan terhadap Kapolda Jateng menjadi perlu dalam menuntaskan polemik anti-kritik Polri.
"Tentunya harus dilakukan penyelidikan. Atas perintah siapa personel Direktorat Siber Polda Jateng melakukan intervensi sampai mengejar ke Banyuwangi. Tentunya mereka tak bertindak tanpa ada perintah atasan," tutur Bambang kepada wartawan, Senin 24 Februari 2025.
Bambang menyebut, sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), bahwa tahap penyelidikan harus dimulai dengan Surat perintah Penyelidikan dari atasan, kecuali dalam kasus operasi tangkap tangan pelaku kejahatan.
"Makanya kalau alasan penyelidikan, dalam kasus pelanggaran apa SP.Lid itu dikeluarkan," ucap dia.
Dia berharap Kapolri konsisten menjalankan aturan yang telah dibuatnya sendiri, yakni Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat atau Waskat di lingkungan Polri.
"Sesuai Perkap 2 Tahun 2022 tentang Waskat, atasannya harus diperiksa dan diberi sanksi. Kapolda sebagai institusi harus melakukan klarifikasi," ungkapnya.
"Selain sebagai pertanggungjawaban pada perilaku anggotanya, sekaligus warning bahwa tujuan pembentukan Direktorat Siber bukan sebagai alat untuk mengintimidasi masyarakat. Tetapi untuk melindungi masyarakat dari kejahatan siber," sambung Bambang.
Dia menegaskan, Kapolri melalui Divisi Propam Polri harus melakukan penyelidikan tuntas dalam kasus dugaan intimidasi band Sukatani. Jangan sampai wacana menjadikan grup musik itu sebagai Duta Polri hanya sebatas sensasi hingga melupakan substansi perkara.
"Makanya Propam harus melakukan penyelidikan secara tuntas, bukan normatif prosedural saja yang malah juga bisa memicu asumsi melakukannya pencitraan tanpa menyentuh substansi sebenarnya. Bahkan, hanya dianggap sebagai upaya pengalihan isu dari kasus-kasus pemerasan yang dilakukan personel kepolisian yang sampai saat ini tidak diproses pidana," kata Bambang menandaskan.
3. Mahfud Md Sebut Seharusnya Sukatani Tak Perlu Minta Maaf
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengomentari polemik yang menimpa band punk Sukatani terkait lagu mereka yang berjudul Bayar Bayar Bayar.
Menurut Mahfud, band tersebut seharusnya tidak perlu meminta maaf kepada institusi Polri hanya karena lagunya dinyanyikan oleh pengunjuk rasa dalam aksi demonstrasi. Melalui unggahannya di platform X, Mahfud menegaskan bahwa Sukatani tidak perlu menarik lagu tersebut.
"Mestinya grup band SUKATANI tak perlu minta maaf dan menarik lagu Bayar Bayar Bayar dari peredaran krn alasan pengunjuk rasa menyanyikannya saat demo (2025)," tulis Mahfud, Sabtu 22 Februari 2025.
Ia menekankan bahwa lagu tersebut sudah diunggah di Spotify sebelum aksi unjuk rasa terjadi. Mahfud juga menyoroti pentingnya kebebasan berekspresi dalam dunia seni, termasuk dalam bentuk kritik sosial melalui lagu.
"Menciptakan lagu utk kritik adl HAM (Hak Asasi Manusia)," tambahnya dalam unggahan yang sama.
Advertisement
4. Mantan Kompolnas Tegaskan Kebebasan Berekspresi Tidak untuk Dilarang
Mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan bahwa anggota kepolisian yang melarang masyarakat untuk menyampaikan kritik justru melanggar perintah Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo.
"Bapak Kapolri berkali-kali menyampaikan Polri tidak antikritik. Siapa yang berani mengkritik keras Polri, justru akan menjadi sahabat Polri," kata Poengky Indarti dalam keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Jumat 21 Februari 2025 seperti dilansir Antara.
Oleh karena itu, kata dia, jika benar ada pihak dari kepolisian yang berani melarang orang melakukan kritik, yang bersangkutan justru melanggar perintah Kapolri.
Poengky menyampaikan hal itu ketika merespons lagu 'Bayar Bayar Bayar' gubahan grup musik Sukatani yang belakangan ramai diperbincangkan di media sosial. Dua personel grup musik itu belakangan menyampaikan permintaan maaf atas lagu yang berisi kritikan terhadap polisi.
Menurut Poengky, lagu Bayar Bayar Bayar merupakan luapan perasaan Sukatani atas realitas di tengah masyarakat. Grup musik itu menduga masih ada anggota Polri yang melakukan pelanggaran hukum seperti pungutan liar.
Anggota Kompolnas periode 2016–2020 ini menegaskan bahwa kritik sebagaimana lirik lagu itu jika benar, hal itu merupakan penyimpangan dari tugas-tugas mulia kepolisian.
Poengky memandang lagu sebagai bentuk karya seni yang menjadi salah satu sarana mengemukakan kritik sosial. Ia lantas mencontohkan jajaran musisi yang kerap menyuarakan kritik lewat lirik lagu seperti Iwan Fals dan John Lennon.
"Hal tersebut merupakan bentuk dari kebebasan berekspresi, yang disampaikan melalui seni, sehingga tidak layak untuk dilarang, diproses hukum, dan diadili," katanya.
Poengky yang juga anggota Kompolnas periode 2020–2024 berpendapat bahwa pengawasan melekat dan melakukan tindak lanjut dengan memeriksa anggota Polri yang ada dugaan melakukan tindakan transaksional merupakan langkah yang lebih utama ketimbang melarang peredaran lagu maupun meminta grup musik meminta maaf.
"Saya berharap masyarakat tetap berani menyuarakan kritik agar praktik-praktik buruk yang merugikan rakyat dapat dibongkar dan dihapuskan," demikian Poengky.
5. Kompolnas Dukung Polri Periksa Oknum yang Intimidasi Band Sukatani
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Choirul Anam mengapresiasi langkah Polri yang telah memeriksa sejumlah oknum personelnya lantaran diduga mengintimidasi personel Band Sukatani.
Kasus ini mencuat setelah dua personel Band Sukatani menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo buntut lagunya berjudul "Bayar Bayar Bayar". Video permintaan maaf tersebut viral dan langsung menjadi polemik di masyarakat.
"Melakukan pemeriksaan oleh Paminal ke Divisi Siber Polda Jawa Tengah ini merupakan langkah positif dan kami apresiasi. Ini cerminan dari skema perlindungan kebebasan berekspresi," kata Anam dalam siaran pers, Sabtu 22 Februari 2025.
Menurut dia, lagu Band Sukatani berjudul Bayar Bayar Bayar tersebut merupakan bentuk ekspresi masyarakat dalam melayangkan kritik kepada institusi Polri.
Mantan Komisioner Komnas HAM ini menegaskan, kebebasan untuk berekspresi harus dilindungi lantaran sudah menjadi hak yang melekat pada setiap masyarakat yang tinggal di negara demokrasi.
Selain itu, Anam menilai, muatan makna dalam lagu tersebut merupakan sebuah kritik yang harus diterima oleh institusi Polri. "Saya kira institusi kepolisian melalui Pak Kapolri jelas kok sikapnya tidak antikritik, tidak antimasukan," kata dia, seperti dikutip dari Antara.
Apalagi dalam beberapa kesempatan, Polri kerap menggelar wadah berupa perlombaan kesenian mural yang bertema kritikan terhadap kinerja Korps Bhayangkara.
Menurut Anam, digelarnya perlombaan tersebut sudah membuktikan bahwa Kapolri Listyo dan seluruh jajarannya sangat melindungi hak untuk berekspresi, terutama mengkritik melalui kesenian.
Karena itu, dia berharap netralitas Polri dalam menerima kritik dari masyarakat tetap terjaga agar lembaga hukum tersebut bisa selalu berbenah sesuai dengan keinginan rakyat.
Advertisement
6. Wakil Bupati Purbalingga Dukung Band Sukatani
Wakil Bupati Purbalingga Dimas Prasetyahani mendukung grup band Sukatani untuk berkreasi di bidang seni musik. Dimas juga mendukung band punk asal Purbalingga itu untuk menyampaikan kritik dalam setiap liriknya, asalkan kritik yang membangun.
"Kalau kami pribadi untuk berseniannya, untuk di bidang seninya, tentunya kami mendukung. Tapi kalau terkait kritik dan lain-lainnya, kami tidak bisa sedalam itu ya, karena itu hak masing-masing orang untuk mengkritisi instansi ataupun lembaga pemerintahan yang ada," kata Dimas usai menghadiri Upacara Peringatan Hari Jadi Ke-454 Kabupaten Banyumas di Alun-Alun Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu 22 Februari 2025 dilansir Antara.
Terkait dengan persoalan yang dihadapi band Sukatani atas lagunya yang berjudul Bayar Bayar Bayar, menurut Dimas, sebenarnya kritik boleh saja disampaikan. Namun sebagai tetap harus dengan tata krama.
Sebab, menurut Dimas, bangsa Indonesia menganut budaya timur yang mengedepankan sopan santun.
Kendati demikian, dia mengakui dari sisi bahasa dan sebagainya, perspektif setiap orang dalam menanggapi lirik lagu Bayar Bayar Bayar pasti berbeda-beda.
"Tetapi menurut kami ya selama kritik itu membangun, ya sah-sah saja, sehingga jangan sampai membungkam masyarakat yang kritis terhadap kelembagaan maupun instansi yang ada di negara ini," kata Dimas.
Disinggung mengenai kemungkinan Pemerintah Kabupaten Purbalingga memberikan perlindungan kepada personel Sukatani yang merupakan warganya, Dimas mengatakan, pihaknya akan menyikapi dengan baik dan melindungi warga Purbalingga.
Terkait kabar pemecatan Novi Citra Indriyati alias Twister Angel, vokalis Sukatani, dari tempatnya mengajar di salah satu sekolah dasar Purbalingga, Dimas mengaku belum mendalami kabar tersebut.
"Saya belum mendalami itu. Mungkin nanti saya dalami dulu ya, saya belum bisa berkomentar lebih banyak," kata Dimas.
7. Vokalis Band Sukatani Dikabarkan Dipecat, P2G Minta Kemdiknasmen Turun Tangan
Kabar akan pemecatan Novi Citra Indriyati, vokalis dari band Sukatani, dari posisinya sebagai guru, semakin menambah luka bagi kebebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat yang dituangkan dalam bentuk seni.
Diketahui, band punk asal Purbalingga, Jawa Tengah itu menjadi perbincangan di kalangan masyarakat, usai munculnya video permintaan maaf terkait lagu "Bayar, Bayar, Bayar," yang dipandang menyinggung kepolisian.
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kemdikdasmen memanggil pihak sekolah, untuk mengkonfirmasi dan mengklarifikasi persoalan ini.
"Harus dijelaskan, terang-benderang ke publik. Perlu diingat, setelah kasus ibu Supriani di Konawe Selatan, Kemdikdasmen sudah membuat MOU dengan Mabes Polri mengenai perlindungan guru. Saya kira kasus semacam ini harus jadi perhatian khusus dalam MOU," kata Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri dalam keterangannya, Minggu 23 Februari 2025.
P2G juga mendesak Kementerian Hak Asasi Manusia dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mendalami isu ini, apakah ada potensi pelanggaran HAM terhadap guru, baik yang dilakukan oleh pihak sekolah maupun institusi lainnya.
"Komnas HAM memiliki kewajiban, dalam rangka mengawasi bagaimana penegakan hak asasi manusia di dunia pendidikan," ucap dia.
P2G berharap kasus semacam ini tidak terjadi lagi ke depan. Iman menyebut peristiwa serupa pernah juga terjadi menimpa guru Sabil di Cirebon yang dipecat yayasan karena mengkritik Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil di media sosial.
"Waktu itu Pak Sabil kami advokasi karena kebetulan dia Ketua P2G Cirebon. Kalau diperhatikan, polanya sama, pihak ketiga yang dikritik berhasil menekan sekolah," ucap Iman.
Dia berharap ini menjadi pembelajaran bagi sekolah, yayasan, dan pemerintah, untuk tidak diskriminatif, tidak bertindak sewenang-wenang kepada profesi guru. Guru berhak dilindungi dan merasa aman dalam menjalankan tugas profesi yang mulia sesuai UU Guru dan Dosen, PP Guru dan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Guru.
P2G memberikan apresiasi atas dukungan masyarakat terhadap Novi, yang dianggap sebagai wujud nyata perlindungan terhadap guru sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Ayat 1 UU Guru dan Dosen.
P2G juga mengapresiasi pernyataan Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang menyatakan bahwa Polri tidak anti kritik. Pernyataan tersebut diharapkan dapat menjadi panduan bagi jajaran kepolisian di bawahnya.
Namun, dalam kasus ini, Iman belum melihat adanya upaya perlindungan profesi guru yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan pendidikan.
Advertisement
