Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI, Deddy Sitorus, meminta agar pihak yang melanggar aturan terkait pagar laut di perairan Tangerang diproses hukum. Menurutnya, sanksi berat saja tidak cukup untuk menimbulkan efek jera.
Sebelumnya, Kementerian ATR/BPN telah menjatuhkan sanksi berat kepada delapan pegawai terkait kasus tersebut.
Baca Juga
"Saya kira tidak cukup sanksi berat. Harus proses hukum, karena ini kejahatan. Bukan malpraktik yang hanya berkonsekuensi sanksi. Ini saya kira perlu menjadi perhatian," kata Deddy, saat rapat kerja dengan Kementerian ATR/BPN, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Advertisement
Selain itu, lanjut Deddy, pihak yang menerbitkan sertifikat juga perlu diproses secara hukum. Bukan hanya sebatas pembatalan sertifikat saja agar menimbulkan efek jera.
"itu yang menerbitkan sertifikatnya, proses hukum dulu pak, sehingga bisa dibatalkan itu produk cacat hukum, jangan nunggu fatwa dari kejaksaan, pak. Duit mereka lebih banyak, pak. Saya minta, mohon, ya, udah diproses hukum. Sehingga bisa dibatalkan itu," tegas dia.
"Karena soal ruang abu-abu aturan kita ini, pak, sangat mudah dimanipulasi, pak. Semua ada bohirnya, mau bikin PP, mau bikin perpres, mau bikin apa, semua bisa-bisa aja. Saya sgt berharap penegakan hukum di sini, pak. Supaya ada efek jera," sambungnya.
Lebih lanjut, dia pun meminta agar proses hukum terus dilakukan dalam penyelesaian pagar laut. Terutama, bagi pihak yang menerbitkan sertifikat.
"Kalau ibarat korporasi ini, pak, enggak usah pake ini langsung pecat, enggak ada sanksi berat. Jelas, bawa ke Jaksa, bawa ke KPK, pak. Harus begitu, pak Nusron," ujar Deddy.
"Jadi, dalam soal pagar laut ini pun, Pak, kami berharap penegakan hukum jangan hanya ke orang Agraria yang kena, pak. Yang bikin sertifikatnya kok, lolos. Bersama-sama melakukan kejahatan, Kok. Mana mereka-mereka itu? Jangan kesalahan ini ditimpakan hanya ke ATR, pak Nusron," imbuhnya.
8 Pegawai ATR Dicopot dari Jabatan Terkait Kasus Sertifikat Pagar Laut Tangerang
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyatakan, pihaknya sudah proses memecat delapan pejabat ATR buntut dari persoalan sertifikat tanah di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya pada mereka yang terlibat kepada enam pegawai dan sanksi berat kepada dua pegawai,” kata Nusron dalam rapat bersama Komisi II DPR, Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Meski demikian, Nusron enggan menyebutkan siapa saja nama pegawai yang dicopot. Pihaknya hanya sebut inisial.
Pejabat pertama pertama adalah JS, Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Tangerang. Kemudian SH, Ex-Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran.
Selanjutnya, ET, Ex-Kepala Seksi Survei dan Pementaan. Kemudian WS, Ketua Panitia A. YS, Ketua Panitia A. Kemudian NS, Panitia A. Selanjutnya LM Ex-Kepala Survei dan Pementaan setelah ET. Kemudian KA, Ex-PLT, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran.
“Ini delapan orang ini yang sudah diperiksa oleh inspektorat dan sudah diberikan sanksi oleh Inspektorat. Tinggal proses peng SK am saksinya dan penarikan mereka dari jabatannya tersebut,” pungkasnya.
Advertisement
Minta Diselesaikan
Sebelumnya, Anggota Komisi II Fraksi PKB DPR RI Mohammad Toha meminta Nusron menyelesaikan 48 ribu kasus mafia tanah di Indonesia.
Menurutnya, konflik agraria terjadi karena ketimpangan kepemilikan, penguasaan, dan pengelolaan sumber daya agraria. Konflik agraria dapat disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang tumpang tindih.
"Konflik agraria juga bisa disebabkan oleh penyalahgunaan tanah dan pengelolaan sumber daya alam. Selain itu, Konflik agraria dapat disebabkan oleh pelanggaran hak asasi manusia," terang Toha, Kamis (30/1/2025).
Terkait kasus mafia tanah, Toha mengatakan, kasus mafia tanah terjadi karena lemahnya pengawasan, penegakan hukum, dan kurangnya transparansi. Selain itu, mafia tanah juga memanfaatkan sikap abai masyarakat terhadap tanah yang mereka miliki.
"Pada 14 November 2024, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengatakan, ada 48.000 kasus mafia tanah di Indonesia selama ini. 79 persen yang sudah diselesaikan," ungkapnya.
Reporter: Alma Fikhasari
Sumber: Merdeka.com