Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta Francine Widjojo terkejut mendengar kabar adanya rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PAM) Jaya untuk menaikkan tarif air minum.
Menurut perempuan politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu, rekomendasi tersebut diduga bersifat ultra vires atau di luar kewenangan KPK. Francine menduga rekomendasi KPK ini melampaui kewenangan sebagai lembaga antikorupsi.
Advertisement
Baca Juga
“Rekomendasi KPK yang dijadikan justifikasi oleh PAM Jaya untuk menaikkan tarif air bersih diduga telah melampaui kewenangan lembaga antirasuah tersebut, sehingga keputusan ini beserta pertimbangan-pertimbangannya harus dipertanyakan,” ujarnya.
Advertisement
Francine mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi KPK yang diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU 30/2002, bahwa KPK tidak memiliki wewenang untuk memberikan rekomendasi seperti itu.
"Menurut Undang-undang yang berlaku, KPK memang berwenang untuk melakukan beberapa hal termasuk pencegahan sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi. Namun, mereka tidak berwenang untuk memberikan rekomendasi, apalagi untuk BUMD agar menaikkan pendapatan mereka melalui kenaikan tarif, yang berakibat merugikan masyarakat karena dikenakan tarif air minum yang naik 71,3 persen, tetapi layanan yang diterima baru air bersih," kata Francine.
Dia mengingatkan, PAM Jaya adalah perusahaan umum daerah yang tujuan utamanya bukan mencari keuntungan, tetapi mengutamakan penyelenggaraan kemanfaatan umum yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat dengan menyediakan layanan air minum yang lebih efisien. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 8 PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD.
Francine juga mempertanyakan tingkat kebocoran atau nonrevenue water (NRW) PAM Jaya sejak 2017 yang berkisar antara 42,62% hingga 46,67%. “Alangkah baiknya jika kebocoran ini diperbaiki dahulu daripada menaikkan tarif yang akan membebani masyarakat,” ujarnya.
Dia pun meminta Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi DKI Jakarta untuk mengusut kejanggalan ini.
Permintaan Francine itu telah disampaikan dalam surat ke Bapemperda tanggal 6 Februari 2025 perihal Permohonan Pengawasan terhadap Implementasi Pergub DKI Jakarta Nomor 37 Tahun 2024.
“Di sini ada kejanggalan yang harus segera dicek oleh Bapemperda DPRD Provinsi DKI Jakarta. Terdapat keanehan yang membuat Kepgub 730/2024 sebagai bagian dari pelaksanaan Pergub 37/2024 menjadi tidak absah karena melanggar peraturan di atasnya,” tutur Francine.
Menurutnya, masalah tersebut menambah kejanggalan kenaikan tarif air minum PAM Jaya yang sebenarnya tidak pernah merugi sejak tahun 2017. PAM Jaya bahkan baru saja membagikan dividen Rp 62,36 miliar kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pemilik saham tunggal.
Banyak Opsi
Jika PAM Jaya membutuhkan investasi untuk mencapai target kerjanya 100% layanan air minum di tahun 2030, Francine menilai masih banyak opsi lain yang bisa dilakukan tanpa membebani warga Jakarta.
“Misalnya dengan mengurangi tingkat kebocoran air atau nonrevenue water yang diwajibkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Pergub DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2022,” tuturnya.
Francine menyebut warga Jakarta dirugikan dengan rencana kenaikan tarif air bersih ini.
“Khususnya penghuni apartemen dan kondominium dengan kenaikan tarif air bersih PAM Jaya yang mencapai 71,3% dan melanggar ketentuan tarif batas atas air minum. Ditambah lagi dengan kesalahan pengelompokan pelanggan yang menyebabkan penghuni apartemen dan kondominium membayar tarif kelompok industri dan niaga yang lebih mahal dan setara tarif air minum di hotel dan mal,” ujar Francine.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)