Liputan6.com, Jakarta - Sindiran halus dari manusia bisa saja membuat seseorang merasa malu. Namun bagaimana bila sindiran itu datang langsung dari Allah? Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengajak umat Islam untuk merenungi pertanyaan penting ini.
Dalam sebuah kajian yang ditayangkan di kanal YouTube @MD.Channels, dan dirangkum pada Sabtu (12/04/2025), UAH menjelaskan bagaimana Allah SWT memberi sindiran halus kepada manusia, khususnya yang masih lalai dari beribadah.
“Kerasa nggak sih kita ini sebenarnya sedang disindir halus oleh Allah?” tanya UAH membuka ceramahnya. Ia kemudian mengurai satu per satu bentuk kasih sayang Allah yang kadang tak disadari oleh hamba-Nya.
Advertisement
Menurut UAH, Allah telah menyediakan segala fasilitas bagi manusia untuk hidup nyaman dan tenang. Tapi sayangnya, banyak yang justru melupakan Sang Pemberi segala kenikmatan itu.
“Allah tuh nyindir kita halus, kamu ini manusia, aku berikan fasilitas, kenyamanan, kedamaian, ketentraman,” ujar UAH dengan nada penuh perenungan. Ia menegaskan bahwa hal itu bukan hanya anugerah, tapi juga bentuk panggilan ilahi.
Tak hanya itu, Allah bahkan telah memberikan pedoman hidup melalui Al-Qur’an agar manusia tak tersesat dan tetap berada di jalan yang lurus. Namun, seiring kenyamanan hidup yang diberikan, justru makin banyak yang menjauh dari-Nya.
“Allah siapkan pedomannya: ini yang nyaman, ini yang tenang, hindari maksiat, ini risikonya, cari bekal untuk pulang. Aku berikan semua fasilitas itu,” kata UAH menirukan pesan ilahi.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Jangan Terlena
Sindiran Allah, kata UAH, sejatinya mengingatkan manusia agar tak terlena. Karena harapan besar seperti husnul khatimah dan masuk surga mustahil tercapai bila ibadah ditinggalkan.
“Kenapa engkau masih belum punya waktu untuk bertasbih kepadaku?” tanya UAH, menyampaikan kalimat sindiran yang ia tafsirkan sebagai teguran halus dari Tuhan kepada hamba yang lalai.
Padahal, lanjut UAH, malaikat saja tak pernah berhenti beribadah. Mereka bertasbih, memuji, dan tunduk kepada Allah tanpa pernah lelah atau merasa bosan.
“Sedangkan kamu manusia, punya banyak harapan besar. Mau husnul khotimah, pengin masuk surga. Tapi lupa ibadah. Gimana caranya?” tegasnya.
Bagi UAH, hal ini bukan sekadar retorika, melainkan ajakan untuk introspeksi. Ia ingin para pendengar menyadari bahwa hidup ini sementara, dan setiap fasilitas yang diberikan Allah adalah sarana untuk beribadah.
Jika seseorang ingin mendapatkan derajat seperti para malaikat, maka satu-satunya cara adalah menjaga ibadah dan hubungan dengan Allah SWT selama hidup.
“Kalau kita konversi ke ayat ini, tentang pedoman hidup kita, kalau ingin didapatkan malaikatnya, maka jaga ibadah,” jelas UAH.
Advertisement
Jaga Hubungan dengan Allah SWT
Ibadah bukan hanya kewajiban, tapi juga bentuk cinta dan loyalitas kepada Pencipta. Dengan beribadah, manusia mengakui kelemahan dirinya dan menggantungkan seluruh harapan pada rahmat Allah.
UAH juga menekankan pentingnya menjaga hubungan dengan Allah, terutama di era modern yang penuh dengan godaan dan kesibukan yang sering melalaikan.
“Hubungan itu harus dijaga setiap hari. Jangan hanya ingat Allah saat susah atau butuh saja,” ujarnya.
Sindiran Allah, menurut UAH, sering muncul lewat kejadian sehari-hari. Rasa gelisah, sulit tidur, atau hidup yang tidak tenang bisa jadi sinyal bahwa ada sesuatu yang salah dalam hubungan dengan Tuhan.
Karena itu, introspeksi dan memperbaiki ibadah adalah solusi terbaik. “Kita harus kembali sebelum benar-benar dipanggil pulang,” ucapnya.
Bila seseorang ingin akhir hidupnya baik, dan ingin dijemput dalam keadaan husnul khatimah, maka saatnya untuk mulai serius dalam memperbaiki diri dan menyambung kembali hubungan yang pernah renggang dengan Allah.
“Jangan tunggu nanti. Bisa jadi nanti itu tidak pernah datang. Mulailah dari sekarang,” tutup UAH dalam tausiyahnya yang menggetarkan hati.
Melalui ceramah ini, UAH mengingatkan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya. Justru kitalah yang sering meninggalkan-Nya, padahal setiap fasilitas dan petunjuk telah diberikan.
Dan bila kita merasa tersindir oleh kata-kata ini, mungkin itu tanda bahwa hati kita masih hidup dan butuh disegarkan kembali dengan taubat dan ibadah yang sungguh-sungguh.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
