Jimly: Kewenangan Penyidikan Pidana Tertentu Kejaksaan Bisa Ditambahkan

Menurut Jimly, kepolisian saat ini menangani ribuan jenis tindak kejahatan, sehingga memungkinkan bagi kejaksaan untuk menangani beberapa jenis perkara guna mengurangi beban penyidik kepolisian.

oleh Tim News Diperbarui 21 Feb 2025, 21:54 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2025, 18:23 WIB
Gedung Kejaksaan Agung
Gedung utama Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jalan Panglima Polim, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (Foto: Merdeka.com)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, mengusulkan agar kejaksaan diberikan kewenangan tambahan dalam penyidikan perkara tertentu, dengan mempertimbangkan beban kerja kepolisian yang semakin berat.

Dia mengatakan bahwa kewenangan tersebut harus jelas jenis tindak pidananya dan diatur dalam ketentuan undang-undang.

"Jika mau ditambahi harus jelas jenis tindak pidana apalagi yang dimasukan dalam kategori tindak pidana khusus. Kan tidak hanya tipikor, bisa saja tindak pidana pencucian uang,” jelas Jimly.

Ia menjelaskan bahwa dalam beberapa tindak pidana khusus, kejaksaan sudah memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan secara langsung, seperti pada kasus tindak pidana korupsi (tipikor).

Jimly berpendapat bahwa mekanisme serupa dapat diterapkan pada jenis kejahatan lain, dengan tetap memperhatikan regulasi yang berlaku.

Menurut Jimly, kepolisian saat ini menangani ribuan jenis tindak kejahatan, sehingga memungkinkan bagi kejaksaan untuk menangani beberapa jenis perkara guna mengurangi beban penyidik kepolisian.

"Bisa saja ditambahkan asalkan diatur dalam ketentuan UU yang ada,” katanya, mengingatkan bahwa keputusan tersebut perlu dibahas secara matang di tingkat legislatif.

Jimly juga menyoroti perlunya diskusi lebih lanjut di DPR mengenai kategori pidana khusus yang dapat ditangani kejaksaan. “Inikan dalam rangka memperkuat kejaksaan sekaligus dalam rangka membantu memperkuat kepolisian. Apa kekhususannya sehingga perlu ditangani langsung kejaksaan, sehingga tidak muter bolak-balik kepolisian-kejaksaan,” ungkapnya.

Selain itu, ia menyoroti peningkatan jumlah penyidik di berbagai instansi, termasuk di kementerian. “Apa iya penting itu? seperti Kementerian Lingkungan Hidup ada Dirjen khusus Dirjen Penegakkan Hukum Lingkungan. Lembaga kementerian di dalamnya ada Gakum (penegakkan hukum). Begitu juga OJK dalam revisi UU OJK ditambahai kewenangan tambahan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil). Kalau ada kasus pinjol (pinjaman online) penyidiknya langsung dari OJK,” papar Jimly.

 

Pertanyakan Koordinasi Penyidik Lintas Lembaga

Tumpukan Uang Dolar Barang Bukti Penangkapan Mantan Pejabat Mahkamah Agung
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar mengatakan penetapan tersangka dilakukan penyidik usai menangkap Zarof Ricar di wilayah Bali, pada Kamis (24/10/2024) sore. (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Saat ini, terdapat 56 instansi yang memiliki PPNS, di luar kepolisian, kejaksaan, dan KPK. Jimly mempertanyakan koordinasi antarpenyidik yang hingga kini belum jelas. Menurutnya, jika mengacu pada UU Kepolisian, koordinasi berada di kepolisian, namun hal itu bisa membuat penyidikan berulang dari nol.

Sebagai solusi, Jimly mengusulkan agar penyidik PPNS langsung berada di bawah koordinasi kejaksaan. “Jadi PPNS dikoordinasikan langsung oleh kejaksaan. Kecuali KPK. Kalau di UU KPK maka KPK yang mengkoordinasikan perkara Tipikor, Tapi kalau mau memperkuat kejaksaan maka dominis litis ini yang mengkoordinasi kejaksaan, bukan KPK. Kecuali perkara korupsi yang besar-besar di atas Rp1 miliar, itu ditangani KPK. Nanti dalam praktik mereka saling koordinasi saja,” ujarnya.

Terkait revisi UU Kejaksaan, Jimly menekankan perlunya pendekatan komprehensif dengan melihat keseluruhan peraturan yang berkaitan dengan PPNS di berbagai lembaga. Ia juga menyoroti kewenangan penyidikan TNI AL di laut, yang masih berlaku meskipun sudah ada Polisi Air.

Sebagai solusi jangka panjang, Jimly menyarankan pendekatan omnibus law dalam penataan hukum. Ia menekankan bahwa integrasi berbagai undang-undang yang mengatur penyidikan harus dilakukan dalam satu sistem yang harmonis.

“Tapi jangan salah paham, omnibus itu bukan kodifikasi seperti UU Ciptaker. Itu keliru. Itu mengacukan omnibus teknik dengan kodifikasi. Kalau kodifikasi itu menggabung menjadi satu, itu tidak perlu. Namanya tetap UU Kejaksaan tapi ada pasal-pasal yang mengubah, merujuk pada pasal UU lain,” pungkasnya.

Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya