Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar memberi pandangan terkait aksi penembakan terhadap anggota polisi. Mengingat, sudah 5 anggota polisi menjadi korban aksi penembakan orang tak dikenal dalam 2 bulan terakhir.
Menurut Akil, jika dibiarkan bukan tak mungkin aksi serupa terus meluas di sejumlah daerah. Jika negara lemah menghadapi kelompok seperti itu maka para penegak hukum bisa mati konyol.
"Polisi yang bersenjata saja dibunuh, apalagi aparat penegak hukum yang lain?" kata Akil di Gedung MK, Jakarta, Kamis (12/9/2013).
Menurut Akil, beberapa aksi penembakan itu menunjukkan cara perlawanan mereka terhadap penegak hukum. Ini jelas menurunkan derajat kewibawaan Negara, khususnya penegak hukum. Apalagi kalau aksi ini meluas, bisa membahayakan negara secara luas.
"Negara kalah melawan kejahatan. Apapun bentuknya, mau teroris atau kejahatan lainnya. Ada yang ditembak di jalan, di luar rumah, di dalam mobil. Kalau meluas, misalnya di Papua, Aceh, Kalbar, di mana-mana. Hari ini 2 polisi ditembak di Bandung, besok 1 di Surabaya misalnya. Wibawa negara mana? Ini menimbulkan keresahan," ujar dia.
Simbol negara dalam menegakkan kedaulatan hukum itu, kata Akil, adalah penegak hukum. Jika aksi ini dibiarkan dan sampai meluas, maka Indonesia bisa menjadi seperti negara lain yang ekstrim seperti Kolombia, Kuba, dan Meksiko.
"Polisinya mati terkapar, hakim juga dibunuh. Maka tidak boleh dibiarkan ini. Ini harus disikat habis, harus dilakukan perlawanan. Perlawanan itu maksudnya tangkap pelakunya. Polri itu kan soal mengobok-obok jaringan terorisme itu kan canggih," katanya.
Aipda Sukardi tewas saat sedang mengawal 6 truk dari kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dia ditembak kawanan penembak misterius yang diduga berjumlah 4 orang. Saat beraksi, mereka menggunakan 2 motor di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (10/9/2013) sekitar pukul 22.20 WIB.
Dari hasil olah TKP, ditemukan 3 butir peluru berkaliber 4,5. Diduga pelaku menggunakan pistol jenis FN ilegal. Kejadian tersebut juga terekam CCTV yang ada di sekitar lokasi kejadian. Sementara polisi sudah memeriksa sejumlah saksi terkait penembakan ini.
Sebagai penghormatan atas jasa-jasanya selama mengabdi sebagai anggota Polri, Bripka Sukardi disematkan pangkat menjadi Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Anumerta. (Rmn/Ism)
Menurut Akil, jika dibiarkan bukan tak mungkin aksi serupa terus meluas di sejumlah daerah. Jika negara lemah menghadapi kelompok seperti itu maka para penegak hukum bisa mati konyol.
"Polisi yang bersenjata saja dibunuh, apalagi aparat penegak hukum yang lain?" kata Akil di Gedung MK, Jakarta, Kamis (12/9/2013).
Menurut Akil, beberapa aksi penembakan itu menunjukkan cara perlawanan mereka terhadap penegak hukum. Ini jelas menurunkan derajat kewibawaan Negara, khususnya penegak hukum. Apalagi kalau aksi ini meluas, bisa membahayakan negara secara luas.
"Negara kalah melawan kejahatan. Apapun bentuknya, mau teroris atau kejahatan lainnya. Ada yang ditembak di jalan, di luar rumah, di dalam mobil. Kalau meluas, misalnya di Papua, Aceh, Kalbar, di mana-mana. Hari ini 2 polisi ditembak di Bandung, besok 1 di Surabaya misalnya. Wibawa negara mana? Ini menimbulkan keresahan," ujar dia.
Simbol negara dalam menegakkan kedaulatan hukum itu, kata Akil, adalah penegak hukum. Jika aksi ini dibiarkan dan sampai meluas, maka Indonesia bisa menjadi seperti negara lain yang ekstrim seperti Kolombia, Kuba, dan Meksiko.
"Polisinya mati terkapar, hakim juga dibunuh. Maka tidak boleh dibiarkan ini. Ini harus disikat habis, harus dilakukan perlawanan. Perlawanan itu maksudnya tangkap pelakunya. Polri itu kan soal mengobok-obok jaringan terorisme itu kan canggih," katanya.
Aipda Sukardi tewas saat sedang mengawal 6 truk dari kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dia ditembak kawanan penembak misterius yang diduga berjumlah 4 orang. Saat beraksi, mereka menggunakan 2 motor di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (10/9/2013) sekitar pukul 22.20 WIB.
Dari hasil olah TKP, ditemukan 3 butir peluru berkaliber 4,5. Diduga pelaku menggunakan pistol jenis FN ilegal. Kejadian tersebut juga terekam CCTV yang ada di sekitar lokasi kejadian. Sementara polisi sudah memeriksa sejumlah saksi terkait penembakan ini.
Sebagai penghormatan atas jasa-jasanya selama mengabdi sebagai anggota Polri, Bripka Sukardi disematkan pangkat menjadi Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Anumerta. (Rmn/Ism)