Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit investigasi terhadap salah satu badan usaha milik daerah (BUMD) DKI Jakarta, PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Langkah tersebut mendapatkan dukungan dari organisasi penggiat anti korupsi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).
Direktur Investigasi Fitra, Uchok Skydafi mengaku selama ini lembaganya banyak menemukan kejanggalan dalam pengelolaan aset milik Pemprov DKI yang telah dijual perusahaan plat merah itu. Uchok menduga, penjualan lahan tersebut tidak sesuai dengan amanat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Selain itu, ia yakin, Jakpro telah membuat negara mengalami kerugian yang cukup besar mencapai belasan dengan nilai mencapai miliaran rupiah.
"Banyak aset yang dijual PT Jakpro jauh dibawah harga pasar. Padahal dijual dengan harga pasar bisa mencapai tiga kali lipat dari NJOP, juga banyak pihak yang mau membeli aset itu. Karena aset itu berada di kawasan strategis. Makanya kita minta audit dilakukan secara professional," ujar Uchok, di Jakarta, Senin (18/11/2013).
Menurut Uchok, pelanggaran hukum yang diduga dilanggar oleh Jakpro diantaranya adalah Jakpro telah menyetujui banyak pelepasan aset. Aset itu dilepaskan dengan cara pelepasan Hak Guna Bangunan (HGB) diatas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) sesuai nilai objek pajak tahun 2011.
"Total seluruh luas lahan yang dilepas seluas 3,7 hektar yang terdiri dari 1 hektar milik PT Taman Harapan Indah, 1 hektar milik Jakpro dan 1,4 hektar rencana reklamasi, sisanya digunakan untuk land banking dan untuk pelunasan sebagian obligasi," tutur Uchok.
Sedangkan dimasa Jokowi-Ahok, muncul perjanjian pengikatan pelepasan hak guna bangunan diatas bidang tanah hak pengelolaan antara Jakpro dengan PT Bina Men Mandiri Karya.
"Jakpro juga menjual lahannya di dua bidang yakni seluas 5.588 meter persegi senilai Rp 46 miliar dan 4.364 meter persegi Rp 20 miliar atau total 9.952 m2 (Rp 66 miliar) yang berada di Penjaringan Jakarta Utara," kata dia.
Dua bidang tanah itu, lanjut Uchok, merupakan bagian dari total luas lahan seluas 208.665 meter persegi berdasarkan Sertifikat Hak Pengelolaan No 1, Pluit. Lahan itu pada tahun 1994 tercantum atas nama Perintah Daerah Khusus Jakarta. Ia mempertanyakan luas lahan yang menjadi objek perjanjian yang dijual Jakpro 9.952 meter persegi.
"Fasilitas umum juga turut dijual Jakpro. Padahal fasilitas umum itu merupakan hak masyarakat sekitar yang tinggal di kawasan Pluit. Kejanggalan lain RUPS Luar Bisa menjual tanah dibawah NJOP. Padahal lahan itu bisa terjual dengan harga pasar yang nilainya bisa tiga kali lipat dari harga NJOP," jelas Uchok.
Sementara itu, Kepala BPK Perwakilan DKI Jakarta Blucer W Rajagukguk menyatakan pihaknya akan segera melakukan audit investigasi kepada PT Jakpro. "Sekarang lagi proses audit. Kami akan lakukan secara professional, mendalam dan mendetail," ucap Blucer. (Tnt)
Direktur Investigasi Fitra, Uchok Skydafi mengaku selama ini lembaganya banyak menemukan kejanggalan dalam pengelolaan aset milik Pemprov DKI yang telah dijual perusahaan plat merah itu. Uchok menduga, penjualan lahan tersebut tidak sesuai dengan amanat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Selain itu, ia yakin, Jakpro telah membuat negara mengalami kerugian yang cukup besar mencapai belasan dengan nilai mencapai miliaran rupiah.
"Banyak aset yang dijual PT Jakpro jauh dibawah harga pasar. Padahal dijual dengan harga pasar bisa mencapai tiga kali lipat dari NJOP, juga banyak pihak yang mau membeli aset itu. Karena aset itu berada di kawasan strategis. Makanya kita minta audit dilakukan secara professional," ujar Uchok, di Jakarta, Senin (18/11/2013).
Menurut Uchok, pelanggaran hukum yang diduga dilanggar oleh Jakpro diantaranya adalah Jakpro telah menyetujui banyak pelepasan aset. Aset itu dilepaskan dengan cara pelepasan Hak Guna Bangunan (HGB) diatas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) sesuai nilai objek pajak tahun 2011.
"Total seluruh luas lahan yang dilepas seluas 3,7 hektar yang terdiri dari 1 hektar milik PT Taman Harapan Indah, 1 hektar milik Jakpro dan 1,4 hektar rencana reklamasi, sisanya digunakan untuk land banking dan untuk pelunasan sebagian obligasi," tutur Uchok.
Sedangkan dimasa Jokowi-Ahok, muncul perjanjian pengikatan pelepasan hak guna bangunan diatas bidang tanah hak pengelolaan antara Jakpro dengan PT Bina Men Mandiri Karya.
"Jakpro juga menjual lahannya di dua bidang yakni seluas 5.588 meter persegi senilai Rp 46 miliar dan 4.364 meter persegi Rp 20 miliar atau total 9.952 m2 (Rp 66 miliar) yang berada di Penjaringan Jakarta Utara," kata dia.
Dua bidang tanah itu, lanjut Uchok, merupakan bagian dari total luas lahan seluas 208.665 meter persegi berdasarkan Sertifikat Hak Pengelolaan No 1, Pluit. Lahan itu pada tahun 1994 tercantum atas nama Perintah Daerah Khusus Jakarta. Ia mempertanyakan luas lahan yang menjadi objek perjanjian yang dijual Jakpro 9.952 meter persegi.
"Fasilitas umum juga turut dijual Jakpro. Padahal fasilitas umum itu merupakan hak masyarakat sekitar yang tinggal di kawasan Pluit. Kejanggalan lain RUPS Luar Bisa menjual tanah dibawah NJOP. Padahal lahan itu bisa terjual dengan harga pasar yang nilainya bisa tiga kali lipat dari harga NJOP," jelas Uchok.
Sementara itu, Kepala BPK Perwakilan DKI Jakarta Blucer W Rajagukguk menyatakan pihaknya akan segera melakukan audit investigasi kepada PT Jakpro. "Sekarang lagi proses audit. Kami akan lakukan secara professional, mendalam dan mendetail," ucap Blucer. (Tnt)