Kemukus di Antara Seks dan Ritual

Banyak orang berdatangan ke Gunung Kemukus hanya untuk berziarah dan ritual pesugihan. Sebagian mereka membawa pasangan di luar nikah. Kelak, mereka akan berhubungan seks yang dipercaya sebagai prasyarat ritual.

oleh Liputan6 diperbarui 13 Agu 2004, 01:59 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2004, 01:59 WIB
120804cDH.jpg
Liputan6.com, Sragen: Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah. Kawasan itu dikenal bukan karena keindahan alamnya. Ratusan bahkan ribuan dari berbagai kota datang ke sana hanya untuk berziarah dan ritual pesugihan. Pelaksanaan ritual sebenarnya bisa dilaksanakan setiap hari. Namun, terdapat hari-hari tertentu yang dipercaya membawa berkah tersendiri. Misalnya, saat malam Jumat Pon dan malam Satu Suro.

Lokasi utama yang dituju para peziarah adalah makam Pangeran Samudro dan para pengawalnya. Konon, Pangeran Samudro adalah seorang pangeran dari Kerajaan Majapahit. Tapi ada pula yang menyebut dia dari zaman Pajang. Dia jatuh cinta kepada ibu tirinya, Dewi Ontrowulan. Ayahnya yang mengetahui hubungan anak-ibu itu menjadi murka. Pangeran Samudro lantas diusir. Dalam kenastapaannya, dia mencoba melupakan kesedihannya dengan melanglang buana. Akhirnya ia sampai ke Gunung
Kemukus.

Tak lama kemudian, sang ibu menyusul anaknya ke Gunung Kemukus untuk melepaskan kerinduan. Namun nahas, sebelum sempat berhubungan badan, penduduk sekitar memergokinya. Keduanya dirajam beramai-ramai hingga akhirnya tewas. Keduanya kemudian dikuburkan dalam satu liang lahat di gunung itu. Tapi menurut cerita, sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir Pangeran Samudro sempat meninggalkan sebuah pesan. Ia berujar,"siapa saja yang dapat melanjutkan hubungan suami-istrinya yang tidak sempat terlaksana itu akan terkabul semua permintaannya".

Ada pula yang meyakini kuburan itu adalah milik Syeikh Siti Djenar. Dia dihukum para wali karena dianggap menyebarkan ajaran sesat. "Dia dieksekusi di situ," kata KRHT Kresno Handayaningrat, tokoh budaya setempat.

Memang, tak ada catatan sejarah mengenai sosok Pangeran Samudro. Namun, mitos telah telanjur berkembang. Orang yang mengunjungi makam Sang Pangeran dipercaya memperoleh berkah, berupa jabatan dan harta kekayaan.

Tentu saja menjalankan ritual pesugihan di tempat itu adalah hak masing-masing peziarah. Sayangnya, ritual itu kemudian berkembang dengan bumbu seks bebas yang dilakoni sebagian peziarah. Lagi-lagi kegiatan menyimpang tersebut dipengaruhi mitos. Pangeran Samudero juga berbuat yang sama dengan ibu tirinya di sana.

Nanti malam adalah malam Jumat Pon. Para peziarah mulai bersiap untuk melakukan ritual pesugihan di Makam Pangeran Samudro. Sebelum memasuki arel makam, para peziarah harus mengunjungi Sendang Ontrowulan dan Sendang Taruno. Di sana, mereka membersihkan diri, seperti yang dilakukan Dewi Ontrowulan ketika akan menemui Pangeran Samudro.

Jika pembersihan diri telah dilaksanakan, para penziarah menemui kuncen Sendang. Mereka meminta restu dan mengutarakan permintaan sebelum mendatangi makam. Saat itu, sebagian peziarah membawa pasangan di luar nikah. Kelak, beberapa pasangan dadakan tersebut akan berhubungan seks yang dipercaya sebagai prasyarat ritual.

Lain lagi menurut Hasto Pratomo, juru kunci atau kuncen senior makam. "Tidak ada syarat tertentu hanya bawa bunga. Dengan panduan juru kunci kita berdoa. Tawassul atau tahlil supaya dapat barokah," kata dia.

Kini, tiba saatnya bagi para peziarah untuk melaksanakan ritual di makam Pangeran Samudro. Tidak ada panduan resmi, bagaimana ritual harus dilakukan. Yang jelas, para peziarah harus menyampaikan maksud kedatangan dan mengutarakan permintaan yang diinginkan. Tentu saja, tidak semua peziarah melakukan seks bebas usai melakukan ritual di makam Sang Pangeran. Namun, tak sedikit di antara mereka melakukan hal itu.

Bagi peziarah yang percaya harus melakukan seks bebas di sekitar komplek makam, tersedia kamar-kamar yang disewakan. Jika kebetulan tidak mempunyai pasangan dadakan, para penyedia jasa penyewaan kamar juga menyediakan wanita teman kencan. "Awalnya malu, tapi kalau dua kali tiga kali sudah biasa dan seperti suami isteri," Miswan, seorang peziarah.

Mitos tentang seks bebas sebagai prasyarat pesugihan di Gunung Kemukus akhirnya menyuburkan prostitusi. Para pekerja seks komersial menjadi teman kencan bagi para penziarah yang tidak mempunyai pasangan. Tak ada yang melarang aktivitas seks atau sekedar minum minuman keras dan berjudi di sana. "Meski ada plang larangan judi, asusila, dan minum, buktinya tidak apa-apa," kata Wuni, seorang PSK.

Masyarakat di sana juga tidak merasa terganggu. Apalagi, mereka mendapatkan uang dari aktivitas itu. "Pendapatan masyarakat dari sewa, jual makanan. Masalah gituan tidak ada masalah," ujar Dharmanto, kepala Dusun Kemukus.

Prostitusi sebagai dampak mitos ritual seks bebas di Gunung Kemukus sebenarnya telah disadari pemerintah dan kepolisian Sragen. Namun, sejauh ini kedua instansi tak berdaya karena keuntungan ekonomis dari kegiatan tersebut telah menjadi sumber pendapatan warga sekitar.

Meski demikian, bukan berarti aktivitas itu dibiarkan. "Kita tidak mungkin melakukan secara frontal, harus ada pembelajaran yang manusiawi dengan mengangkat kesejahteraan warga," tutur Kepala Kepolisian Sragen Ajun Komisaris Besar Polisi Charles Ngili.(AWD/Tim Derap Hukum)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya