Bukan Biaya Hidup, Ini Alasan Pekerja di Asia Pasifik Menunda Pensiun

Laporan terbarunya menyatakan bahwa hanya setengah dari pekerja yang disurvei percaya bahwa mereka dapat meninggalkan angkatan kerja secara permanen sebelum berusia 65 tahun, turun dari 61 persen tahun lalu.

oleh Aprilia Wahyu Melati diperbarui 01 Feb 2023, 17:00 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2023, 17:00 WIB
Tidak Bisa Menjalin Hubungan Baik dengan Karyawan Lain Selama Bekerja
Ilustrasi Bekerja di Perusahaan Credit: pexels.com/fauxels

Liputan6.com, Jakarta Menurut laporan Workmonitor dari agen perekrutan Randstad mengatakan, krisis biaya hidup menunda rencana pensiun para pekerja profesional di seluruh dunia. Akan tetapi, orang-orang di Asia akan terus bekerja karena alasan di luar gaji.

Laporan terbarunya menyatakan bahwa hanya setengah dari pekerja yang disurvei percaya bahwa mereka dapat meninggalkan angkatan kerja secara permanen sebelum berusia 65 tahun, turun dari 61 persen tahun lalu.

“Ekonomi global yang goyah, inflasi tinggi, dan berkurangnya bantuan pemerintah membuat banyak orang mempertimbangkan kembali langkah tersebut,” kata Randstad seperti dilansir CNBC, Selasa (31/1/2023).

Laporan tahunan menyurvei 35.000 orang di 34 pasar untuk mengetahui sentimen mereka terhadap dunia kerja. Sementara 70 persen pekerja yang disurvei mengatakan bahwa kekhawatiran uang mencegah mereka menikmati tahun-tahun emasnya, pekerja di Asia-Pasifik cenderung merasa bahwa pekerjaan adalah kebutuhan dalam hidup mereka.

Misalnya, 66 persen dari mereka yang berasal dari India dan 61 persen dari China memandang bahwa pekerjaan sebagai “kebutuhan” — hampir dua kali lipat rata-rata global sebesar 32 persen.

Beberapa negara yang menyatakan bahwa masih butuh pekerjaan dalam hidupnya antara lain:

India 66 persen

China 61 persen

Malaysia 45 persen

Singapura 43 persen

Jepang 34 persen

“Baik untuk arti dan tujuan, interaksi sosial atau untuk mengalami tantangan yang datang dengan pekerjaan, pekerjaan bagi banyak orang lebih dari sekadar gaji,” kata Randstad.

“Itu membuat mereka tetap terhubung dan memberi mereka rasa memiliki.”

Merasa Dihargai Dan Dihormati

Selain itu, pekerja juga masih bertahan karena “merasa memiliki kewajiban terhadap atasannya”, kata Randstad.

Laporan tersebut menemukan bahwa sekitar seperlima atau 21 persen pekerja Asia-Pasifik merasa bahwa pemberi kerja akan menghalangi mereka untuk pensiun, dibandingkan dengan 12 persen populasi global.

“Ada faktor budaya yang berperan di sini dengan peran pekerjaan dan pendidikan dalam kehidupan masyarakat,” kata CEO Randstad Sander van ’t Noordende.

Pekerja merasa mereka “membutuhkan” pekerjaan dalam hidup mereka karena memiliki pekerjaan yang stabil membuat mereka “merasa dihargai dan dihormati” oleh rekan-rekan mereka, tambahnya.

Berikut ini beberapa negara yang atasannya masih membutuhkan pegawainya untuk tetap bertahan.

Asia Pasifik 21 persen

Amerika Utara 12 persen

Amerika Latin 7 persen

Eropa Barat Laut 10 persen

Eropa Timur 10 persen

Eropa Selatan 8 persen

Namun, ledakan ekonomi negara-negara tersebut dan peningkatan permintaan akan talenta secara eksponensial, baik di dalam negeri maupun internasional, juga cenderung berkontribusi pada perbedaan ini dibandingkan dengan rekan-rekan global.

Asia adalah rumah bagi tiga dari lima ekonomi terbesar dunia, termasuk China, Jepang, dan India.

Pekerja di beberapa negara Asia juga cenderung mengatakan bahwa mereka menganggap pekerjaan sebagai “bagian penting dari kehidupan mereka”, tambah van ’t Noordende.

Misalnya, 89 persen pekerja di China menganggap ini benar dan 90 persen orang India setuju — yang hampir 20 persen lebih tinggi dari rata-rata global, menurut laporan tersebut.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Makna Bagi Para Bos

Ilustrasi bekerja, mengetik
Ilustrasi bekerja, mengetik. (Photo by Christin Hume on Unsplash)

Di mana pun para pekerja berada, mereka menginginkan “seluruh paket” dari atasannya, kata van ’t Noordende, yaitu pekerjaan yang aman, fleksibel , inklusif dan stabil secara finansial.

“Orang-orang ingin merasa diterima di tempat kerja dan menuntut agar organisasi mereka mencerminkan prioritas mereka sendiri dalam hal-hal seperti fleksibilitas dan keseimbangan kehidupan kerja yang baik,” tambahnya.

Hal ini terutama terjadi pada generasi muda, yang mencari kepuasan lebih dari pekerjaan daripada yang diberikan oleh gaji saja.

Itu juga penting di Asia, di mana pasar tenaga kerja terus ketat. Oleh karena itu, pengusaha harus berfokus pada cara menarik dan mempertahankan bakat, kata van ’t Noordende.

“Semakin jelas bahwa para pekerja siap untuk berhenti dari pekerjaan mereka jika mereka tidak memenuhi tuntutan mereka. Misalnya, lebih dari separuh pekerja Asia-Pasifik akan berhenti bekerja jika mereka merasa tidak pantas berada di sana,” jelas dia.

Selain itu, kelangkaan bakat akan tumbuh di tahun-tahun mendatang mengingat pergeseran demografi, tambah Randstad.

“Perusahaan harus mengembangkan peran fleksibel yang memungkinkan mereka yang mendekati usia pensiun untuk secara perlahan beralih dari penuh waktu ke paruh waktu dan kemudian benar-benar pensiun.”

 

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya