OPINI: Kunci Mencegah Lahirnya Alat Cerdas yang Jahat

Alat cerdas memiliki dua sisi. Bisa baik untuk peradaban, bisa juga merusak.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 02 Jan 2023, 18:32 WIB
Diterbitkan 02 Jan 2023, 18:32 WIB
[Fimela] Gadget
Ilustrasi Gadget | unsplash.com/@guanmu

Liputan6.com, Jakarta Berita seputar tren teknologi informasi masih menjadi topik yang menarik untuk diikuti. Kita disuguhi berita populer mengenai kecanggihan gawai dan aplikasi yang semakin menarik dan menjawab kebutuhan harian kita. Kita juga membaca tentang penerapan jaringan 5G yang memiliki kecepatan koneksi yang tinggi pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali.

Berita mengenai semakin gencarnya sosialisasi ekosistem digital juga menyeruak. Misal, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menggunakan sistem operasi dan penjualan secara digital. Selain itu, akhir-akhir ini, kita juga membaca berita mengenai pengaruh konten-konten internet yang menggiring seseorang melakukan tindakan kriminal.

Secara filosofis terdapat konsep manusia sebagai Homo Faber yang menitikberatkan manusia sebagai penghasil dan pengguna alat dalam interaksinya terhadap sesama dan alam. Pada zaman now, manusia mampu menanamkan kecerdasan pada alat, sehingga menjadikannya ‘alat cerdas’. Alat tidak hanya berupa perangkat keras tetapi juga perangkat lunak dan bahkan gabungan keduanya.

Saat ini, semua alat menjadi serba cerdas, dengan sistem cerdas hasil dari algoritma cerdas, kombinasi mekanikal, elektrikal dan teknologi informasi. Alat cerdas merupakan alat yang mampu memberikan respons dan membuatnya berbeda dengan alat lainnya.

Gawai dengan aplikasinya dan jaringan internet merupakan contoh dari alat cerdas yang populer. Sebagian dari kita juga telah menggunakan alat virtual reality dan augmented reality atau bahkan menggunakan drone dalam pekerjaan kita.

Kita juga terpapar oleh berbagai jenis promosi digital yang bermunculan di layar, seolah-olah sesuai dengan minat konsumsi kita. Kecerdasan alat juga memiliki nilai ekonomi dan telah menjadi kunci sukses pemasaran alat tersebut. Lingkungan global yang semakin menggalakkan transformasi digital turut memperluas jangkauan keberadaan alat cerdas.

 

Entitas sosial

Alat cerdas yang kita kenal sekarang, seperti gawai dan internet, dapat terlibat dalam interaksi sosial sebagai jembatan yang mengatasi jarak dalam berkomunikasi. Dalam contoh lain, penggunaan alat pindai sidik jari yang cerdas untuk keperluan absensi atau keamanan rumah, dapat merespons pengguna dengan frase “terima kasih!” atau “silakan coba kembali!”. Keterlibatan seperti ini merupakan aktivitas pasif dari alat cerdas kita.

Dari sisi alat, respons yang sesuai menunjukkan keberhasilan fungsi dalam memproses input dan output dengan benar. Dari sisi pengguna, respons alat memberi pemahaman status saat ini dan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Kita melihat keduanya berinteraksi, terjadi komunikasi melalui bahasa untuk saling memahami.

Kita tidak asing dengan konsep sosiologi yaitu manusia sebagai makhluk sosial. Manusia akan saling berinteraksi dengan manusia lainnya dalam kehidupan bermasyarakat, yang salah satu sarananya adalah melalui bahasa. Konsep ini masih eksklusif untuk interaksi antar manusia. Namun, bagaimana jika manusia berinteraksi dengan alat yang dapat secara aktif merespons bahasa manusia?

Secara teknis, dapat dimungkinkan alat cerdas memiliki kapabilitas untuk menjadi pihak yang aktif dalam suatu interaksi dengan manusia. Apakah ini akan disebut sebagai interaksi sosial? Suatu pertanyaan yang menuntut perhatian mengenai alat yang menjadi satu entitas sosial tersendiri, partner dalam kehidupan sosial kita.

Dalam bahasa kita, kita belum memiliki istilah khusus untuk interaksi sosial antara manusia dan alat, tetapi berbagai dampaknya telah kita rasakan. Aktivitas perangkat lunak cerdas dalam jaringan seperti internet dapat menjadi indikator intensitas interaksi sosial kita dengan alat cerdas.

Data survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan pada 2020, pengguna internet di Indonesia telah mencapai 73,7 persen dari jumlah penduduk, dengan pertumbuhan per tahun mencapai 8,9 informasi.

Dengan jumlah pengguna yang besar tersebut, Indonesia merupakan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara yang memiliki proyeksi pertumbuhan Gross Merchandise Value (GMV) sebesar 23 informasi sampai tahun 2025 dan sumbangan terbesar ekonomi digital tersebut yaitu 67 informasi dari sektor e-commerce (Negara dan Soesilowati, 2021).

Tingginya intensitas interaksi dengan alat cerdas juga berkontribusi pada cara bagaimana informasi disebarluaskan. Salah satu masalah terkait penyebarluasan informasi adalah hoaks. Pemetaan hoaks di Indonesia tahun 2019 oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menunjukkan bahwa hoaks dengan topik politik (53,5 informasi) melalui dengan sarana narasi (35,2 informasi) merupakan bentuk dominan dari penyebaran hoaks di Indonesia (Hidayah, Suryani, dan Safitri, 2019).

Kecepatan perubahan informasi juga mengubah gaya hidup pengguna alat cerdas seperti pada sindrom FoMO (Fear of Missing Out). FoMO pada generasi milenial, dengan 99 informasi interaksi yang dilakukan adalah mengakses media sosial atau aplikasi layanan pesan, merupakan bentuk kecanduan untuk up to date terhadap informasi media sosial dengan dampak psikologis seperti khawatir dan penyesalan (Aisafitri dan Yusriyah, 2021).

Tantangan terhadap interaksi dengan alat cerdas juga datang dari keamanan siber, seperti serangan terhadap Industrial Control System (ICS) atau Supervisory Control And Data Acquisition (SCADA) yang menjadi titik terlemah pada sistem keamanan perusahaan (Rahmawati, 2019).

Kemajuan alat cerdas merupakan salah satu state of the art dalam penelitian dan pengembangan teknologi tanpa awak. Robot humanoid dalam beberapa tahun terakhir tidak hanya meniru bentuk dan fungsi struktur manusia, tetapi juga memiliki perilaku sosial seperti dapat memiliki raut wajah dan suara yang dapat menyesuaikan dengan emosi atau menari dengan energik. Penerapan kecerdasan buatan dan Internet of Things pada sistem kendaraan tanpa awak meningkatkan efisiensi penggunaan energi (Kurunathan dkk., 2022).

 

Karakter Perancang

Interaksi sosial kita dengan alat cerdas yang ada di sekitar kita tidak dapat dibendung. Dari dua titik ekstrim interaksi, yaitu antara ketergantungan dan penghindaran, kita telah menempatkan alat cerdas dalam kehidupan kita tidak hanya secara fisik tetapi juga mental psikologis.

Diperlukan peran bersama antara pemerintah, industri dan juga masyarakat sampai dengan tataran individu untuk menyadari adanya interaksi sosial dengan alat cerdas dan berbagai dampaknya. Peningkatan intensitas interaksi sosial yang berdampak baik ini dapat dilakukan dengan percepatan kesiapan infrastruktur digital (Aida, 2022).

Namun demikian, kemajuan alat cerdas dengan kapabilitas otonomi penuh dapat menempatkan dirinya sebagai entitas sosial tersendiri. Oleh karena itu, selain kesadaran akan adanya interaksi sosial dengan alat cerdas, diperlukan perhatian lebih dalam hal kebijakan yang mengatur entitas sosial baru ini.

Keharmonisan interaksi kita dengan alat cerdas sebagai entitas sosial baru dapat dijaga dengan mempertahankan pola interaksi sosial by design, selama alat cerdas tersebut dirancang oleh manusia.

Peran perancang alat cerdas, baik individu maupun kelompok, menjadi sangat penting. Perancang diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai kebaikan universal pada respons alat cerdas, yang bisa kita dapatkan dari agama, budaya dan juga spiritualitas bangsa. Oleh karena itu, perancang alat cerdas semakin dituntut untuk mampu berpikir kreatif dan detail mengenai teknis, sosial dan juga psikologis interaksi manusia dan alat.

Pembentukan karakter perancang tersebut dapat dilakukan secara terstruktur melalui peran institusi dan kurikulum pendidikan yang adaptif. Dengan karakter perancang yang berpihak pada kebaikan universal, kita dapat berharap mengurangi dampak negatif dari interaksi sosial dengan alat cerdas dari sejak titik nol.

Penguatan karakter seperti ini dapat menjadi salah satu faktor kunci keberlanjutan interaksi sosial yang harmonis antara kita dengan alat cerdas yang ada di sekitar kita. Tidakkah hal ini akan juga menjadi awal terbentuknya konsep teknologi yang berpusat pada manusia dalam Masyarakat 5.0?

Penulis: Arie Sukma Jaya / Dosen Program Studi Teknik Mesin Universitas Pertamina

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya