Asal-usul Pemberian Nama Sedan

Ternyata nama sedan berasal dari bahasa Latin dan Italia.

oleh Amal Abdurachman diperbarui 06 Apr 2018, 17:37 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2018, 17:37 WIB
Mercedes-Benz Plug-in Hybrid E 350 e
Mercedes-Benz Plug-in Hybrid E 350 e yang merupakan sedan berkonsep ramah lingkungan (Mercedes-Benz)

Liputan6.com, Jakarta - Anda tentu tidak asing dengan mobil berjenis sedan. Ya, sedan adalah mobil dengan tiga kotak (ruang mesin, kabin penumpang, dan bagasi), dilengkapi empat pintu, dan memiliki ruang duduk dua baris. Namun, tahukah Anda asal-usul dari pemberian nama sedan?

Dilansir Jalopnik, kata sedan berasal dari bahasa Latin dan Italia. Kata dasarnya adalah sedes/sedere yang berarti 'untuk duduk' dalam bahasa Latin.

 

Asal-usul nama sedan
Asal-usul nama sedan (Jalopnik).

Lalu pada awal tahun 1600-an datanglah istilah sedan dari bahasa Italia, yang datang dari kata sede (kursi). Pada saat itu sedan memiliki arti 'kursi tertutup yang berada di atas palang'. Saat itu, istilah tersebut digunakan untuk alat transportasi yang diangkat oleh manusia pada bagian depan dan belakang. 

Kata sedan masuk ke Inggris di tahun 1630-an, namun uniknya kata tersebut tidak digunakan untuk alat transportasi mekanikal. Melainkan digunakan untuk alat transportasi bertenaga manusia.

Di Amerika, mobil pertama yang disebut sebagai sedan adalah Speedwell lansiran 1911 yang dirakit di Ohio.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Awal Cerita Sedan Menjadi Barang Mewah

Mazda3 sedan (Foto:Edmunds)
Mazda3 sedan (Foto:Edmunds)

Sedan adalah satu segmen yang kurang berkembang di Indonesia. Lembaga riset dan konsultan Frost & Sullivan merilis data bahwa tahun lalu penjualannya hanya 13.700 unit, atau turun 21,4 persen ketimbang tahun sebelumnya.

Satu penyebab kenapa sedan tidak berkembang adalah bahwa mobil ini dibebani pajak yang tinggi. Dengan berlandaskan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN-BM) untuk sedan di bawah 1,5 liter adalah 30 persen, sementara di atas itu 40-75 persen. Sementara segmen-segmen lain hanya 10 persen saja.

I Gusti Putu Suryawirawan, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin), mengatakan bahwa pembebanan pajak yang lebih tinggi disebabkan anggapan mobil ini dianggap hanya dapat dibeli kalangan orang kaya saja.

Putu mengatakan, pola pikir ini tumbuh sejak zaman Orde Baru dan terus langgeng sampai sekarang.

"Zaman Pak Harto orang beli sedan sudah dianggap orang kaya. Karena kaya, akhirnya dikasih pajak tinggi," ujar Putu dalam acara "Seabad Industri Otomotif Indonesia" yang digelar Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) di Jakarta, Selasa (28/8/2017) kemarin.

 

 

Pada masa Orde Baru, sedan memang banyak dipakai oleh pejabat. Bahkan, mobil dinas presiden kala itu tidak bisa jauh-jauh dari sedan, terutama keluaran Mercedes-Benz.

Selera mobil "Eropaan" Orde Baru terbentuk pada 1970-an. Sebab sebelum itu, selalu mobil asal Amerika Serikat (AS), seperti Chevrolet, yang dipakai.

Mercedes-Benz W116 Barong 1975, Mercedes-Benz W126 Eagle 500SEL 1987, Mercedes-Benz W140 S600 1994, adalah beberapa sedan yang pernah dipakai sebagai mobil kenegaraan sepanjang masa pemerintahan Soeharto. Tentu semua mobil ini punya keunggulan di atas rata-rata pada zamannya.

Mobil dinas para menteri kala itu juga sedan, sehingga mengesankan eksklusivitas. Beberapa model yang pernah dipakai para pembantu Suharto ini adalah Volvo 264 GL, Volvo 740 GL, Volvo 960, dan Volvo S90. Yang disebutkan terakhir adalah mobil dinas para menteri di masa-masa terakhir Orde Baru.

Mobil yang "merakyat" tidak identik dengan sedan. Salah satu mobil paling populer di masa itu adalah Toyota Kijang. Dan sebagaimana kita tahu, Kijang berada di segmen kendaraan penumpang, lalu kemudian bertransformasi jadi kendaraan serbaguna (MPV).

Putu menilai bahwa saat ini pola pikir itu harusnya diubah. Sebab sekarang ada MPV, SUV, atau segmen lain, yang jelas lebih mewah ketimbang sedan. Sementara sedan pun tidak selamanya mewah.

"Apalagi sedan itu segmen yang populer di luar negeri, bukan MPV seperti yang banyak sekarang. Jadi kalau memang mau menggalakkan ekspor, harus perhatikan itu," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya