Insentif untuk Kendaraan Listrik Rilis Bulan Ini

Pemberian insentif dinilai bisa mempercepat perkembangan kendaraan listrik di Indonesia

oleh Yurike Budiman diperbarui 01 Agu 2018, 19:19 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2018, 19:19 WIB
Tiga Menteri Hadiri Hibah 10 Mobil Listrik Ramah Lingkungan
CEO Mitsubishi Motors Osamu Masuko foto bersama Menperin Airlangga Hartarto saat penyerahan 10 mobil listrik kepada pemerintah di Jakarta, Senin (26/2). Hibah tersebut untuk mendorong penggunaan kendaraan ramah lingkungan. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Guna mengembangkan dan memacu produktivitas dan daya saing kendaraan listrik, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, mengatakan akan segera memberikan insentif  untuk industri otomotif yang memproduksi kendaraan listrik dan perusahaan yang mengembangkan teknologi baterai dan motor listrik untuk penggeraknya.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian telah mengusulkan Kementerian Keuangan terkait pemberian insentif fiskal berupa tax holiday.

"Rencananya insentif tersebut keluar pada Agustus ini, bersamaan dengan insentif lainnya, termasuk yang super deductable tax untuk vokasi dan inovasi," kata Airlangga pada acara Seminar and Exhibition Electric Car di Jakarta, dikutip dari laman resmi Kemenperin.

Kemenperin juga sudah mengajukan skema penurunan bea masuk untuk kendaraan listrik dalam bentuk Completely Knock Down (CKD) sekitar 0-5 persen, yang saat ini dikenakan tarif hingga 5-10 persen.

Sementara untuk jenis incompletely knocked down (IKD) dihapuskan menjadi 0 persen, yang semula sebesar 7,5 persen.

"Dari penurunan itu, para produsen bisa melakukan pre-marketing untuk kendaraan listrik, sehingga mendapatkan volume produksi, serta mendorong penjualan dan menambah investasi," ujarnya.

Strategi pengembangan kendaraan listrik di Indonesia telah dipersiapkan melalui roadmap program kendaraan rendah emisi karbon atau low carbon emission vehicle (LCEV), dimana program ini menggunakan pendekatan emisi CO2 yang dihasilkan kendaraan.

Adapun yang termasuk dalam jenis kendaraan LCEV, meliputi kategori yang disebut low carbon forinternal combustion engine (ICE) technology, yakni kendaraan bermotor hemat bahan bakar dan harga terjangkau (KBH2) atau low cost green car (LCGC).

 

selanjutnya

Selain itu, ada low carbon for hybrid electric technology, antara lain kendaraan jenis hybrid electric vehicle (HEV), plug-in hybrid vehicle (PHEV) dan dual HEV. Sedangkan, untuk kategori low/zero carbon technology seperti kendaraan battery electric vehicle (BEV) dan fuel cell electric vehicle (FCEV).

Seperti diketahui, Kemenperin menargetkan, ada 10 persen dari 1,5 juta mobil yang diproduksi di dalam negeri adalah jenis LCEV pada 2020. Kemudian, di tahun 2025, populasi LCEV diperkirakan tembus 20 persen dari 2 juta mobil yang diproduksi di dalam negeri. Hingga mencapai 25 persen ketika produksi 3 juta mobil pada 2030, dan dibidik sampai 30 persen saat produksi 4 juta mobil di 2035.

"Dari jumlah produksi tersebut, sebagaian untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan sisanya untuk ekspor," tuturnya.

Ia yakin, industri otomotif di dalam negeri sudah siap memproduksi kendaraan listrik secara bertahap.

"Dari segi electric motor itu bukan merupakan teknologi baru bagi kita. Sedangkan, untuk baterai, kita punya bahan baku nikel murni yang bisa diproduksi di Morowali, bahkan ada produsen yang sedang ekspansi di Halmahera, dan untuk cobalt bisa diekstraksi dari timah di Bangka," tutupnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya