Mengulik Ragam Klaim Jarak Tempuh Kendaraan Listrik

Salah satu yang sering ditemui dalam penilaian membeli kendaraan listrik adalah kemampuan jarak tempuh. Lewat kapasitas baterai yang ditawarkan, jarak tempuh ini kerap menjadi penilaian pertama calon konsumen

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jan 2023, 17:09 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2023, 17:09 WIB
Mobil listrik
Tempat pengisian baterai mobil listrik.

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu yang sering ditemui dalam penilaian membeli kendaraan listrik adalah kemampuan jarak tempuh. Lewat kapasitas baterai yang ditawarkan, jarak tempuh ini kerap menjadi penilaian pertama calon konsumen untuk memutuskan membeli kendaraan listrik.

Produsen yang mencantumkan jarak tempuh sebelumnya sudah melakukan pengujian internal terhadap produk EV mereka. Kerap ditemui, setelah tulisan jarak tempuh, produsen mencantumkan kata WLTP, NEDC atau EPA sebagai klaim pengujian yang dilakukan mereka. Lantas apa maksud kata-kata tersebut?

Tuntutan untuk pengujian ini awalnya datang untuk menjawab pertanyaan, seberapa jauh baterai yang digunakan bisa membawa kendaraan berpergian dalam skenario tertentu. Ini agar produsen bisa melakukan klaim yang terukur terhadap produk EV mereka.

Pengujian inilah yang menggunakan standar dari ketiga lembaga di atas. New European Driving Cycle (NEDC), Worldwide Harmonised Light Vehicle Test Procedure (WLTP) adalah pengujian untuk pasar Eropa.

Environmental Protection Agence (EPA) adalah standar untuk pasar Amerika. Mengutip dari halaman JDPower, masing-masing punya standar tersendiri dalam pengujiannya namun banyak mengungkapkan NEDC merupakan pengujian yang sedikit akurat dibanding EPA yang mendekati pemakaian sebenarnya. Ini sudut pandang dari pasar Amerika.

Lantas apa perbedaannya dan mengapa dibedakan antara pasar Eropa dan Amerika? Perbedaannya ada pada penggunaan di perkotaan dan jalan bebas hambatan. NEDC dan WLTP fokus pada penggunaan di area urban dan suburban untuk mendapatkan estimasi yang sesuai dengan masyarakat Eropa lakukan.

EPA lebih kepada penggunaan jalan tol alias bebas hambatan. Karena penduduk Amerika menghabiskan waktu di perjalanan antarnegara bagian serta perjalanan jauh untuk rekreasional.

Bicara soal sejarah, pengujian NEDC di Eropa sudah dilakukan sejak tahun 1980-an dan terakhir diperbarui pada 1997. Maka cara pengujian ini tidak terlalu dilirik produsen dimana pengujiannya juga dilakukan lewat pendekatan lab untuk mendapatkan angka. Ini tidak ideal sebagai pengujian untuk kondisi sebenarnya di lapangan.

WLTP sistem lebih baru, diperkenalkan pada 2017 lalu untuk menggantikan metodologi NEDC. Pengujian ini juga sebagai pembaruan setelah skandal Dieselgate Volkswagen pada 2015.

Prosedur pengujiannya dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang realistis dan lebih baik mengenai penggunaan di jalanan. Kedua metodologi bisa menghitung jarak tempuh kendaraan listrik, namun WLTP memiliki pembaruan untuk mengantisipasi pengujian EV.

Misal, WLTP mengubah pengujian single cycle selama 20 menit menjadi dynamic test cycle selama 30 menit. Test ini juga dikali dua jarak tempuhnya dan pengendaraannya, termasuk untuk skenario area berkendara di urban dan non-urban sejauh 23 sampai 25 kilometer.

WLTP juga melakukan pengujian dengan kecepatan yang lebih kencang, variasi penilaian serta temperatur yang realistis dibanding metode NEDC. Ini membuat WLTP menjadi lebih akurat dimana jarak EV bertambah 10 persen dibandingkan penggunaan masyarakat Eropa. Pengujian ini membutuhkan proses selama lima hari.

WLTP juga membuat pengujiannya, tidak hanya EV, juga memungkinkan melakukan pengujian tidak hanya di Eropa. Standar baku yang dikeluarkan, membuat WLTP yakin kendaraan dengan tipe yang sama akan mendapatkan hasil yang sama juga meski diuji di belahan dunia lain. Ini juga membuat perbandingan antar laboratorium pengujian menjadi esensial dalam pengujian suatu produk kendaraan.

 

Pengujian Lainnya

Kemudian beralih ke EPA. Pengujiannya dikatakan lebih berat dibandingkan dua metode sebelumnya. Ada pengujian multi-cycle test, dimana baterai EV diisi penuh dayanya kemudian diparkir semalaman.

Besoknya, pengujian dilakukan di atas dynamometer sembari menggunakan skenario pengendaraan di perkotaan, jalan tol, dan jalan antar kota hingga kendaraan habis dayanya.

Setelah itu diisi ulang lagi hingga penuh, EPA kemudian mengalikan angka rentang awal dengan 0,7 untuk memberikan peringkat akhir EV yang diuji. Sebagai tambahan, EPA biasanya juga menyediakan ekuivalen konsumsi Mile per Galon selain estimasi jarak tempuh.

CLTC adalah standar yang digunakan di China. Kalau ini, jarang dilampirkan oleh produsen untuk produknya di Indonesia. Kepanjangan singkatan ini China Light Duty Vehicle Test Cycle. Pengujian ini berdasarkan dari NEDC dan memodifikasinya untuk kebutuhan dalam negeri Tiongkok.

Standar pengujian dilakukan dalam tiga fase (slow, medium dan fast). Pengujian dilakukan selama 30 menit dengan kendaraan menempuh sekitar 14,5 kilometer. Hampir sama dengan cara WLTP.

Bedanya, CLTC menguji saat kendaraan sedang berhenti alias idle. Kemudian pengujian CLTC memiliki skenario berhenti lebih banyak dibanding WLTP dan speed limit menggunakan 114 km/jam, lebih lambat dibanding WLTP.

Nah, semoga sekarang sudah memahami apa maksud tulisan di belakang jarak tempuh yang diklaim pabrikan. Indonesia mengikuti standar yang digunakan pabrikan global untuk di Tanah Air.

Ini membuat calon konsumen EV di Indonesia perlu berasumsi jarak tempuh yang dijanjikan bisa jadi tidak sejauh dengan jarak tempuh yang diklaim produsen.

Sumber: Oto.com

Infografis Cara Hindari Jeratan Pinjol Ilegal
Infografis Cara Hindari Jeratan Pinjol Ilegal (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya