Tanggapi Soal PPN hingga Opsen, Hyundai Punya Strategi Jaga Penjualan Tetap Stabil

Merespons soal kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga Ospen, Hyundai Motors Indonesia (HMDI) menegaskan pentingnya kepastian aturan perpajakan, terutama insentif PPN sebesar 12 persen untuk kendaraan listrik.

oleh Rendy Yansah diperbarui 29 Nov 2024, 18:15 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2024, 18:15 WIB
Hyundai Santa FE JAW 2022
Hyundai Santa Fe dinilai lebih ideal sebagai pesaing Toyota Fortuner dan Mitsubishi Pajero Sport. (Otosia.com/Arendra Pranayaditya)

Liputan6.com, Jakarta - Merespons soal kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga Opsen pajak, Hyundai Motors Indonesia (HMDI) menegaskan pentingnya kepastian aturan perpajakan, terutama insentif PPN sebesar 12 persen untuk kendaraan listrik. 

Chief Operating Officer HMID, Fransiscus Soerjopranoto, menyebut bahwa aturan pajak untuk kendaraan jangan sampai diberlakukan mulai Januari 2025. Ia mengkhawatirkan jika kebijakan ini dapat menjadi hambatan bagi produsen otomotif jika diterapkan terlalu cepat, seperti yang terjadi pada 2024.

"Nah yang kita waspadai sekarang, yang pastinya bukan cuma Hyundai, merek lain juga. Yang terpenting buat yang mobil listrik jangan sampe aturan perpajakan yang ada, baik  penurunan atau pemberian insentif untuk kendaraan PPN 12 persen Itu segera di munculkan di bulan Januari, jangan sampe kaya tahun ini yang mundur sampai Februari. sehingga itu akan memberikan semacam polisi tidur bagi produsen otomotif,” ujar Fransiscus Soerjopranoto saat ditemui di Mall Gandaria City, Jakarta pada Kamis (28/11/2024).  

Fransiscus menyatakan, kenaikan pajak 1 persen ini akan menjadi beban bagi masyarakat, terutama di sektor Fast-Moving Consumer Goods (FMCG). 

Namun, untuk sektor otomotif, Hyundai masih bisa menyiasati dampaknya untuk tidak menaikkan harga kendaraan sebagai bentuk keringanan bagi konsumen, guna menjaga volume pasar tetap stabil.

"Kalo mengenai kenaikan pajak 1 persen pastinya kan ada jadi beban buat masyarakat. Terutama yang FMGC. Namun kalau di mobil masih bisa kita siasati, karena kita dari sisi kendaraan ada kebijakan atau aturan yang bisa kita ga naikan harganya dulu. Sebagai keringanan untuk konsumen kita. Karena kita harus jagain volume market," ujar Fransiscus. 

Produsen asal Korea Selatan itu juga menegaskan bahwa mereka masih memiliki opsi untuk tidak menaikkan harga kendaraan, dengan memanfaatkan program yang ada sebagai kompensasi.

"Kita melanjutkan program kita, disini kita masih punya pilihan harga ga naik. Program kita tahun ini bisa dijadikan kompensasi," kata Fransiscus. 

Hyundai Tanggapi Rencana Pemberlakuan Opsen Pajak

Untuk diketahui, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 mengatur bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12 persen, meningkat dari tarif sebelumnya yang sebesar 11 persen.

Kenaikan PPN ini juga akan berlaku untuk barang otomotif, termasuk mobil baru, yang akan ikut dikenakan tarif PPN. Rencananya, penerapan PPN 12 persen ini mulai berlaku pada 1 Januari 2025, namun kemungkinan besar akan ditunda. 

Disamping itu, Fransiscus juga merespon soal opsen yang ditetapkan sebagai pajak bea penjualan, yang diberlakukan pemerintah daerah untuk produsen otomotif. 

Dirinya mengatakan Hyundai masih terus memantau dan berdiskusi mengenai hal ini, namun produsen itu berharap penarikan tarif pajak daerah tidak membebani produsen otomotif. 

"Jadi selain kenaikan pajak 1% ada lagi opsen di mana pemerintah daerah juga berhak untuk memberikan tambahan bea penjualan. Nah kita terus mencermati dan masih diskusi," tutup Fransiscus.

Infografis Mobil Kepresidenan

infografis Mobil Kepresidenan
Mobil Kepresidenan di Indonesia
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya