Bawaslu Akan Revisi 2 UU, Usulkan Lembaganya Seperti KPK

Penindakan laporan kecurangan disebabkan karena saat ini polisi dan jaksa hanya sebagai tugas tambahan.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 17 Feb 2016, 10:35 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2016, 10:35 WIB
20151114-Pembukaan Rakor Bawaslu-Muhammad-Jakarta
Ketua Bawaslu, Muhammad memberi sambutan saat pembukaan rapat koordinasi persiapan pilkada serentak di Hotel Royal, Jakarta, Sabtu (14/11/2015). Tujuan rakor untuk menyamakan pola pikir dan pola tindak seluruh pengawas pemilu. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Bogor - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad mengakui, banyak laporan kecurangan pada Pilkada Serentak 2015 yang tidak bisa ditangani secara maksimal. Hal ini karena keterbatasan kewenangan dalam menindak kecurangan pemilu.

Oleh sebab itu, dalam waktu dekat Bawaslu akan mengusulkan adanya revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dan UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD.

"Modelnya nanti seperti KPK. Aparat polisi dan kejaksaan bertugas secara tetap di Bawaslu. Ini lebih efektif penanganannya dibandingkan model sekarang," ujar Muhammad dalam diskusi bersama Jampidum Kejaksaan Agung, Bareskrim Polri, dan Komisi II DPR di Bogor, Selasa 16 Februari 2016.

Muhammad mengatakan, sudah menyiapkan 2 alternatif untuk meningkatkan penanganan tindak pidana pemilu dalam revisi undang-undang tersebut. Pertama, Bawaslu memiliki kewenangan dalam memperkarakan kasus kecurangan pemilu hingga tahap penuntutan.

Kedua, penanganan tindak pidana pemilu ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan yang sudah tergabung dengan Bawaslu. Dengan begitu, pengklasifikasian penanganan kasus atau pelanggaran pemilu lebih jelas.

"Jadi kami dapat mengklasifikasikan laporan antara tindakan pidana yang mengganggu proses pemilu dengan yang secara langsung mempengaruhi hasil perolehan suara," tutur Muhammad.

Ia menjelaskan, tindak pidana pemilu yang mempengaruhi hasil perolehan suara akan diselesaikan secara administratif hingga penghitungan hasil perolehan suara sama persis antara yang ada di TPS dengan penghitungan akhir di KPU. Sementara tindak pidananya diproses oleh polisi.

Bawaslu mencatat, saat penyelenggaraan pemilu serentak 2015, ada 1.090 pelanggaran yang masuk ke Bawaslu. Namun, dari jumlah itu, kasus yang bisa tangani hingga ke pengadilan hanya 60 kasus.

Minimnya penindakan laporan kecurangan disebabkan karena saat ini polisi dan jaksa hanya sebagai tugas tambahan di sentra penegakan hukum terpadu (gakumdu).

"Sementara Sentra Gakumdu waktu penanganannya sangat terbatas, jadi banyak yang tidak tertangani," Muhammad menandaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya