Liputan6.com, Jakarta - Pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno telah mendaftarkan permohonan sengketa hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat 24 Mei 2019 malam. Permohonan dilayangkan Bambang Widjojanto sebagai Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi bersama angggotanya.
Dalam salinan surat permohonan sengketa hasil Pilpres 2019 yang diterima Liputan6.com, terdapat 37 halaman yang membeberkan poin-poin kecurangan Pilpres 2019 yang dianggap terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), baik sebelum, saat, maupun sesudah Pemilu 2019 berjalan.
Baca Juga
Berikut poin-poin kecurangan Pilpres 2019 yang ditemukan BPN seperti dalam salinan surat permohonan ke MK:
Advertisement
1. Ketidaknetralan Aparatur Negara: Polisi dan Intelijen
Menurut kubu Prabowo-Sandi, tidak netralnya Polri terlihat saat Kapolsek Pasirwangi, Kabupaten Garut, AKP Sulman Aziz, yang mengaku diperintahkan untuk menggalang dukungan kepada paslon 01, Jokowi-Ma'ruf, oleh Kapolres Garut.
Perintah serupa juga diberikan kepada kapolsek lainnya di wilayah Garut. Dalam gugatan disebut, para kapolsek akan dimutasi jika paslon 01 kalah di wilayahnya.
Masih berdasarkan salinan, kubu Prabowo mengaku masih memiliki banyak bukti keberpihakan Polri. Namun akan diungkap dalam persidangan. Tak diungkap sekarang demi menjaga keamanan barang bukti.
Untuk ketidaknetralan intelijen, BPN menjadikan pernyataan Presiden keenam RI Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas, Bogor pada Sabtu 23 Juni 2018.
Berikut isi pernyataan SBY yang dilampirkan dalam salinan gugatan.
"Tetapi yang saya sampaikan ini cerita tentang ketidaknetralan elemen atau oknum dari BIN, Polri, dan TNI itu ada, nyata adanya, ada kejadiannya, bukan hoaks. Sekali lagi ini oknum."
"Selama 10 tahun tentu saya mengenal negara, pemerintah, BIN, Polri, dan TNI. Selama 10 tahun itu lah doktrin saya, yang saya sampaikan, negara, pemerintah, BIN, Polri, dan TNI netral."
"Mengapa saya sampaikan saudara-saudara ku. Agar BIN, Polri, dan TNI netral. Karena ada dasarnya, ada kejadiannya."
Dari pernyataan SBY tersebut akhirnya BPN Prabowo-Sandi menyebut paslon 02 bukan hanya berkompetisi dengan paslon 01, tetapi juga dengan presiden petahana yang di-back up oleh aparat Polri dan intelijen.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
2. Diskriminasi Perlakuan dan Penyalahgunaan Penegakan Hukum
Menurut BPN, ada indikasi kuat diskriminasi dan penyalahgunaan penegakan hukum yang bersifat tebang pilih ke paslon 02 dan tumpul ke paslon 01.
Perbedaan perlakuan penegakan hukum yang demikian, di samping merusak prinsip dasar hukum yang berkeadilan, tetapi juga melanggar HAM, tindakan sewenang-wenang, dan makin menunjukkan aparat berpihak dan bekerja untuk pemenangan paslon 01, melalui penjeratan hukum yang mengganggu kerja-kerja dan konsolidasi pemenangan paslon 02.
Dalam salinan gugatan tersebut, BPN melampirkan 10 bukti link berita yang dinilai menunjukkan perbedaan perlakuan, dan penyalahgunaan penegakan hukum selama Pilpres 2019.
Salah satunya adalah berita dari Liputan6.com, yang berjudul 15 Gubernur Ini Tegaskan Dukung Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019 (berita 12 September 2018).
3. Penyalahgunaan Birokrasi dan BUMN
Menurut BPN, modus penyalahgunaan wewenang lainnya adalah dengan menggerakkan birokrasi dan sumber daya BUMN untuk mendukung pemenangan paslon 01. Di sini juga tim BPN melampirkan bukti link berita untuk memperkuat gugatannya.
Dari 35 link berita yang dilampirkan sebagai bukti, di antaranya adalah berita Suara.com 10 April 2019 dengan judul 'Jokowi Mendapat Dukungan Saat Hadiri Silaturahmi Nasional Kepala Desa' sebagai bukti P-24, berita IDNNews.id 3 Maret 2019 dengan judul 'ASN Jangan Netral: Sampaikan Program Pak Jokowi' sebagai bukti P-27.
4. Penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan Program Pemerintah
Menurut tim Prabowo-Sandi, paslon 01 menyalahgunakan APBN dan program pemerintah yang sifatnya materil untuk meningkatkan elektabilitas dalam Pilpres 2019. Tindakan demikian nyata-nyata bentuk vote buying dengan menggunakan anggaran negara.
BPN kemudian mencontohkan beberapa penyalahgunaan APBN dan program pemerintah dengan melampirkan bukti link berita. Di antara bukti link berita itu yakni, Jokowi Percepat Penerimaan PKH, Kenaikan Dana Kelurahan, Jokowi Mengakui Pembangunan Infrastruktur untuk Kepentingan Pemilu 2019.
Menurut BPN, sekilas ini adalah program pemerintah biasa, namun jika ditelaah lebih jauh maka akan terlihat program-program itu dari segi momentum dan kebiasannya merupakan bentuk strategi pemenangan paslon 01.
Â
Advertisement
5. Penyalahgunaan Anggaran BUMN
Berdasarkan isi gugatan, menurut BPN, bahwasanya BUMN dimanfaatkan pendanaannya untuk mendukung kampanye dan pemenangan paslon 01 melalui program CSR, tetapi sebenarnya mengarahkan pemilih untuk mencoblos paslon 01.
Menurut BPN, calon presiden petahana yang tidak cuti memanfaatkan BUMN melalui program BUMN yang populis, yang sengaja diselenggarakan menjelang hari pemungutan suara.
Beberapa bukti yang dilampirkan yakni gratis naik KRL setiap Senin dari Bekasi-Jakarta PP yang diberikan PT Jasa Marga yang berlaku dari Stasiun Kranji, Cikarang, Bekasi, selama Maret-April 2019. Kemudian menjual 1 juta paket sembako murah pada 1 sampai 13 April di berbagai daerah yang merupakan hasil produksi BUMN.
Menurut BPN, program-program BUMN ini disusupi pesan-pesan untuk mendukung pasangan 01 juga terlihat dari desain kaos perayaan gabungan HUT BUMN yang mencantumkan foto Jokowi dan pesan-pesan tertentu.
6. Pembatasan Kebebasan Media dan Pers
Menurut BPN, pemilik media diarahkan untuk memperkuat Jokowi-Ma'ruf. Menurut BPN, hal itu membuat publik merugi karena akan mendapatkan informasi yang distorsif.
Yang dijadikan lampiran bukti oleh BPN adalah adanya pembatasan pers dalam meliput aksi reuni 212, pembatasan tayangan TV One khususnya program ILC, dan pemblokiran situs jurdil (CNN Indonesia 22 April 2019).
BPN dalam isi gugatannya menilai bahwa ada media yang sudah nyata menjadi pendukung paslon 01, sedangkan yang lain dikekang untuk tidak bebas memberitakan berita paslon 02.