Beda dengan Bawaslu, KPU Ingin Pilkada Serentak 2024 Dipercepat daripada Ditunda

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy'ari menginginkan agar pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 lebih cepat dari jadwal yang telah ditentukan daripada ditunda.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 14 Jul 2023, 10:25 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2023, 10:23 WIB
Ketua KPU Hasyim Asy'ari dalam jumpa pers terkait peninjauan kegiatan verifikasi administrasi dokumen Bakal Calon Anggota DPR untuk Pemilu Tahun 2024 oleh Bawaslu dan DKPP di di Hotel Gran Melia Jakarta, Senin (29/5/2023).
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari dalam jumpa pers terkait peninjauan kegiatan verifikasi administrasi dokumen Bakal Calon Anggota DPR untuk Pemilu Tahun 2024 oleh Bawaslu dan DKPP di di Hotel Gran Melia Jakarta, Senin (29/5/2023). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy'ari menginginkan agar pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 lebih cepat dari jadwal yang telah ditentukan daripada ditunda.

Hal ini menyusul pernyataan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja yang mengusulkan penundaan Pilkada Serentak 2024.

"Kalau kami inginnya lebih cepat, lebih baik. Coblos itu di September," kata Hasyim dilansir dari Antara, Jumat (14/7/2023).

Dia juga mengaku, belum tahu apa dasar yang dijadikan Bawaslu RI dalam memberikan usulan untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.​​​

"Aku belum tahu dasarnya dia (Bawaslu) apa​," ucap Hasyim.

Sebelumnya, Bawaslu RI mengusulkan Pemerintah dan penyelenggara pemilu, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membahas opsi penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.

Menurut Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, opsi penundaan Pilkada Serentak 2024 patut dibahas karena pelaksanaannya beririsan dengan Pemilu 2024 dan ada pula potensi terganggunya keamanan serta ketertiban.

"Kami khawatir sebenarnya Pemilihan (Pilkada) 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024, yang mana Oktober 2024 baru pelantikan presiden baru, tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti. Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (Pilkada) karena ini pertama kali serentak," ujar Bagja dilansir dari Antara, Jumat (14/7/2023).

Lebih lanjut, dia mencontohkan apabila ada gangguan keamanan di suatu daerah, polisi berpotensi kesulitan mendapatkan bantuan dari pasukan di daerah lain karena daerah lain juga tengah menyelenggarakan Pilkada.

"Kalau sebelumnya, misalnya, pilkada di Makassar ada gangguan keamanan, bisa ada pengerahan dari Polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024, tentu sulit karena setiap daerah siaga menggelar pemilihan serupa," ucap Bagja.

Bawaslu Paparkan Permasalahan Jika Tidak Tunda Pilkada Serentak 2024

Bawaslu
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyampaikan pihaknya telah menugaskan Bawaslu Sumenep untuk menelusuri video viral di media sosial video soal pembagian amplop berwarna merah dengan lambang partai khas PDIP. (Merdeka.com)

Pada kesempatan yang sama, Bagja memaparkan sejumlah potensi permasalahan dalam gelaran Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024. Menurutnya, potensi permasalahan itu muncul dari tiga aspek, yakni dari penyelenggara, peserta pemilu (pemilihan), dan pemilih.

Pada aspek penyelenggara pemilu, kata dia, beberapa potensi permasalahan meliputi pemutakhiran data pemilih, pengadaan, dan distribusi logistik pemilu seperti surat suara, atau beban kerja penyelenggara pemilu yang terlalu tinggi. Hal lainnya, lanjutnya, sinergi antara Bawaslu dan KPU terkait dengan peraturan KPU (PKPU) dan peraturan Bawaslu (perbawaslu) yang belum optimal.

"Data pemilih ini banyak sekali masalah, sampai-sampai satu keluarga beda TPS (tempat pemungutan suara) saja, sampai marah-marah. Begitu juga surat suara, itu banyak permasalahannya. Misalnya, kekurangan surat suara dari TPS A ke TPS B. Itu juga bisa menimbulkan masalah," ujar dia.

Ia melanjutkan permasalahan kedua berasal dari aspek peserta pemilu, seperti masih maraknya politik uang serta transparansi pelaporan dana kampanye dan netralitas aparatur sipil negara (ASN) yang belum optimal. Selain itu, ada pula persoalan penggunaan alat peraga kampanye yang tidak tertib.

Terakhir, Bagja menyampaikan potensi permasalahan ketiga dari aspek pemilih meliputi adanya pemilih yang kesulitan dalam menggunakan hak pilih, menghadapi ancaman dan gangguan terkait kebebasan dalam memilih, serta penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian.

"Ini nanti kalau sudah penetapan calon presiden dan wakil presiden kemungkinan berita bohong dan ujaran kebencian akan ramai kembali. Kita perlu melakukan antisipasi," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya