Liputan6.com, Jakarta Polda Jawa Tengah mengakui memang meminta kepada Rektor Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang untuk membuat video testimoni kinerja Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Alasannya, dalam rangka menciptakan cooling sistem atau Pemilu damai.
Baca Juga
Calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD mengatakan kepolisian telah mengakui akan hal tersebut.
Advertisement
Perihal permintaan testimoni video Jokowi itu pun juga turut menyasar ke sejumlah rektor kampus Semarang.
"Berarti mereka memang melakukan untuk meminta rektor-rektor itu memberi dukungan dan muji-muji Pak Jokowi, mereka sudah mengakui," kata Mahfud di Pos Bloc Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2024) malam.
Menurut mantan Menkopolhukam itu makna kata 'mengakui' dapat memiliki berbagai macam makna. Ia pun tidak terlalu banyak komentar akan hal tersebut.
"Terserah mereka, tapi mereka sudah mengaku itu dilakukan," tutupnya.
Sebagaimana diketahui, Polda Jawa Tengah memberikan klarifikasi terkait ramainya kabar polisi meminta sejumlah rektor di Kota Semarang membuat video testimoni apresiasi kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mereka menyatakan tujuan permintaan pesan itu adalah untuk menciptakan cooling sistem atau Pemilu damai.
"Jadi ini pemilu ada kegiatan cooling sistem. Kita minta tokoh masyarakat memberikan imbauan agar pemilu berjalan damai. Intinya pesannya itu untuk cooling sistem," kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto, Selasa (6/2).
Ditanya mengenai adanya anggota Polrestabes Semarang yang meminta sejumlah rektor universitas di Kota Semarang untuk membuat video testimoni apresiasi kinerja Presiden Jokowi, Satake hanya mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga kondusivitas pada pemilu 14 Februari nanti.
"Dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga pemilu terselenggara dengan aman, damai dan bermartabat. Tentu sesuai dengan harapan Forum Rektor," ungkapnya.
Mahfud Md Ditantang Ajak Menteri Mundur
Calon Wakil Presiden nomor urut 3, Mahfud MD ditantang salah seorang warga untuk mengajak para menteri yang mendukung pasangan Capres 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk mundur dari kabinet. Tantangan tersebut disampaikan pada saat acara Tabrak Prof di Pos Bloc, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2024).
Semulanya, warga asal Jakarta Utara, Dominggus diberikan kesempatan untuk berbicara langsung ke Mahfud perihal mundurnya dia dari Menkopolhukam untuk menjaga netralitas.
Ia lantas menantang Mahfud itu agar mengajak para menteri pendukung Prabowo-Gibran mundur dari jabatannya.
"Jadi gini Prof, kemarin kan (Anda) jadi Menko Polhukam. Tapi Prof mundur nih karena menteri itu enggak boleh berpihak, kan, harus netral. Pertanyaan saya ini Prof, Prof berani enggak tantang para menteri pendukung 02 untuk mundur, Prof?" tanya Dominggus kepada Mahfud.
Mendengar hal itu, mantan ketua hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menjawab dengan lantangnya akan meneruskan tantangan ke para menteri yang dimaksud
"Tantangan Anda saya teruskan sebagai tantangan juga kepada mereka," tegas Mahfud.
Advertisement
Mahfud Ungkap Alasan Tidak Pernah Korupsi
Calon Wakil Presiden nomor urut 3, Mahfud MD ditanya oleh masyarakat perihal dirinya mengapa tidak pernah korupsi. Mahfud mengakui ada hal yang ditakutinya apabila terlibat dalam kasus korupsi. Salah satunya hukuman moral.
"Bagi saya hukuman itu bukan hanya sekadar hukum, hukuman itu ada juga hukuman moral. Maka dalam ilmu hukum itu ada hukuman hetrononom, hukuman yang dijatuhkan oleh negara. Tapi setiap orang itu punya hukuman otonom, kalau berbuat salah meskipun ia tidak ketahuan oleh hukum yang merasa takut merasa berdosa dan hukuman yang sifatnya otonom itu banyak sekali terjadi," ujar Mahfud dalam acara Tabrak Prof yang diselenggarakan di Pos Bloc Jakarta, Rabu (7/2).
Mahfud mencontohkan dalam hukum otonom atau hukum moral seseorang akan dikucilkan meskipun tidak ketahuan secara hukum formalnya. Ia juga mencontohkan dalam istilah Jawa ada yang disebut dengan 'karma'.
"Misalnya istri lari, anaknya sakit-sakitan, anaknya terjebak narkoba, keluarganya kalau dihukum karena ditabrak mobil dan sebagainya," ungkap Mahfud.
"Dalam pikiran tentang hukum karma itu hukuman kalau orang tidak bisa ditangkap tidak ditangkap oleh hukum yang resmi tapi hukuman otonom merasa berdosa menyesal takut dan sebagainya itu dia pedoman terbaik saya tidak berbuat itu," pungkas mantan ketua Hakim MK itu.
Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com