Pengamat Ingatkan pada Masa Pilkada 2024 Dilarang untuk Lantik Pejabat Baru

Pengamat Politik Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Johanes Romeo menyoroti soal Caroll Senduk yang telah mendaftar secara resmi pada Pilkada 2024.

oleh Tim News diperbarui 03 Sep 2024, 21:59 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2024, 20:02 WIB
KPU Tetapkan DPT Pilkada Indramayu 1,3 Juta Pemilih
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com / Yoshiro)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Politik Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Johanes Romeo menyoroti soal Caroll Senduk yang telah mendaftar secara resmi sebagai calon Wali Kota Tomohon, Sulawesi Utara, meski diduga melanggar Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).

Caroll diketahui saat ini menjabat sebagai Wali Kota Tomohon dan telah mendaftar sebagai bakal calon Wali Kota Tomohon di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Kamis 29 Agustus 2024.

"Pendaftaran ini berlangsung meskipun, ia (Caroll) menghadapi dugaan pelanggaran Undang-Undang Pilkada yang dapat mempengaruhi pencalonannya," ujar Johanes, melalui keterangan tertulis, Selada (3/9/2024).

"Caroll diduga telah melanggar Pasal 71 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Yang melarang kepala daerah, termasuk wali kota, melakukan rolling jabatan dalam waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon, kecuali dengan izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri)," sambung dia.

Johanes mengatakan, dugaan pelanggaran tersebut muncul setelah Caroll melakukan pergantian pejabat pada 22 Maret 2024 tanpa mengantongi izin dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

"Aturan ini ditegaskan lebih lanjut oleh Mendagri Tito Karnavian melalui surat nomor 100.2.1.3/1575/SJ tertanggal 29 Maret 2024, yang menguatkan larangan tersebut dan memperjelas kewenangan kepala daerah terkait kepegawaian menjelang Pilkada 2024," ucap dia.

Meskipun demikian, lanjut Johanes, Caroll Senduk menunjukkan sikap optimis dan percaya diri saat mendaftarkan diri di KPU, menandakan komitmennya untuk tetap berpartisipasi dalam kontestasi politik ini.

 

Ada Tiga Daerah

Ilustrasi Pilkada Serentak 2020 (Liputan6.com / Abdillah)
Ilustrasi Pilkada Serentak 2020 (Liputan6.com / Abdillah)

Johanes mengungkapkan, berdasarkan informasi yang dihimpun, di Sulawesi Utara terinformasi ada tiga daerah yang diduga melakukan penggantian pejabat dan besar kemungkinan berakibat fatal.

"Sekalipun Menteri Dalam Negeri Jenderal (Purn) Tito Karnavian telah menganulir atau membatalkan pelantikan pejabat di waktu terlarang itu, tapi tetap penyelenggara Pilkada tidak boleh mengakomodir pencalonan incumbent," kata dia.

"Saya dapat info. Ada yang sudah menyiapkan anaknya atau istrinya. Ada juga diganti kerabatnya," tandas Johanes.

Untuk diketahui, kepala daerah atau penjabat kepala daerah yang melakukan mutasi atau penggantian pejabat dapat jelang Pilkada bisa dikenai sanksi pidana. Hal ini sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Larangan mutasi ini berlaku 6 bulan terhitung sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU RI.

"Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah)," demikian bunyi pasal 190 UU Pilkada.

 

Pasal Selanjutnya

Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)

Pada Pasal 71 ayat (2), UU Pilkada mengatur bahwa kepala daerah dilakukan mengganti pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri.

Dalam hal ini, menteri yang dimaksud adalah Menteri Dalam Negeri. Sementara itu, pada Pasal 162 ayat (3), ditegaskan bahwa kepala daerah yang ingin melakukan mutasi atau penggantian pejabat dalam kurun waktu tersebut harus memperoleh persetujuan tertulis dari menteri.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI sendiri sudah menegaskan bahwa kepala daerah dilarang mengganti pejabat menjelang Pilkada 2024, terhitung sejak 22 Maret 2024 lalu.

"Dalam rangka pencegahan pelanggaran dan sengketa proses serta memastikan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024 yang demokratis dan berintegritas, demi menjamin konsistensi kepastian hukum, serta proses penyelenggaraan pemilihan yang efektif dan efisien," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam keterangan tertulis, Minggu 7 April 2024.

Pihaknya juga menyampaikan hal ini kepada Menteri Dalam Negeri sebagai pihak yang mengoordinasikan para kepala daerah, melalui surat bernomor 438/PM/K1/03/2024 yang ditembuskan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

"Bawaslu mengimbau kepada Menteri Dalam Negeri untuk memastikan tidak terdapat penggantian pejabat baik oleh Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota maupun penjabat Gubernur atau Penjabat," kata Bagja.

"Bupati/Wali Kota 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri terhitung sejak tanggal 22 Maret 2024," jelas Bagja.

Adapun KPU RI akan melakukan penetapan pasangan calon kepala daerah pada 22 September 2024, sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pilkada 2024.

Infografis Beda Putusan MK dan DPR Terkait Revisi UU Pilkada. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Beda Putusan MK dan DPR Terkait Revisi UU Pilkada. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya