Liputan6.com, Jakarta - Hampir setiap tahun bawang putih selalu jadi sorotan. Bagaimana tidak, kalau tak langka atau harga yang selalu melonjak. Bukan karena pasokan komoditi tersebut tersendat dari negara produsennya yakni China atau Tiongkok, tetapi justru regulasi importasi yang selalu menghambat sehingga harga bawang putih di pasar dan pengecer sudah tembus di atas Rp40.000 per kilogram.
Hal itu seperti disampaikan Direktur Eksekutif Research Oriented Development Analysis (RODA) Institute Ahmad Rijal Ilyas. Padahal, menurut dia, jika ditelusuri harga bawang putih di Cina hanya USD 1.400, jika kurs dollar saat ini Rp16.400, maka harga pokok bawang putih Rp22.960, ditambah biaya custom clearence dan trucking rata-rata Rp1.200, maka harga bawang putih di tingkat importir Rp24.160 per kilogram.
Baca Juga
"Dengan harga real bawang putih separuh dibawah dari harga konsumen, maka menjadi tanda tanya besar mengapa harga bawang putih bisa dua kali dari harga sebenarnya," ujar Rijal melalui keterangan tertulis, Senin (10/2/2025).
Advertisement
"Persoalan harga bawang putih yang selalu kambuhan setiap tahun, bukan dikarenakan kekurangan supply atau rantai pasok yang panjang. Justru rantai pasokan bawang putih sudah lama terbentuk dan efisien dibanding komoditi lain," sambung dia.
Menurut Rijal, persoalan dan hambatan utamanya sejak 20 tahun lalu adalah terkait kebijakan importasi, ditambah campur tangan pemerintah dalam mengatur kuota impor yang tidak konsisten dan membuka ruang sekelompok pengusaha untuk menguasai pasar bawang putih.
"Akhirnya, konsumen menjadi korban dalam praktek tata kelola importasi bawang putih, karena harus menanggung harga beli yang lebih tinggi," ucap dia.
"Tidak saja konsumen yang dirugikan, tetapi negara juga berpotensi kehilangan pemasukan dari praktek jual beli kuota bawang putih yang sudah lama berlangsung," sambung Rijal.
Â
Lakukan Tarifisasi
Karena itu, lanjut Rijal, sebaiknya pemerintah memberlakukan tarifisasi saja agar harga bawang putih bisa lebih efisien di pasar dan konsumen mendapatkan harga terbaik.
"Dengan tarifisasi, dan meniadakan praktek kuota impor yang hanya menguntungkan para mafia bawang putih, pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto, seharusnya perlu melakukan tarifisasi impor bawang putih atau komoditi lainnya yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri," papar dia.
Maka dengan demikian, lanjut Rijal, negara memperoleh pemasukan dana segar untuk menunjang program strategisnya, sementara konsumen tidak lagi dikorbankan dengan permainan harga di dalam negeri.
Bahkan, menurut dia, Ombudsman RI telah menyebut total kerugian yang disebabkan oleh adanya maladministrasi surat persetujuan impor (SPI) bawang putih diprediksi mencapai Rp4,5 Triliun.
"Bayangkan saja jika ditarifisasi, ambil contoh yang saat ini sudah mencuat pungutan per kilogram kuota tersebut sebesar Rp. 2000, jika dikalikan kuota yang tersedia sekitar 500 ribu ton, berapa triliun akan menjadi pemasukan negara, ini baru dari bawang putih saja belum dari komoditi yang lain," tandas Rijal.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)