Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) meminta rencana perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia haruslah dilakukan lewat mekanisme kajian dan uji publik. Hal itu agar memiliki dasar acuan kuat untuk diubah sehingga tidak merugikan kepentingan negara di kemudian hari.
"Kami menilai PP No 41 tahun 1996 itu sudah cukup baik, dan tidak perlu pemberian hak milik bagi asing, begitu juga hak pakai seumur hidup. Aturan itu jangan ujug-ujug diberlakukan, tapi harus lewat kajian dari berbagai unsur masyarakat," tegas Ketua Umum DPP Apersi, Eddy Ganefo yang dihubungi Liputan6.com, Selasa (14/7/2015).
Dia mengingatkan pemerintah agar belajar dari pengalaman negara lain yang sudah menerapkan aturan kepemilikan properti bagi orang asing, dan tidak mengulang kesalahan tersebut. Oleh karena itu, dalam membuat sebuah aturan seluruh komponen masyarakat agar didengarkan pendapatannya, dan tidak hanya mendengarkan satu atau dua usulan saja.
Advertisement
Eddy memberi contoh dampak buruk penerapan aturan kepemilikan properti asing kini dirasakan banyak negara. Di Singapura yang dikenal dengan pasarnya yang bebas, sekarang harga properti melonjak tinggi sehingga banyak warga negaranya sendiri yang kesulitan membeli rumah karena harga sudah tidak terjangkau. Pemerintah setempat akhirnya terpaksa mengerem laju penjualan rumah kepada orang asing dengan menaikkan pajak.
Pajak beli properti untuk orang asing saat ini ditetapkan hingga 18 persen, sedangkan pajak beli properti untuk warga Singapura hanya 3 persen.
Di Indonesia justru aneh, ungkap Eddy. Pemerintah merencanakan untuk apartemen seharga Rp 5 miliar yang diperbolehkan orang asing membelinya, dikenakan pajak PPnBM 20 persen.
Besar pajak itu sama saja dengan yang diberlakukan kepada warga Indonesia. Bahkan bagi orang asing akan diberikan hak pakai seumur hidup, sebaliknya warga Indonesia yang memiliki hak guna bangunan (HGB) tetap harus melakukan perpanjangan secara periodik.
"Kok ya orang asing bisa dapat hak begitu istimewa dibanding warga sendiri? Agenda apa yang sedang dirancang oleh pihak-pihak yang ingin kepemilikan properti untuk asing ini dibuka?," tanya Eddy Ganefo.
Selain di Singapura, Pemerintah Australia juga sedang menyusun kebijakan untuk memperketat aturan kepemilikan properti bagi orang asing. Demikian juga di Jepang, saat ini banyak apartemen kosong karena mayoritas dibeli untuk investasi oleh orang asing. Hal serupa juga sedang terjadi di China dan Malaysia.
Belajar dari pengalaman negara-negara di atas, Eddy Ganefo melihat adanya korelasi antara dibukanya kran kepemilikan properti bagi orang asing dengan kenaikan harga rumah tapak (landed house) serta lahan-lahan untuk perumahan rakyat.
Kalau itu terjadi di Indonesia, artinya 60 juta masyarakat Indonesia yang belum mempunyai rumah hanya bisa "menonton" dan mengubur keinginan mereka untuk hidup dan tinggal di hunian layak, baik dan sehat sesuai amanah konstitusi UUD 1945 pasal 28H. (Rinaldi/Ahm)
Reporter: Muhammad Rinaldi