Liputan6.com, Jakarta - Pasar properti komersial di China dan Hong Kong merupakan yang terbaik di Asia Pasifik selama 2015. Konsultan properti internasional JLL memprediksi tahun ini, aktivitas investasi di kedua lokasi ini masih akan menyamai tahun lalu.
Volume transaksi real estat di Hong Kong naik 66 persen secara tahunan pada 2015 menjadi US$ 12 miliar, yang didominasi investor China yang mencari peluang investasi di mancanegara.
Pada kuartal IV-2015, aktivitas investasi naik dua kali lipat menjadi US$ 4,5 miliar dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya.
Advertisement
Dinukil dari Rumah.com, di China daratan, volume transaksi mencapai US$ 10,5 miliar pada kuartal IV- 2015, naik 49 persen secara tahunan.
Dalam setahun penuh, volume naik 51 persen menjadi RMB 179 juta, dan membuat rekor baru dalam mata uang lokal.
“Meskipun ekuitas dan Renminbi berada di bawah tekanan, investasi properti didukung oleh perusahaan domestik dan lembaga keuangan serta foreign private equity real estate fund,” kata Joe Zhou, Head of Research JLL China, Rabu (27/1/2016).
Baca Juga
Di 2015, Shanghai tetap menjadi pasar yang paling aktif di China dengan total transaksi komersial mencapai RMB 78,5 miliar. Angka tersebut memperlihatkan kenaikan 87 persen secara tahunan dan merupakan rekor baru.
Volume transaksi didorong oleh transaksi besar seperti penjualan Corporate Avenue 1 & 2 sebesar US$ 1,1 miliar. Properti perkantoran tetap menjadi sub sektor real estat yang paling likuid pada di 2015, dengan porsi 54,7 persen dari keseluruhan volume transaksi di Shanghai.
“Ke depan, kami tidak melihat akan ada kekurangan dana lantaran pemain domestik China harus tetap aktif. Akan ada keragaman transaksi dalam hal asset class, sementara itu para investor oportunis terlihat mencari aset seperti apartemen servis, residensial, dan perkantoran grade B,” tutur Zhou.
Kota-kota tier 1 di China, seperti Shanghai, Beijing, dan Guangzhou, imbuhnya, masih akan mengungguli banyak lokasi di Asia Pasifik, dengan return tiga tahun dan gain 10 persen per tahun atau lebih.
Sementara itu, Denis Ma, Head of Research JLL Hong Kong memaparkan, perusahaan asal China daratan akan tetap menjadi investor aktif di Hong Kong tahun ini. "Dengan suku bunga di Amerika Serikat yang meningkat, kami berharap lebih banyak aset untuk masuk," kata dia.
Volatilitas yang terjadi di baru-baru ini di pasar saham mata uang China awal bulan ini telah memicu kecemasan pasar yang berujung pada kekhawatiran akan melayangnya investasi properti China ke luar negeri.
“Bertentangan dengan kepercayaan populer, devaluasi RMB terhadap dolar AS mungkin tidak menyurutkan investasi luar negeri. Hal ini kemungkinan besar akan mendorong lebih banyak investasi masuk, baik oleh lembaga maupun individu yang ingin memarkir aset mereka dan memeroleh laba saat mata uang kembali menguat,” jelas Zhou.(Anto Erawan/Nrm)