Kisi-kisi Sukses Berbisnis Properti di Jogja

Berkembangnya bisnis apartemen di Jogja pada akhirnya membawa beragam konsekuensi. Lalu bagaimana cara kreatif untuk mengatasinya?

oleh Wahyu Ardiyanto diperbarui 24 Mar 2017, 17:15 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2017, 17:15 WIB
20170324-Strategi bisnis di Jogja
Saat ini kendala pembangunan apartemen di Jogja tidak saja menyangkut masalah teknis tapi juga menyangkut masalah psikologi warga sekitar lokasi di mana apartemen tersebut akan dibangun.

Liputan6.com, Jakarta Bisnis dan strategi memang merupakan kalimat yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya laksana satu kesatuan yang akan terus mengikuti alur dan proses bisnis. Jadi apapun jenis dan modelnya, strategi bisnis merupakan hal yang sangat krusial guna memenangkan kompetisi bisnis.

Strategi bisnis itulah yang sebenarnya diperlukan para pelaku bisnis di Jogjakarta yang saat ini tengah mengalami kendala dalam mengembangkan bisnisnya, khususnya bisnis apartemen. Ya, siapa yang tidak tertarik dengan potensi Jogjakarta yang dikenal sebagai Kota Pelajar ini?

(Baca juga: Sleman dan Kulon Progo: Target Investasi Baru di Jogja)

Hingga tahun 2015 – 2016, berdasarkan data yang di himpun oleh BPS  Jogjakarta, jumlah mahasiswa yang terdaftar dari sekitar 10 Univertas, Sekolah Tinggi, Politeknik, dan Akademi di kota Pelajar ini berjumlah, 113.672 untuk mahasiswa dan 4.912 untuk dosen.

Sementara satu hal yang selalu dibutuhkan ketika seorang pelajar atau mahasiswa masuk ke Jogjakarta adalah tempat tinggal atau biasa disebut kos-kosan. Berkembangnya bisnis apartemen di Jogja mulai tahun 2014, memang pada akhirnya membawa beragam konsekuensi.

Seperti yang disampaikan Adieb Nu’man, Owner Omah Jogja Properti kepada Rumah.com, konsekwensi tersebut adalah masalah keterbatasan lahan yang ada di Kodya dan Sleman sebagai lokasi yang paling banyak terdapat sekolah dan kampus. Karenanya, Pemerintah Daerah menggunakan sistem kuota untuk membatasi pembangunan yang ada di Jogja.

Lalu masalah batas ketinggian yang menjadi kendala teknis bagi pengembang ketika mereka ingin merencanakan sebuah bangunan seperti apartemen. Sekedar informasi, tinggi pembangunan gedung di Kota Jogjakarta tidak boleh lebih dari 32,5 meter atau delapan lantai dari permukaan tanah.

Hal tersebut sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Jogjakarta No. 1 tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Jogjakarta. Sementara lokasi yang masih boleh membangun gedung dengan ketinggian 32 meter hanya ada di 5 lokasi: Jalan Solo, Jalan Magelang, Jalan Bantul, dan kawasan tumbuh kembang Umbulharjo

Selain itu juga masalah lahan yang dimiliki Keraton. Menurut Adieb, bisa saja lahan Keraton digunakan untuk membangun properti, tapi sistemnya adalah SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) selama 20 tahun, jadi bukan SHM (Sertifikat Hak Milik).

Jadi setiap tahunnya jika biasanya pemilik lahan harus membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) kepada Pemerintah Daerah, beda dengan kondisi SHGB yang pembayarannya harus diserahkan kepada bagian adminitrasi yang ada di Keraton. Sehingga pemasukan tersebut menjadi pendapatan bagi Keraton.

Saat ini kondisi pasar di Jogja untuk sewa kamar sudah berada diangka  Rp1,5 – 2 juta per bulan. Sementara menurut data yang ada, saat itu Student Park Apartemen yang dikembangkan oleh PT. Artha Jaya sukses dengan harga yang cukup tinggi untuk ukuran Jogja yaitu Rp715 juta per unit. Dari jumlah 159 unit laku dan hanya menyisakan 20 unit ketika dipasarkan pada awal-awal pembangunannya.

Dengan kondisi seperti itu, sangat wajar jika pada akhirnya sewa rumah yang ada dialihkan ke investasi apartemen. Sehingga dalam kurun waktu 10-15 tahun sudah bisa dimiliki atau disewakan kepada mahasiswa dan dosen.

Saat ini kendala pembangunan apartemen di Jogja tidak saja menyangkut masalah teknis tapi juga menyangkut masalah psikologi warga sekitar lokasi di mana apartemen tersebut akan dibangun. Sehingga ada satu PR yang mesti dilakukan pengembang ketika ingin membangun apartemen, yaitu mensosialisasikan terlebih dahulu sebelum apartemen dibangun.

Namun bukan pelaku bisnis namanya ‘jika tidak berfikir kreatif’. Saat ini ada beberapa pelaku bisnis di Jogja yang mengubah nama proyek apartemennya menjadi Mess Mahasiswa. Konsep ini memiliki beberapa keuntungan.

Pertama, pelaku bisa bekerjasama dengan pihak kampus dengan  memanfaatkan lahan yang dimiliki oleh kampus untuk membangun Mess Mahasiswa (nama lain dari apartemen). Kedua, pihak pengembang tidak perlu melakukan sosialisasi karena konsepnya adalah mess mahasiswa dengan ketinggian sekitar 7 lantai.

Ketiga, pengembang akan mudah mendapatkan captive market karena sasarannya jelas para mahasiswa yang menjadi mahasiswa di kampus tersebut. Konsep seperti ini sukses dikembangkan di beberapa kampus seperti Universitas Gajah Mada, Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY).

Sementara menyangkut keterbatasan masalah kuota perijinan, langkah yang biasa dilakukan oleh pelaku bisnis adalah mencoba mengecek terlebih dahulu kuota perijinan yang ada disebuah kabupaten. Jika memang masih tersedia, langkah selanjutnya adalah mengajukan perijinan untuk membangun unit properti yang diinginkan.

Tertarik untuk berinvestasi di Jogjakarta? Simak aneka pilihan perumahannnya di sini.

Foto: Pixabay

Achmad Fachrezzy

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya