Ini Pendiri Lembaga Keuangan Syariah yang Belajar dari Rentenir

Di tahun awal dirinya masuk di pasar Beringharjo ia bersaing dengan tiga lembaga keuangan. Namun saat ini dirinya bersaing dengan 33 bank.

oleh Yanuar H diperbarui 15 Feb 2016, 23:00 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2016, 23:00 WIB
Ini Pendiri Lembaga Keuangan Syariah yang Belajar dari Rentenir
Di tahun awal dirinya masuk di pasar Beringharjo ia bersaing dengan tiga lembaga keuangan. Namun saat ini dirinya bersaing dengan 33 bank.

Liputan6.com, Yogyakarta - Nama Mursida Rambe di telinga pedagang di pasar Beringharjo bukanlah nama baru dan asing. Perempuan berjilbab kelahiran 21 oktober 1967 di Pangkalan Brandan, Sumatra Utara ini menjadi 'pahlawan' bebasnya pedagang kecil dari jerat rentenir.

Mursida adalah pendiri Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Beringharjo Jogjakarta. Sebuah lembaga simpan dan pinjam yang dijalankan dengan sistem syariah.

Ibu tiga anak ini mengawali perjuangannya membantu pedagang kecil di Pasar Beringharjo melalui uang satu juta rupiah yang diajukann ke Dompet Dhuafa untuk membuat BMT.

Wanita lulusan Fakultas dakwah UMY 1993 ini awalya melihat ada pengumuman di koran ada pelatihan manajemen syariah. Setelah pelatihan ia lalu mulai magang di BPR Syariah. Selesai magang di BPRS ia bersama dua rekannya mencoba membuat proposal dan mengajukan pinjaman Rp 3 juta.

 



"Tapi ternyata hanya disetujui Rp 1 juta oleh dompet Dhuafa untuk mendirikan BMT tahun 1994. Modalnya ya modal nekat. Waktu itu kami baru selesai kuliah," ujar Mursida.

Saat itu, diakui Mursida, uang jajan dan bayar kos masih ditransfer orang tuanya. Namun, tekadnya untuk mengentaskan pedagang kecil dari jerat rentenir, dia akhirnya nekad menjalankan rencana besarnya itu.

"Karena banyak pedagang kecil bahkan sangat kecil sangat membutuhkan modal tapi tidak cukup mampu mendapat modal keuangan. Satu satunya jalan cepat dan mudah itu adalah rentenir itulah yang kami liat dipasar. Oleh karena itulah tekad semakin kuat," ujar dia.

Mursida juga menuturkan, setelah mendapatkan dana untuk membuat BMT ia bersama dua rekannya Najri Yeni dan Ninawati mendapat arahan dari mentornya untuk mendirikan BMT di deket pasar dan masjid.

"Kebetulan takmir masjid Muttaqien Beringharjo adalah guru mereka saat sekolah. Akhirnya ia mendapat satu tempat untuk kantor dari pihak takmir," ujar Mursida.


Berawal dari Masjid


Pihak takmir masjid juga menginginkan adanya lembaga keuangan di masjid itu. Namun takmir masjid tidak memiliki sdm dan ilmunya walaupun ruangan untuk lembaga itu sudah disediakan.

"Kantor pertama kami ya di masjid Muttaqin ruanganya paling depan sekarang digunakan untuk penitipan balita. Sekarang masih ada cikal bakalnya dibelakang. Tuhan itu akan membantu mana kala kita juga membantu orang lain. Keyakinan itu terealisasi," ujar Mursida.

Setelah memiliki kantor ia pun memulai aktifitas BMT dengan uang satu juta tersebut. Uang 500 ribu ia gunakan untuk membuat publikasinya seperti spanduk buku, brosur, kartu nama.

Sementara uang 500 ribu mulai digunakan untuk memberikan pinjaman kepada pedagang sangat kecil yang menjual tisu, jual bayam, jual serbet, plastik kresek.

Yogyakarta

Ia pun memulai usaha BMT di dekat masjid dengan memberikan informasi kepada pedagang kecil usai sholat Duhur atau Ashar. Bahkan, Ia juga  membolehkan jika pedagang meminjam uang sedikit.

Akhirnya dari hal kecil itu langkahnya mulai menyebar. Informasi bergulir dari mulut ke mulut dan mulai berkembang. Ia mengakuai jika apa yang dilakukannya karena belajar dari rentenir yang beredar di pasar Beringharjo saat itu.

"Untuk bisa bertahan kami belajar rentenir. Sebelum membangun BMT kami kepasar melihat seperti apa rentenir aktifitasnya. Kami belajar kami bertanya bahkan kartunya kami lihat seperti apa," ujar Mursida.

Anggota BMT Beringharjo pertama kali adalah penjual pisau, cobek dan peralatan masak yang bernama Mariyem. Saat itu ia meminjam 25 ribu. Dari peinjaman itu Mariyem mengangsur setiap hari seribu rupiah. Saat itu ia juga menabung 500 rupiah.

Ia pun mengajari Mariyem berinfak 50 rupiah. Seluruh transaksi itu tercatat olehnya. Dari total infak ini mencampai Rp 25 ribu maka BMT mengalokasikan ke anggota yang lain.

"Waktu itu kami tidak menyesuaikan kapan selesainya. Kami hanya bilang ibu mengangsur seribu rupiah setiap hari ya. Itulah enaknya berhubungan dengan orang baik, Itu sudah modal bagi kami. Waktu itu kami gaji sendiri masing masing 20 ribu setelah tiga bulan," ujar dia.

Bersaing dengan 33 Bank

Setelah anggota semakin banyak akhirnya legalitas BMT Beringharjo terpenuhi di tahun 1997 KSU tingkat Propinsi. Tahun 2006 legalitas BMT Beringharjo sudah tingkat nasional dengan 16 cabang.

Tahun 2001 seluruh lantai di pasar Beringharjo sudah dirambah semua. Pertumbuhan ekonomi mencapai 400% dari Rp 1 milliar menjadi Rp 4 milliar pertumbuhannya.

Menurut, dia penyebabnya karena legalitas sudah ada, media massa meulai menulis tetnang BMT Beringharjo ditambah konsistensi BMT Beringharjo dalam melayani anggota.

"Aset kekayaan dana pihak ketiga dalam hal ini anggota kami menyimpan, juga ada penyertaan modal per desember 2015 sudah mencapai sekitar Rp 110 miliar," ujar dia.

Mursida mengatakan, saat ini dirinya terus meningkatkan layanan kepada masyarakat. Saat ini anggota BMT Beringharjo mencapai 4-5 ribu anggota.

Ia pun akan menambah alat untuk langkah inovasi BMT Beringharjo. Hal ini dilakukan karena persaingan kedepan semakin berat.

Tahun awal awal dirinya masuk di pasar Beringharjo ia bersaing dengan tiga lembaga keuangan. Namun saat ini dirinya bersaing dengan 33 bank besar yang mulai masuk pasar tradisional.

"Tahun 2016 seluruh yransaksi pakai edisi. Edisi itu elektronik data sistem. Jadi setelah transaksi langsung dimasukkan ke mesin lalu mereka dapat print out dan transaksi sudah terekam semua dikantor," tandas Mursida.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya