Liputan6.com, Pontianak - Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2013 menyatakan angka stunting anak di Kalimantan Barat (Kalbar) lebih dari 39 persen. Angka itu lebih tinggi dari rata-rata stunting di Indonesia yang mencapai 37,3 persen.
Stunting adalah gangguan pertumbuhan anak sehingga memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar umum.
"Ini artinya sepertiga balita Indonesia alami stunting. Di Kalbar, angka stunting mencapai lebih dari 39 persen," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) Andy Jap dalam acara Pembekalan Jurnalis di Pontianak, Kamis, 25 Februari 2016.
Program perbaikan gizi menjadi cara utama dalam menanggulangi masalah stunting. Andy menyatakan pemerintah daerah wajib meningkatkan investasi dalam program peningkatan gizi dan sanitasi. Misalnya dengan merevitalisasi Posyandu dan memacu kondisi sanitasi agar setiap keluarga memiliki jamban.
Baca Juga
"Ibu-ibu perlu sadar agar memberikan ASI saja selama 6 bulan pertama lalu lanjut sampai 2 tahun. Sedangkan, ayah agar membuat jamban sehat di rumahnya," ujar Andy.
Sementara itu, Direktur PKGBM dari MCA-Indonesia, Minarto, menjelaskan stunting adalah masalah kesehatan masyarakat yang sangat mengkhawatirkan. Stunting, kata dia, bukan hanya gangguan tumbuh kembang anak, tetapi juga mempengaruhi pertumbuhan otak anak.
Minarto mengatakan, skor IQ anak yang stunting bisa 20 poin lebih rendah dari pada anak yang tumbuh optimal. Dengan begitu, stunting berdampak seumur hidup terhadap anak.
Indonesia menargetkan penurunan angka stanting sebesar 40 persen pada 2025. Untuk itu, pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi atau Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). 1000 HPK adalah masa emas tumbuh kembang anak, dimulai dari kehamilan sampai usia anak 2 tahun.