Liputan6.com, Palembang - Penjualan kulit harimau sumatera, binatang rimba yang dilindungi,? terus terjadi. Kali ini Jajaran Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Selatan, Subdit IV Tipiter, menangkap Suharyono (42), warga Selangit Kabupaten Musi Rawas yang akan menjual kulit dan tulang binatang rimba bernama Latin Panthera tigris sumatrae.
Tersangka ditangkap setelah petugas menyamar saat transaksi di Kabupaten Lubuklinggau, Sumsel. Menurut juru bicara Polda Sumsel Kombes Djarot Padakova, harimau sumatera yang sudah dibunuh sepanjang 1,2 meter dan akan dijual dengan harga Rp 50 juta.
"Tersangka masih kita periksa dan bisa dijerat dengan? Pasal 40 Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman 5 tahun penjara," ucap Djarot kepada Liputan6.com, saat ekspos atau gelar kasus penangkapan di Mapolda Sumsel, Kota Palembang, Sabtu, 27 Februari 2016.
Adapun tersangka Suharyono mengaku harimau sumatera tersebut didapatnya dari seorang rekannya yang berada di Jambi seharga Rp 20 juta. "Baru bayar Rp 5 juta, nanti rencana kalau terjual langsung saya lunasi. Dengan penjualnya baru kenal jadi tidak terlalu tahu."
Baca Juga
Terancam di Hutan Lindung
Ternyata lokasi hutan lindung tidak menjamin keselamatan harimau sumatera. Bahkan dari hasil pengembangan kasus tersebut, transaksi jual-beli binatang buas tersebut yang hampir punah ini terjadi di hutan lindung.
"Kita dapat dari tersangka yang berasal dari warga suku pedalaman di hutan lindung. Lokasinya di perbatasan Jambi dan Kabupaten Musi Rawas," ujar Kasubdit Tipiter Ditreskrimsus Polda Sumsel AKBP Tulus Sinaga.
Advertisement
Baca Juga
Tulus menduga, perdagangan satwa lindung ini sudah ada jaringannya dan tersangka bukan pertama kali ini melancarkan aksinya. "Dari itulah kita terus melakukan pengembangan."
Sementara itu Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel Nunu Nugraha mengungkapkan, saat ini jumlah harimau sumatera di Sumsel hanya ada sekitar 20 ekor.
"Ada di hutan lindung kawasan Muba, Musi Rawas, Sembilang, Hutan Harapan, dan kawasan hutan lindung Suaka Margasatwa (SM) Dangku. Jadi, harimau sumatera ini hampir punah, padahal tergolong satwa yang dilindungi," papar Nunu.
Kucuran Dana US$ 15 Juta
Terancamnya populasi harimau sumatera ternyata mendapat perhatian khusus dari lembaga Internasional. Pada tahun ini, Indonesia bahkan mendapat kucuran dana sebesar US$ 15 juta atau sekitar Rp 201,4 miliar.
Sekretaris Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosisitem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia Novianto Bambang Wawandono mengatakan, kucuran dana segar yang disalurkan melalui program Global Enviroment Faoundation (GEF).
Dana itu akan dimanfaatkan untuk pemberdayaan dan pemaksimalan fasilitas pendukung habitat harimau sumatera. "Pemanfaatannya nanti oleh kawan-kawan lembaga swadaya masyarakat dan NGO yang direkomendasikan oleh pemerintah," ujar Novianto di Bengkulu, Sabtu, 27 Februari 2016.
Tinggal 1.000 Ekor
Populasi harimau sumatera saat ini, imbuh dia, tidak lebih dari 1.000 ekor yang berada di alam liar dari Aceh hingga Lampung. Jumlah tersebut terus berkurang menyusul sering terjadinya konflik antara harimau dan manusia yang dipicu kerusakan ekosistem.
Harimau yang sering masuk kampung tentu saja memiliki alasan yang sangat kuat, selain ruang gerak mereka yang sudah sangat sempit, sebagai predator puncak. Harimau juga kesulitan mencari makanan, karena berebut dengan para pemburu liar untuk memperoleh hewan buruan.
KLHK sendiri menjalankan program pengembangan kawasan konservasi di lokasi Taman Wisata Alam (TWA) dan hutan lindung sebagai habitat harimau bersama hewan yang dilindungi lain seperti gajah, badak sumatera dan siamang sumatera.
"Khusus harimau selain melakukan pengawasan ketat di lapangan, kita juga melakukan penangkaran dan pengembangbiakan harimau yang kita jaring melalui operasi khusus bekerja sama dengan para penegak hukum," lanjut Novianto.
Secara terpisah, Kepala BKSDA Provinsi Bengkulu Anggoro Dwi Sujianto mengatakan, di Bengkulu sendiri akan dibangun pusat penyelamatan harimau. Tepatnya di lokasi Taman Wisata Alam (TWA) Seblat yang berhubungan langsung dengan Taman Nasional Bukit Kerinci Seblat (TNKS).
"Saat ini kita masih memelihara satu ekor harimau (sumatera) jantan bernama Giring yang dijerat masyarakat dari Taman Buru Semidang, Bukit Kabu, Kabupaten Seluma, beberapa waktu lalu dan akan menghuni pusat penyelamatan di sana," tutup Anggoro.
Advertisement