Kisah Anak-anak Padang Bertahan dalam Zona Merah Tsunami

Para orangtua tahu sekolah anak-anak mereka berada di dalam zona merah gempa dan tsunami di Padang.

oleh Erinaldi diperbarui 03 Mar 2016, 18:02 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2016, 18:02 WIB
Kisah Anak-anak Padang Dalam Zona Merah Tsunami
Para orangtua tahu sekolah anak-anak mereka di dalam zona merah gempa dan tsunami.

Liputan6.com, Padang - Potensi tsunami dari gempa 7,8 skala Richter (SR) yang mengguncang Mentawai pada Rabu, 2 Maret 2016, seakan tak berdampak pada siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) 27 Olo, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang.

Mereka tetap masuk sekolah yang letaknya persis di bibir pantai Samudra Hindia. Belasan murid kelas 3 SD sumringah mengikuti pelajaran olahraga di halaman sekolah.

Belasan anak berlari kecil mengikuti arahan guru mereka. Tidak ada takut dari wajah polos anak-anak yang sebagian besar berasal dari keluarga di Kampung Nelayan Purus itu.

"Foto pak, foto kami pak," ujar Rian ditimpali rekannya sambil menghadap kamera Liputan6.com, Kamis (3/3/2016).

Dinas Pendidikan Kota Padang memang tidak meliburkan kegiatan belajar mengajar meski gempa susulan masih saja terjadi di wilayah Mentawai. Menurut Yeni (45), guru kelas 1 SD 27 Olo, lingkungan sekolah mereka telah dikenalkan dengan gempa dan tsunami sejak 2008.

Pasca-gempa dan tsunami menghantam Aceh, SD yang berada di zona merah itu rutin dikunjungi sejumlah aktivis dan sempat menerima bantuan dari Jerman. Terutama setelah gempa 7,9 SR mengguncang Sumbar pada 2009 lalu.


"Kita sering melakukan simulasi penanganan gempa dan tsunami, walaupun satu tahun belakangan agak jarang dilakukan karena sibuk," ujar Yeni.

Pengetahuan tentang tsunami mengatakan, ujar Yeni, sudah dihapal di luar kepala oleh para guru dan siswa di SD tersebut.

"Saat gempa terjadi, kami berlindung di bawah meja. Anak-anak dikumpulkan ke halaman. Dan jika peringatan tsunami berbunyi, kami berlari menuju Lapangan PJKA," tutur Yeni.

Menurut peta zonasi bahaya tsunami di Padang, lapangan bola PJKA termasuk zona hijau. Untuk mencapai lapangan sejauh kira-kira 5 kilometer dari bibir pantai, dibutuhkan waktu sekitar 15 menit.

"Anak-anak dalam beberapa simulasi bisa mencapai Lapangan PJKA dalam waktu 15 menit," ujar Yeni.

Rute yang mereka lalui cukup panjang. Dari Jalan Samudra di bibir Pantai Padang, anak-anak diarahkan menuju Jalan Ahmad Yani, menyeberangi Jalan Sudirman (arah Gedung BI), dan tembus ke Jati, dekat Rumah Sakit M Djamil Padang. Dari sana, para siswa diarahkan menuju lapangan PJKA.

Selain simulasi, sejumlah pengingat dalam bentuk selebaran berukuran besar memajang kartun siaga bencana.

"Kami pun sudah beri tahu para orangtua, jika terjadi gempa dan tsunami, mereka akan mencari anaknya di Lapangan PJKA. Tidak menjemput ke sekolah," kata Yeni.

Menolak Pindah

Lokasi yang rawan dampak tsunami dan gempa tidak menghentikan aktivitas mereka. Meski sekolah sempat diusulkan pindah dari bibir Pantai Padang, masyarakat setempat mempertahankan agar pemerintah tidak memindahkannya ke daerah aman.

Yeni Malinda (50) Guru Kelas III di SD 27 Olo mengatakan para orangtua murid menolak kebijakan pemerintah untuk memindahkan sekolah ke zona aman.

"Siswa di sini berasal dari sini semua, kalau dipindah, mereka akan kesulitan," kata Yeni Malinda.

Papan pengumuman evakuasi tsunami di Padang. (Liputan6.com/Erinaldi)

Pasca-gempa 2009, Padang telah membuat peta zonasi terhadap ancaman tsunami. Cukup mudah menemukan rambu jalur evakuasi di sejumlah jalan utama di Kota Padang. Sejumlah escape building pun dibangun sebagai shelter pengungsi bagi warga setempat.

Kepala BPBD Kota Padang Dedi Henidal mengatakan, saat gempa mengguncang Mentawai, 73 gedung yang difungsikan sebagai shelter dipenuhi warga. Jumlah itu masih belum memenuhi target pembangunan shelter oleh Pemkot Padang yang mencapai 100 unit.

"Beberapa hari kemarin, Pak Wali Kota dan wakilnya kemari, SD 27 akan dibangun empat tingkat dan dijadikan sebagai shelter karena sebagian sekolah kami akan habis termakan pelebaran jalan," kata Yeni.

Sumatera Barat juga telah didukung dengan early warning system, dikenal dengan INA Tews, yang siap meraung mengabarkan tsunami datang. Sejumlah ruas jalan di Kota Padang pun difungsikan sebagai jalur evakuasi.

Hanya saja, semua perangkat dengan biaya mahal tersebut masih perlu diuji karena faktanya, saat gempa besar terjadi kemacetan tak bisa dihindari.

Pengetahuan tentang proses evakuasi yang efektif dengan berlari sekarang ini hanya dibebankan ke sekolah. Warga masih berpikir kendaraan mengantarkan mereka lebih cepat ke zona hijau ketimbang berlari.

 

**Saksikan Live Gerhana Matahari Total, Rabu 9 Maret 2016 di Liputan6.com, SCTV dan Indosiar Mulai Pukul 06.00 - 09.00 WIB. Klik di sini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya