Hulu Sungai Brantas Kritis, Jatim Terancam Kekeringan

Dari total 111 sumber mata air yang ada di Kota Batu, 60 sumber mata air di antaranya telah mati.

oleh Zainul Arifin diperbarui 23 Mar 2016, 07:05 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2016, 07:05 WIB
Aktivitas penambang pasir tradisional di Sungai Brantas, Tulungagung, Jatim. Keberadaan penambang tradisional terancam dengan adanya tambang pasir bermesin penyedot yang beroperasi.(Antara)

Liputan6.com, Serang - Alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan hulu Sungai Brantas di Kota Batu, Malang, Jawa Timur, membuat kritis kondisi ekologinya.

Dampaknya, dari total 111 sumber mata air yang ada di Kota Batu, 60 sumber mata air di antaranya telah mati.
 
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Batu, M Chori mengatakan, kawasan sumber air telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi yang perizinannya diperketat jika akan membangun di kawasan itu.
 
"Kota Batu masuk kawasan konservasi, terutama di sumber mata air kita. Maka, kebijakan prioritas kami adalah upaya konservasi untuk menjaga sumber air," kata M Chori kepada Liputan6.com di Kota Batu, Selasa, (22/3/2016).
 
Penanganan konservasi mulai penghijauan, pembuatan sumur resapan hingga pengembalian fungsi lahan disebar di beberapa instansi seperti di Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian dan Kehutanan hingga ke Dinas Pengairan dan Bina Marga. Sementara, Bappeda fokus pada penetapan kawasan agar tak menyalahi peruntukan.
 


"Ada penataan agar tak berdampak ke sumber air. Semua rekomendasi izin pemanfaatan ruang diawasi agar tak menabrak kawasan konservasi," ujar Chori.
 
Kepala Dinas Pengairan dan Bina Marga, Arief As Siddiq mengatakan, kerusakan kawasan konservasi di Kota Batu akibat kebijakan yang salah pada masa lalu, terutama alih fungsi lahan.
 
"Di era tahun 1980 – 1990an, pemerintah saat itu memberikan banyak lahan hutan ke veteran perang untuk digarap. Pemberian lahan itu sebagai ganti tali asih," ujar Arief.

Alih Fungsi Lahan

Izin pemanfaatan sumber air sendiri saat ini tak bisa melalui pemerintah kota/kabupaten. Sejak 2015 lalu, kewenangan pemberian izin pemanfaatannya diambil alih Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Sumber air banyak dimanfaatkan untuk air minum warga, pengairan irigasi sawah dan untuk kebutuhan air baku PDAM.
 
Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Purnawan Dwikora Negara mengatakan, Pemkot Batu saat ini turut andil dalam merusak kawasan konservasi di hulu Brantas tersebut.
 
"Alih fungsi lahan di beberapa tahun terakhir ini masih sering terjadi. Misalnya, pemberian izin di kawasan konservasi menjadi kawasan terbangun seperti pembangunan hotel," papar Purnawan.
 
Ia meminta Pemkot Batu tak memperparah kerusakan kawasan konservasi di hulu Brantas. Caranya dengan menata kawasan, mempertahankan kawasan lindung atau bahkan menambah kawasan lindung untuk kepentingan konservasi mempertahankan sumber air tersebut.
 
Hulu Brantas merupakan penyangga kehidupan 2/3 masyarakat Jawa Timur. Air dari hulu Brantas mengalir melintasi 14 kota/kabupaten di Jawa Timur, mulai dari Kota Batu hingga ke Surabaya.

Masyarakat di hulu Brantas menggantungkan hidupnya untuk air minum dan mengairi areal perkebunan buah, bunga dan sayuran di Batu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya