Liputan6.com, Yogyakarta - Sebanyak empat warga Gunungkidul memanfaatkan momen Ramadan untuk mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Insiden itu menambah deretan panjang warga Gunungkidul yang mengakhiri hidup secara tak wajar sepanjang 2016.
Panit Humas Polres Gunungkidul Iptu Ngadino mengatakan terdapat 19 warga setempat yang bunuh diri hingga Juni 2016, termasuk empat kasus bunuh diri yang terjadi selama bulan puasa. Berdasarkan catatan, warga yang bunuh diri rata-rata disebabkan menderita sakit dan depresi.
"Ada yang sakit dan ada yang stres. Setiap tahun angkanya fluktuatif," kata Ngadino, Senin, 12 Juni 2016.
Ngadino mengungkapkan empat kasus gantung diri itu terdiri dari Marto Satiyem (90), warga dusun Sendowo Kidul Kedungkeris, Nglipar; Rubinah (59), warga Mojosari, Playen; Mariyem (55), warga Sumberjo Ngalang, Gedangsari; dan Rejo (80), warga Nogosari 2, Bandung, Playen.
Selain empat kasus itu, polisi dan warga juga berhasil menggagalkan dua usaha bunuh diri dalam bulan puasa ini. Usaha dilakukan dengan pendekatan pada warga melalui tokoh masyarakat sekitar.
"Kita upaya terus ya kita terus berupaya menekan angka bunuh diri melalui sosialisasi bersama instansi terkait. Sosialisasi ini terus dilakukan karena jumlahnya meningkat tahun lalu," kata Ngadino.
Ngadino menjelaskan angka bunuh diri tertinggi terjadi pada 2012 yang mencapai 39 kasus. Pada 2013, kasus bunuh diri menurun menjadi 29 kasus dan tren menurun diikuti pada 2014 dengan 19 kasus. Namun, angka bunuh diri meningkat hingga 50 persen menjadi 31 kasus pada 2015.
Baca Juga
"Orang yang memiliki potensi seperti depresi kita lakukan pendekatan. Melalui tokoh masyarakat itu tadi," kata dia.
Mitos Pulung Gantung
Sementara itu, pengamat budaya Gunungkidul, Sigit Wage Dhaksinarga, menjelaskan aksi bunuh diri warga kental dengan mitos pulung gantung. Mitos itu masih dipercaya sebagian masyarakat Gunungkidul.
Mitos tersebut adalah penampakan bola api di langit. Jika bola api itu mengarah ke rumah warga, penghuni rumah yang dituju akan melakukan bunuh diri.
"Yang jelas saya pernah lihat warga mengusir pulung gantung dengan toklik (kentongan dipukul secara bersama-sama). Ini cara tradisional mengusir pulung gantung yang sempat dilihat warga di Dusun Trowono, Desa Karangasem," kata Wage.
Menurut Sigit, pemerintah perlu membuat program sosialisasi gerakan berani hidup. Sosialisasi itu penting agar masyarakat tidak mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Berani hidup ini diharapkan dapat menurunkan angka kematian di Gunungkidul.
"Maka perlu gerakan berani hidup harus dilakukan dengan mengambil contoh kehidupan itu pahit tetapi tetap tegar," kata Wage.