2 Salat Id dan Lebaran Ningrat ala Keraton Cirebon

Di Keraton Cirebon, salat Id dilakukan sebanyak dua kali.

oleh Panji Prayitno diperbarui 08 Jul 2016, 10:39 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2016, 10:39 WIB
keraton cirebon
(Panji Prayitno/Liputan6.com)

Liputan6.com, Cirebon - Umat muslim merayakan hari kemenangan dengan melakukan salat Id. Namun salat Id perayaan Lebaran di Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, berbeda.

Di keraton itu, salat Id dilakukan sebanyak dua kali. Yang pertama di Langgar Agung dan kedua di Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Masing-masing memiliki caranya sendiri.

"Perbedaannya, kalau di Langgar Agung usai salat Id dilanjutkan khotbah dengan menggunakan bahasa Arab," kata Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon PRA Arief Natadiningrat di Cirebon, Jawa Barat, Rabu 6 Juli 2016.

"Kalau di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, khotbahnya menggunakan bahasa Indonesia dan pengkhotbahnya memakai tongkat khotbah peninggalan Sunan Gunung Jati," sambung dia.

Dia menjelaskan, pelaksanaan salat Id sebanyak dua kali itu berawal dari anjuran pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru agar setiap khotbah menggunakan bahasa Indonesia. Sementara, tradisi yang masih berjalan di Keraton Kasepuhan saat itu adalah khotbah menggunakan bahasa Arab.

(Panji Prayitno/Liputan6.com)

Arief melanjutkan, keraton pun memutuskan untuk tetap berkhotbah menggunakan bahasa Arab. Namun pelaksanaannya dipindah ke dalam keraton.

"Kalau dulu, di Mesjid Agung Sang Cipta Rasa, khotbahnya pakai bahasa arab. Itu dilakukan setiap Idul Fitri, Idul Adha, dan salat Jumat," tutur dia.

Tak cuma salat Id yang berbeda. Tapi ada tradisi lain yang digelar keraton untuk merayakan hari kemenangan umat muslim ini.

Alunan musik gamelan yang ada di area Siti Inggil Keraton Kasepuhan Cirebon menjadi tanda bahwa umat muslim Cirebon merayakan Lebaran. Gamelan tersebut dinamakan sekaten yang selalu ditabuh setiap Idul Fitri dan Idul Adha.

Gamelan dibunyikan setelah Sultan Keraton Kasepuhan keluar dari Mesjid Agung Sang Cipta Rasa. Arief menuturkan, gamelan sekaten juga merupakan bagian dari media dakwa Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan Islam di Cirebon.

Saat itu, kata dia, masyarakat yang melihat gamelan sekaten diharuskan membayar. Namun membayarnya dengan menyebutkan dua kalimat syahadat.

"Alat musik gamelan banyak, tapi di kami disesuaikan sesuai momen. Kalau momen pertunjukan biasa gamelan sekaten tidak kami keluarkan karena gamelan ini sangat sakral," ujar Arief.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya