Liputan6.com, Banyuwangi - Kementerian Pariwisata Republik Indonesia mendorong pembangunan seribu homestay (rumah singgah) untuk para wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi. Homestay di daerah-daerah wisata untuk memberi alternatif tempat menginap bagi wisatawan.
"Kita bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan BTN ( Bank Tabungan Negara) untuk mewujudkan seribu homestay di Banyuwangi," tutur Menpar Arief Yahya dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com dari Pemkab Banyuwangi, Sabtu (9/7/2016).
Telah ditunjuk 17 desa/kelurahan sebagai area pengembangan homestay di Banyuwangi. Desa yang ditunjuk merupakan desa-desa yang memiliki potensi wisata dan kearifan lokal.
Desa tersebut antara lain Kelurahan Temenggungan (Kecamatan Banyuwangi), Gombengsari (Kalipuro), Desa Bakungan dan Kampunganyar (Glagah), Banjar dan Tamansari (Licin), Kandangan (Pesanggaran), Sumberasri (Purwoharjo), dan Kalipait (Tegaldlimo).
Untuk menegaskan komitmen ini, 17 kepala desa dan lurah tersebut menandatangani perjanjian kesanggupan untuk mengembangkan homestay yang berwawasan lingkungan. Penandatangan perjanjian tersebut disaksikan oleh Menteri Arief dan Bupati Banyuwangi Abullah Azwar Anas.
Baca Juga
Pemerintah desa akan mendorong masyarakatnya untuk berperan serta menyediakan homestay di wilayahnya. Mereka akan diedukasi tata kelola homestay serta berbagai pengetahuan tentang dunia pariwisata.
"Desainnya harus mencerminkan kearifan lokal. Intinya bangunan yang khas Indonesia," kata Menpar Arief.
Sejumlah bank BUMN akan digandeng untuk membiayai program tersebut. Para warga desa yang akan membangun homestay akan dibantu pembiayaannya dari bank tersebut.
"Biayanya murah sekali. Skemanya, cukup membayar uang muka 1 persen, dengan bunga fixed 5 persen, dengan tenor hingga 20 tahun," ucap menteri yang merupakan putra asli Banyuwangi.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas optimistis bisa mengembangkan seribu homestay di Banyuwangi. Desain homestay didorong mengadopsi arsitektur khas Suku Using (masyarakat asli Banyuwangi).
"Ini sebagai wujud pariwisata berbasis masyarakat yang dikembangkan di Banyuwangi. Artinya, pengembangan wisatanya melibatkan dan dinikmati masyarakat," tutur Bupati Anas.
Anas mengatakan bahwa warga Banyuwangi sudah mulai merasakan imbas positif dari geliat pariwisata Banyuwangi saat ini. Dengan demikian, program pengembangan homestay ini bakal direspons positif oleh warga.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Banyuwangi, yang mencerminkan besaran perekonomian daerah, terus meningkat dari dari Rp 32,46 triliun (2010) menjadi Rp 60,05 triliun (2015). Dengan besaran perekonomian yang terus membesar, dampak ke pendapatan per kapita masyarakat otomatis terdongkrak. Pendapatan per kapita masyarakat Banyuwangi melonjak dari Rp 20,8 juta (2010) menjadi Rp 37,53 juta (2015).
Geliat pariwisata juga ditunjukkan lewat lonjakan jumlah penumpang di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi yang mencapai 1.308 persen dari hanya 7.826 penumpang (2011) menjadi 110.234 penumpang (2015).
"Dengan mengembangkan homestay, warga bisa menyewakannya ke wisatawan, sehingga bisa menambah pendapatan," kata Bupati Anas.
Selama ini, Pemkab Banyuwangi sudah memberdayakan warga untuk mengembangkan homestay secara bertahap. Warga yang mengembangkan homestay dilatih dengan melibatkan instruktur dari sejumlah hotel berbintang di Banyuwangi dan Bali.
"Warga dilatih manajemen penginapan yang bagus, termasuk yang terakhir ada pelatihan penyajian makanan khas Barat seperti burger agar bisa memenuhi permintaan wisatawan asing yang menginap," ujar Bupati Banyuwangi.
Advertisement