Liputan6.com, Bukittinggi - Pedagang di Pasar Atas di Kawasan Wisata Jam Gadang, ikon Kota Bukit Tinggi, mengeluh. Ini karena omzet penjualan mereka turun hingga 50 persen dibandingkan Lebaran tahun lalu.
Pedagang grosir makanan khas Bukittinggi, Haji An mengatakan, yang mengalami penurunan, yakni kerupuk sanjai, belut kering, dan ikan bilih. Menurut dia, indikasi penurunan penjualan bahkan sudah terlihat sejak Ramadan.
"Biasanya, pemesanan sudah terjadi sejak awal Ramadan hingga 15 hari sebelum Lebaran. Hal itu tak terjadi tahun ini," ujar An, seperti dilansir Antara, Senin (11/7/2016).
Dia semula berharap pemasukannya bisa sama dengan tahun lalu. Maka itu, ia menyiapkan 1,5 ton kerupuk jange (kerupuk kulit) mentah, tetapi 500 kg pun tidak habis hingga hari ke-5 Lebaran.
Kondisi yang sama juga dialami Kari, penjual makanan khas Bukittinggi. Dia memperkirakan penyebab menurunnya pendapatan karena libur Lebaran tahun ini berdekatan dengan tahun ajaran baru.
Ali, pedagang kaus suvenir juga mengakui penjualannya turun 20 persen. Dia menilai penyebab turunnya penjualan karena Pemkot Bukittinggi membuat aturan baru yang melarang mobil dan motor parkir di kawasan di sekitar Jam Gadang.
"Orang malas turun, karena parkirnya jauh. Jadi, mereka melihat saja dari mobil lalu terus keluar dari areal Jam Gadang," ucap Ali yang berusia sekitar 50-an dan sudah berdagang di daerah itu lebih dari 10 tahun.
Baca Juga
Baca Juga
Keluhan yang sama juga disampaikan Sari, pedagang kaus suvenir khas Jam Gadang dan Bukittinggi. Di awal Lebaran, omzetnya turun 35 persen. Pada hari ke-4 dan ke-5 turun hingga 50 persen.
"Kita jual murah saja. Ambil untung tipis atau sekadar balik modal agar tidak berutang saja kepada penyedia barang," ucap wanita usia sekitar 30 tahun itu.
Penyebabnya, karena Lebaran tahun ini berdekatan dengan tahun ajaran baru dan turis yang datang ke Jam Gadang juga berkurang. "Saya tidak bertemu dengan pelanggan dari Riau dan Pekanbaru," ujar Sari.
Sari juga menduga penurunan omzet itu disebabkan tempat parkir jauh dan tidak ada atraksi menarik di halaman Jam Gadang. "Tahun lalu saya tak bisa duduk (saat jaga kedai), sekarang masih bisa berleha-leha menanti pelanggan," ucap dia.
Kondisi yang lebih memprihatinkan dialami Hasan, penjual aksesoris gelang, kalung, dan gantungan kunci. "Tahun lalu, hingga hari ke-4, saya sudah ngantongi Rp 9 juta. Tahun ini baru Rp 2 juta," ujar pria usia sekitar 40 tahun berambut gondrong itu dengan senyum masam.
Dia menyatakan tidak berani mengambil barang baru dan utang barang ke pedagang grosir. "Tahun ini, penjualan paling parah," kata dia.
Hasan menyatakan, salah satu penyebabnya, dia dan teman-temannya tidak boleh berjualan di halaman Jam Gadang.
Tidak semua pedagang yang mengalami kerugian. Nasrul, penjual aksesoris dan suvenir Jam Gadang mengatakan omzetnya naik berlipat ganda.
"Meski kami hanya diizinkan berjualan mulai pukul 16.00 WIB karena persaingan tidak sehat dari pedagang pemilik kios di dalam gedung pasar, tetapi semakin diinjak, rezeki kami semakin baik," ujar dia.
Dia menyatakan, kejujuran modal utama dalam berusaha. Dia mengaku tidak mengeluarkan uang untuk mendapatkan barang dagangan. "Saya hanya modal mulut dan kepercayaan," ucap Nasrul.
Advertisement