Peneliti Lapan Sebut Benda Misterius di Sumenep Tak Bernuklir

Berdasarkan analisis lapangan, keempat benda misterius itu kemungkinan besar adalah tiga tangki bahan bakar dan sistem kontrol dari roket.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 28 Sep 2016, 09:32 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2016, 09:32 WIB
20160926-pesawat-sumenep-jatuh
Benda yang jatuh di Sumenep. (Istimewa)

Liputan6.com, Sumenep - Tim peneliti Lapan berjumlah lima orang terjun ke Sumenep untuk meneliti empat benda misterius yang jatuh dari langit pada Senin, 26 September 2016. Berdasarkan temuan, keempat benda itu terdiri dari tiga tangki bahan bakar dan sebuah sistem kontrol.

Tiga tangki bahan bakar berdimensi panjang sekitar 140-160 cm dan diameter 60-80 cm. Menurut peneliti bidang astronomi astrofisika dari Pusat Sains Antariksa Lapan, Rhorom Priyantikanto, ketiga tangki itu tidak mengandung bahan radioaktif atau nuklir.

Hal itu berdasarkan lilitan serat karbon yang membebat tangki bahan bakar. Rhorom menyatakan serat karbon diperlukan untuk mencegah kebocoran helium sebagai bahan pendingin tangki. Pasalnya, helium merupakan zat yang mudah sekali bocor.

"Bahan bakar yang digunakan adalah kerosin, seperti minyak tanah, tapi tentunya lebih murni. Tapi, jika sudah meledak seperti itu, bahan bakarnya ya sudah tidak ada," kata Rhorom kepada Liputan6.com, Rabu (28/9/2016).

Bahaya utama dari benda-benda tersebut adalah jika mengenai makhluk hidup, akan membahayakan nyawa. Menurut Rhorom, keberadaan benda itu sebenarnya bisa diketahui lewat sistem pemantauan yang bisa diakses secara daring. Informasi itu didapat dari katalog benda-benda yang mengorbit yang dikeluarkan sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat.

"Katalog itu bisa dipakai sehingga bisa ketahuan apa saja benda langit yang melintas di Indonesia. Kesulitannya ketika ketinggiannya rendah, jatuhnya di mana sulit diperkirakan. Belum ada teknologi di dunia ini yang cukup akurat menentukan jatuhnya di mana," kata Rhorom.

Rhorom menyatakan, meski belum ada teknologi yang bisa memastikan lokasi jatuhnya sisa roket, ada cara untuk memperkirakan lokasi jatuhnya benda langit tersebut. Yakni, dengan memantau terus-menerus benda tersebut menggunakan radar berbentuk teleskop radio.

"Tapi, Lapan belum punya radar semacam itu," kata Rhorom.

Kini, tim peneliti menuju ke lokasi jatuhnya benda antariksa tersebut di Pulau Gili Genteng dan Gili Raja untuk mengumpulkan informasi dari warga sekitar. Jika rencana berjalan lancar, tim berencana akan membawa seluruh benda sisa roket itu ke Bandung untuk penelitian lebih lanjut.

"Kami usahakan hari ini selesai ninjau lokasi lapangan. Tapi beberapa kerusakan minor sudah diperbaiki. Sekarang hanya melihat lokasi dan wawancara dengan masyarakat," ucap Rhorom.

Sebelumnya, berdasarkan waktu jatuhnya, benda yang jatuh di Sumenep mirip dengan lintasan sisa roket Falcon 9 milik Space-X, Amerika Serikat, yang telah digunakan mengorbitkan satelit JCSAT 16 pada 14 Agustus 2016.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya