Bukti Baru Meringankan Terdakwa Pembunuhan Bocah di Riau

Di pengadilan, terdakwa pembunuhan bocah berusia 3,5 tahun di Riau mengaku diintimidasi polisi supaya mengakui hal yang tak dilakukannya.

oleh M Syukur diperbarui 22 Okt 2016, 19:45 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2016, 19:45 WIB
Ilustrasi Sidang
Ilustrasi Sidang (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Riau - Arif Hidayatullah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Rengat, Riau. Dia duduk sebagai pesakitan karena didakwa membunuh dan mencabuli keponakannya yang masih berusia 3,5 tahun berinisial N.

Belakangan, Arif tidak mengaku melakukan semua tuduhan itu. Dia mengaku dipaksa penyidik di Polres Kuantan Singingi (Kuansing) untuk mengakui perbuatan yang tak pernah dilakukan. Pengakuan Arif, dia juga ditembak di bagian kakinya supaya mengaku.

Tak terima, Arif melalui kuasa hukumnya Mayandri Suzarman yang bakal menghadapi tuntutan pada pekan depan, melaporkan penyidik Polres ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Riau.

Hasilnya, Propam Polda Riau menyatakan ada kesalahan prosedur penyelidikan dan penyidikan kasus pada Januari lalu itu. Penyidik dan penyidik pembantu di Satuan Reskrim Polres Kuansing segera dimajukan ke sidang etik kepolisian.

Mayandri membenarkan pihaknya telah menerima hasil pengusutan dari Propam Polda Riau. Surat itu bakal dijadikannya sebagai bukti baru untuk pembelaan Arif di pengadilan nanti.

"Hasilnya sudah kita terima Kamis kemarin, menyatakan adanya dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri dalam pengusutan kasus ini," kata Ketua Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Riau (LABHR) ini, Jumat petang, 21 Oktober 2016.

Mayandri menyebutkan, Arif selama diperiksa mengalami kekerasan dan intimidasi supaya mengakui perbuatan. Hal itu termasuk sebuah timah panas yang disarangkan petugas ke kaki Arif.

"Arif ini ditembak kakinya kanannya, karena mengalami tindak kekerasan itu kami lapor Propam Polda. Sudah diproses, hasilnya memang ditemukan dugaan pelanggaran kode etik," kata dia.

Dia menegaskan, apa yang dialami Arif selama penyelidikan dan penyidikan tidak sah berdasarkan aturan berlaku, karena adanya intimidasi.

"Secara hukum, seorang tersangka ketika mengalami proses tindak kekerasan dan penganiayaan dalam proses penyidikan maka penyidikan itu tidak sah secara hukum," tegasnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo membenarkan adanya pengusutan kasus tersebut oleh Propam Polda Riau. Hanya saja, penyidik dan penyidik pembantu yang dinyatakan melangggar prosedur tak disebutkannya.

"Diproses Bid Propam Polda Riau. Nantinya dimajukan ke sidang etik profesi kepolisian," kata Guntur.

Dia menyebutkan, proses penindakan disiplin dan etika di internal Polda Riau menjadi perhatian Kapolda Riau Brigjen Zulkarnain. Menurut dia, hal itu sebagai langkah mencapai kepastian hukum bagi anggota kepolisian yang tersandung persoalan etika dan profesi.

Terpisah, Kapolda Riau meminta maaf atas tindak kekerasan bawahannya. "(Saya) minta maaf (terhadap dugaan perbuatan) anggota saya walaupun bukan masa saya (Kapoldanya)," kata Zulkarnain.

Dia mengaku sampai saat ini, dirinya belum mengetahui secara rinci perkara tersebut. Meski demikian, Zulkarnain menegaskan proses hukum di internal kepolisian tetap berlangsung.

Mantan Kapolda Maluku Utara itu juga mempertanyakan proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan anggota Polres tersebut.

"Kok bisa ya salah tangkap, maksud saya kan ada identitas, keterangan saksi, keterangan ahli sehingga mengarah kepada tersangka," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya